Suara tangis Haru menjadi pembuka pagi hari Jazaa dan Yasa. Hal ini di sebabkan saat bangun tidur tadi, Haru melihat Papa sedang "dimakan" Ayah di dapur. Apalagi saat Haru melihat leher Yasa dipenuhi kemerahan, semakin keraslah suara tangisannya. Haru menganggap bahwa Jazaa berubah menjadi monster pemakan manusia sehingga tadi sang Ayah dengan tega menggigit leher Papa. Masalah lain kemudian muncul saat Haru tidak mau di dekati oleh kedua orang tuanya. Haru hanya bisa menangis di sudut ruangan dan akan menjerit jika Yasa atau Jazaa mendekat. Yasa bahkan sudah menatap putranya khawatir karena tangisan Haru tidak kunjung reda. Jazaa pun di sampingnya sama, laki-laki itu hanya bisa menatap sang anak dengan wajah memelas berharap Haru akan memberinya ampun.
"Papa minta maaf ya sayang. Enggak ada monster kok, tadi Ayah... Ayah lagi... bantuin!" Yasa memukul punggung Jazaa.
"Ayah lagi ngusir nyamuk." Jazaa mencoba kembali mendekat yang langsung mendapat penolakan dari Haru, "Ayah harus sedot nyamuknya karena nakal gigit leher Papa."
"Ayah yan (yang) nakal gigit-gigit lehel Papa."
"Ayah begitu karena harus nyelamatin Papa nak. Kalo enggak—"
"Ndak mawu! Ayah jahat!!"
"Eh, ada apa nih?"
Jazaa dan Yasa serempak menoleh saat dia mendengar suara yang tidak asing. Harry datang dengan wajah bingung. Kedua orang tua Haru tampak berdiri dengan jarak beberapa meter, sedangkan si bayi yang masih menangis nampak meringkuk takut di sudut ruangan.
"Om Halllyyy hweeeee...." Haru langsung berlari kemudian menubrukan tubuh gembalnya di kaki Harry.
"Haru kenapa?" Harry mengangkat keponakannya ke dalam gendongan.
"Ayah makan Papa."
"Hah?"
"Haru... enggak sengaja ngeliat ya gitu Kakak pasti paham." Jazaa menggaruk tengkuknya canggung.
"Bego!!!" Ucap Harry tanpa mengeluarkan suaranya, "Haru sama Om dulu ya, udah cup cupp jangan nangis."
Setelah Haru dibawa pergi oleh Harry. Yasa langsung melayangkan cubitan dan pukulan-pukulan sayang pada Jazaa. Tadi saat Yasa sedang memasak entah kenapa Jazaa tidak bisa menahan hormonnya sehingga menjamahi tubuh Yasa di dapur. Keduanya bahkan tidak mendengar suara Haru yang terus memanggilnya atau suara tangisan Haru yang menggelegar. Mereka berdua baru sadar saat Haru melempar kepala Jazaa menggunakan robot mainannya yang sekarang sudah terbelah menjadi dua. Kedua orang tua itu mengakui kesalahan mereka, Haru dengan pemikiran sempitnya pasti ketakutan.
"Aku gak mau tau. Kalo sampe Haru gak mau aku deketin, malem ini kamu tidur di luar!"
"Sayang, mana bisa begitu?"
"Salah siapa?"
"Aku."
"Yaudah. Kamu bantuin Kak Harry bujuk Haru sana!"
"Tapi kalo berhasil nanti bonusnya jat—IYA IYA AMPUN AKU BUJUK HARU!!" Jazaa langsung berlari saat Yasa sudah siap melemparnya menggunakan tutup panci.
Sementara itu Haru yang masih sesenggukan enggan melepaskan pelukannya pada tubuh Harry. Dia tidak berbohong perihal rasa takutnya saat melihat Ayah menggigit leher Yasa tadi. Membayangkan bagaimana sakitnya di gigit saja membuat Haru bergidik ngeri. Harry yang mengerti ketakutan yang dirasakan Haru terus mencoba menghibur keponakannya semampu yang dia bisa. Untungnya Harus sudah tidak menangis meraung-raung, hanya tinggal menyisakan sesenggukannya yang belum juga hilang.
"Haru mau main bola?" Harry menunduk agar bisa melihat wajah keponakannya.
"Hawu... mau mam... tapi... takut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Hawu Daily Life || jiyosh ft haruto
FanfictionHaruna, bayi berusia 2 tahun kurang 1 bulan terpaksa harus tinggal di lingkungan baru akibat pekerjaan Ayah yang harus pindah. Anak semata wayang Jazaa dan Yasa ini sudah fasih berbicara meskipun ada beberapa pelafalan huruf yang masih harus dibenar...