"Cakit?"
Yasa yang sedang memangku Haru tertawa. Pagi ini rumahnya sudah di datangi tamu tak di undang. Si kecil Jessan kabur ke rumahnya setelah sarapan membuat Ansel geleng-geleng kepala dari samping rumah. Untungnya rumah mereka berdampingan sehingga Jessan tidak perlu menyebrang jalan jika ingin bermain ke rumah Haru. Bayi itu hanya tinggal membuka gerbang lalu masuk ke dalam rumah tanpa hambatan. Seperti pagi ini, anak sulung Jibran sudah merecoki Haru yang sedang sakit.
"Iya, Harunya sakit Jessan." Jawab Yasa karena Haru terlihat enggan menjawab.
"Cini tium cama Jecan."
"Ndak mawuu..." Haru langsung menyembunyikan wajahnya di dada Yasa.
"Kalo Jessan cium Haru, nanti sakitnya Haru nular. Jangan ya? Harunya di sayang aja. Di usap-usap kayak gini." Yasa membawa tangan kecil Jessan agar mengusap rambut sang anak.
"Bialin, Jecan cakit ja, Halu janan."
'Bucin banget. Untung Jazaa udah berangkat, kalo dia denger bisa snewen.' Ringis Yasa dalam hati, "Jessan mau biskuit? Papa punya biskuit."
"Mawu..."
Kaki kecil Jessan mengikuti langkah Yasa yang menggendong Haru. Bayi yang biasa aktif itu hari ini terlihat lesu. Kemarin malam Jazaa dan Yasa sudah membawa Haru ke dokter karena panasnya tidak kunjung turun. Dokter mengatakan bahwa bayi mereka masih perlu menyesuaikan suhu di Indonesia. Wajar untuk anak sesusianya sakit setelah bepergian jauh. Haru hanya diberi obat penurun panas, salep untuk gatal dan obat pereda nyeri sebagai antisipasi jika tenggorokan bayi itu akan terasa sakit nantinya.
Sampai bangun tidur tadi, Haru tidak terlihat seceria biasanya. Jazaa bahkan hampir membatalkan pekerjaannya karena khawatir Haru akan rewel dan mencarinya saat siang. Namun Yasa dengan tegas menolak. Ini hari pertama Jazaa masuk sebagai atasan baru di kantor, tidak mungkin laki-laki itu bolos di hari pertama kerja. Selain itu Yasa berani menjamin Haru tidak akan rewel. Selama mengurus Haru, dia paham betul jika anaknya sedang sakit. Haru hanya akan diam, menikmati waktu dengan menonton televisi atau memakan cemilan. Anak itu tidak pernah rewel atau merepotkan Yasa.
"Halu..." Jessan mengusap kepala Haruna, mereka sedang duduk di depan Tv menonton kartun kesukaan si bayi.
"Iya?"
"Tepet cembuh."
"Huh?"
"Tata Papi, kalo mawu tepet cembuh halus di tium."
"Tenapa Jetstsan tsuka cium Hawu?"
Jessan terlihat berpikir sebelum menjawab. "Kalna Jecan cayang Halu, kata Ddi talo takit bial tepet cembuh di tium." (Karena Jessan sayang Haru, kata Daddy kalo sakit biar cepet sembuh di cium.)
"Kata Ayah, janan cium-cium tawu."
"Tenapa?"
"Ndak tawuu. Tapi tananya (katanya) ndak boweehhh."
"Peyuk?"
"Eung? Boyeh."
"Cini peyuukkk." Jessan dengan senang hati memeluk Haru. Tubuhnya ikut merasa panas saat kulit keduanya saling bersentuhan.
Mereka berdua tertawa cekikikan begitu saling melepas pelukannya. Mengabaikan tayangan kartun di depannya, juga Yasa yang hanya diam menyaksikan Haru yang hanya pasrah saat di peluk Jessan. Dia tidak keberatan sungguh, tapi rasanya aneh sekali melihat anak semata wayangnya sudah di bucini sejak dini. Belum lagi Dareen yang terlihat posesif pada Haru, dia takut anaknya benar-benar akan di perebutkan oleh bayi-bayi yang bahkan belum lancar berbicara huruf R.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Hawu Daily Life || jiyosh ft haruto
FanfictionHaruna, bayi berusia 2 tahun kurang 1 bulan terpaksa harus tinggal di lingkungan baru akibat pekerjaan Ayah yang harus pindah. Anak semata wayang Jazaa dan Yasa ini sudah fasih berbicara meskipun ada beberapa pelafalan huruf yang masih harus dibenar...