"Tsembilan... tiga... tsepuluh... tujuh... duwwa yeayyhh enam..."
Celotehan sang putra yang terdengar dari meja makan membuat Yasa tertawa kecil. Haru sedang bermain bersama balok mainannya yang baru di kirim oleh Haryy kemarin. Sedangkan dia sendiri sedang memasak makan siang di dapur. Meskipun hitungannya masih salah, tapi Yasa merasa bangga bahwa Haru sudah mengenal angka. Anak itu memang cerdas, cepat mengingat sesuatu walaupun penempatannya masih sering salah. Tidak apa, Yasa memaklumi, putranya baru berusia 2 tahun lebih.
"Masa menghitungnya begitu? Kemarin kan sudah di ajarkan sama Ayah." Yasa menanggapi.
"Betul kok." Haru menatap punggung Yasa yang sedang sibuk memasak udang.
"Bukan seperti itu." Dengan senyum manisnya Yasa menghampiri sang anak, "Coba ikutin Papa... satu... dua..."
"Sawtu... dwuaa..."
"Habis dua?"
"Tiga... empat... enam..."
"Habis empat itu li?"
"Maa... enam... eung? Belapa lagi Papa?"
"Tu?"
"Tu... tunggu?"
Yasa tertawa. "Tujuh..."
"Twujuh... delapan... tsembilan, tsepuluhhh."
"Horeee!!! Haru pintar..."
Haruna bertepuk tangan bersama cengiran lucunya. Balok yang diberi angka itu akhirnya berhasil di susun sesuai urutan angka setelah Yasa membimbing bayinya. Dirasa Haru masih anteng dengan balok mainannya, Yasa kembali mendekati kompor. Udangnya sudah hampir matang setelah dia mengecilkan apinya tadi. Siang ini Jazaa akan pulang ke rumah. Dia berkata pekerjaannya di kantor sedang senggang, jadi dia memutuskan untuk pulang lebih awal agar bisa bermain bersama Haru. Akhir-akhir ini Jazaa memang sedang gemas-gemasnya dengan Haru, Yasa saja yang melihatnya bingung sendiri. Mungkin karena semakin hari Haru semakin menggemaskan jadi Ayah 1 anak itu begitu memuja sang putra.
Beberapa masakan sudah selesai dibuat. Yasa menyusun makanan itu di meja makan. Haru sudah duduk di baby chairnya, sudah memakai slaber juga siap untuk makan. Namun mereka masih harus menunggu Jazaa yang berkata sudah dijalan dan akan segera sampai. Selagi menunggu pasangan hidupnya sampai, Yasa menyempatkan diri untuk berganti baju untuk menghilangkan bau bumbu dapur yang mengenainya selama dia memasak. Setelah selesai dia kembali duduk di samping Haru. Menemaninya bermain dan menanggapi celotehannya.
"Jeje mana Papa?" Haru bertanya karena seharian ini temannya itu tidak datang ke rumah.
"Jeje pergi sayang. Ke dokter gigi."
"Tsakit? Giginya bolong di ambil penyihil?"
"Kata Papi Ansel gigi Jeje sakit karena lupa sikat gigi. Jadi dibawa ke dokter hari ini." Jawab Yasa seraya mengusap rambut Haru.
"Hawu juga tsakit. Tuh lihat tsakit..."
Yasa mengangguk. Luka di kaki dan tangan Haru akibat terjatuh beberapa hari lalu memang sudah membaik. Menyisakan bekasnya saja yang mulai mengering. Jika tangan Haru tidak nakal dengan mengelopek lukanya mungkin penyembuhannya akan lebih cepat. Namun Haru selalu gemas sendiri, anak itu mengelopek lukanya sampai beberapa lukanya mengeluarkan darah kembali. Untuk pelakunya Harry masih mencari tau setelah dia mendapat rekaman cctv di taman. Apapun hasilnya nanti Yasa hanya berharap bahwa Haru tidak akan terluka lagi. Melihatnya terluka tentu membuat Yasa merasa terluka juga. Dia ingin putranya selalu sehat.
"Ayah pulang..."
"Ayah?" Haru menatap Yasa bingung.
"Iya Ayah, pulang cepat hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Hawu Daily Life || jiyosh ft haruto
FanfictionHaruna, bayi berusia 2 tahun kurang 1 bulan terpaksa harus tinggal di lingkungan baru akibat pekerjaan Ayah yang harus pindah. Anak semata wayang Jazaa dan Yasa ini sudah fasih berbicara meskipun ada beberapa pelafalan huruf yang masih harus dibenar...