"Blum... blum... teluts teluts... ayo mundul munduulll cetop!!!"
Di siang hari yang cukup terik suara cempreng Haru terdengar menggema ke seluruh ruangan. Dia sedang memainkan truk mainan pemberian Harry saat Kakak Jazaa itu berkunjung ke rumah beberapa waktu yang lalu. Haru ternyata sangat menyukai truk dengan ukuran besar tersebut karena bagian belakangnya bisa di isi apa saja. Kali ini truk itu memuat beberapa hotwheels koleksi miliknya. Katanya dia akan mengantar mobil kecil itu kepada penjual yang sudah menunggu di depan toko.
Akhir pekan kali ini, Haru hanya bermain sendirian. Dareen sedang pergi ke sekolah karena ada acara, sedangkan Jessan dan Jefry setiap hari Sabtu dan Minggu akan pergi untuk menginap di rumah Nenek dan Kakeknya. Sebenarnya ada Jazaa di rumah, tapi Ayah muda itu sedang di sibukan oleh beberapa pekerjaan. Haru tidak mengerti, Papa hanya bilang jika Ayah sedang tidak bisa di ganggu. Sudah terhitung seminggu lamanya Haru tidak bermain bersama Ayah. Setiap Haru bangun tidur, Ayah sudah berangkat bekerja, begitu pun saat Haru tidur di malam hari, Jazaa baru pulang ke rumah sehingga dia tidak bisa menemui buah hatinya.
Suasana ceria yang di ciptakan Haru mendadak suram. Bayi yang sudah berusia 3 tahun itu menempelkan pipi bulatnya di atas lantai. Helaan nafasnya terdengar jelas bersama gerakan tangannya yang terlihat lemas. Haru jadi merindukan Ayah. Tapi kata Papa dia tidak boleh mengangguk Ayah sekarang. Meskipun terkadang menyebalkan, Haru tetap sayang Ayah, dia kerap kesepian jika Jazaa sibuk seperti sekarang.
"Loh bayinya Papa kenapa tiduran dilantai nak?" Yasa menghampiri putranya.
"Tsedih..."
"Sedih? Sini bilang ke Papa kenapa Haru sedih?"
Bibir Haru cemberut, dia naik ke atas pangkuan Yasa lalu memeluknya. "Hawu lindu Ayah..."
"Haru sabar sebentar yaaa.. nanti kalo pekerjaan Ayah sudah selesai, Haru bisa main lagi sama Ayah."
"Lama Papa?"
"Selama Haru sabar, waktunya pasti enggak akan lama. Haru sama Papa dulu ya sayang."
"Hawu bobo..."
"Iya. Ayo kita tidur. Jangan di kucek matanya ya."
Yasa mengangkat Haru ke dalam gendongannya. Hari ini dia akan membiarkan Haru tidak membereskan mainannya. Bayinya sedang sedih karena di tinggal sibuk oleh sang Ayah. Yasa akan memberikan rasa nyaman terlebih dahulu untuk menghibur Haru. Dia juga bisa merasakan kesedihan putranya. Tidak sekali duakali Haru terus menanyakan keberadaan Jazaa. Sedangkan laki-laki itu masih di sibukan oleh proyek yang sedang di kerjakan. Yasa juga tidak bisa menuntut banyak, ini adalah konsekuensi dari pekerjaan Jazaa. Sebisa mungkin dia akan memahami posisi Jazaa juga Haru agar keduanya tidak berselisih paham.
"Papa..." Bibir Haru tiba-tiba mencebik.
"Iya sayang? Kenapa Haru nangis?"
"Mau Ayahhh..."
Yasa tersenyum seraya mengusap perut Haru. "Papa gendong ya?"
"Ayaahh... Hawu mau Ayahhh."
"Ayah masih harus kerja sayang."
Tangisan Haru akhirnya tidak bisa dibendung. Selain karena mengantuk, dia benar-benar ingin bersama Ayahnya kali ini. Yasa sudah bisa menebak hal ini akan terjadi. Dia pun membawa gendongan kain kemudian mengangkat Haru agar bayi itu bisa segera tidur. Mau seanteng apapun Haru, dia masihlah bayi yang kerap rewel ketika menginginkan sesuatu.
"Loh kenapa nangis?"
Yasa dan Haru menoleh saat pintu kamar terbuka. Bukannya memelan, suara tangisan Haru malah semakin kencang. Tadi ingin bersama Ayah, tapi saat Jazaa masuk ke dalam kamar dia malah menyembunyikan wajahnya di cekuk leher Yasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Hawu Daily Life || jiyosh ft haruto
FanfictionHaruna, bayi berusia 2 tahun kurang 1 bulan terpaksa harus tinggal di lingkungan baru akibat pekerjaan Ayah yang harus pindah. Anak semata wayang Jazaa dan Yasa ini sudah fasih berbicara meskipun ada beberapa pelafalan huruf yang masih harus dibenar...