31

34 5 0
                                    

[WARNING: DOUBLE UPDATE! MAKE SURE YOU READ CHAPTER 30 FIRST!]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[WARNING: DOUBLE UPDATE! MAKE SURE YOU READ CHAPTER 30 FIRST!]

Beberapa hari kemudian, buah murbei yang tumbuh di kebun atas matang bersama omija. Dari ambang pintu, mereka tampak seperti bintik-bintik hitam, merah, dan ungu di antara banyak sekali hijau-cokelat. Seokmin sudah memperkirakan hari panennya beberapa hari lalu, memberitahu Yuju soal itu, dan perkiraannya ternyata tepat. Keduanya pun mengajak Hyejin—yang suka murbei—untuk memanen buah-buah kecil itu bersama.

"Tidak! Buahnya jatuh ke bajuku!" keluh Hyejin ketika satu lagi murbei yang coba ia cicipi justru meluncur dari tangan ke pakaiannya, menodainya dengan warna keunguan. "Untung tadi Ibu suruh aku pakai baju yang jelek saja."

"Aku sudah menebak bagaimana kau akan menodai tangan dan bajumu saat memetik murbei—hei, Hyejin, kau sudah makan berapa banyak?!" Ringisan Yuju berubah menjadi teguran ketika menyaksikan putrinya melahap sebuah murbei lagi. Bibir anak itu belepotan noda ungu, sementara keranjang panennya tidak terisi sebanyak seharusnya.

Yang ditanya cuma nyengir. Giginya juga keunguan.

"Habis enak."

"Dasar." Yuju merangkak mendekati Hyejin untuk mengusap mulut si anak. "Tapi, yah, kau benar. Rasanya lebih manis dari buah murbei di desa, kan?"

Hyejin mengangguk. "Kupikir buah seperti ini cuma akan dibuat cheong, tapi kalau begitu, mana mungkin Mago-nim menumbuhkannya sepanjang tahun?"

"Tidak semua tanaman obat harus pahit atau hambar. Murbei adalah tanaman serbaguna. Daunnya bagus untuk penglihatan dan organ hati, mencegah orang kena sakit kuning, juga merupakan salah satu obat penting untuk penyakit 'panas'. Buahnya bisa mengobati kurang darah dan meremajakan kulit." Yuju memetik sebuah murbei bersama tangkainya, lalu memasukkannya ke keranjang Hyejin. "Walaupun ya, rasanya memang enak, bisa dibuat cheong sampai saus daging."

"Saus daging? Bulgogi yang direndam murbei ... bagaimana rasanya?" Hyejin memicing, asing dengan ide itu.

"Kamu tidak tahu? Orang di luar Joseon kadang memanggang daging seperti itu," Seokmin menggeser keranjangnya yang penuh menjauh dan menarik keranjang setengah kosong Hyejin mendekat. "Kalau mau tahu bagaimana mereka melakukannya, coba saja cari di perpustakaan Ibu."

"Orang luar tidak menulis dengan huruf kita," timpal Yuju. "Pasti sulit bagi Hyejin membacanya."

"Tapi, Ibu bisa?" tanya Hyejin dengan mata berbinar sampai Yuju terjajar mundur.

Apakah aku harus mengajarinya bahasa asing juga? Gadis ini banyak sekali maunya ....

"Bisa, tapi kita simpan itu untuk nanti." Yuju mengalihkan topik. "Penuhi keranjangmu sebelum tengah hari kalau mau belajar bahasa asing."

"Ah, Ayah! Mengapa kauambil keranjangku?" Hyejin yang baru sadar keranjangnya diisi oleh murbei panenan ayahnya segera protes. "Aku kan jadi harus memulai dengan keranjang kosong!"

Mago's Last Apprentice ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang