"oh pembantu"~petra
"Kalau begitu bawakan aku jus"~petra
"Punya tangan punya kaki buat aja sendiri"~ketus hange
"Levi dia tak mau"~petra dengan suara yang di imut imutkan
Bagaimana pun hange sahabat masa kecilnya hingga sekarang umur mereka beranjak 18 tahun, kurang lebih 12 tahun mereka berteman.
"Buat aja sendiri disana dapurnya" ~levi
"Aku kan ga biasa ke dapur, nanti baju aku kotor"~levi
Karna pusingnya belum reda kesabaran levi pun habis.
"Sudahlah pulang sana aku pusing"
~bentak levi"Le-levi?"~petra
Tak ada jawaban petra pun beranjak pergi dari rumah kekasihnya itu.
•••
Kini sudah pagi hari, seperti yang sudah dijelaskan, sarapan, seragam, semuanya sudah siap oleh hange seorang.
Hange sering berangkat sekolah pagi-pagi karna jarak rumah levi dengan sekolah lumayan jauh, karna dia jalan kaki sedangkan levi menaiki sepeda motor, levi tak mau bareng dengan hange dan hange pun tak memaksa.
"Levi bangun, sarapan sudah selesai, seragammu ada di ruang tv, aku berangkat"~ucap hange
Tak ada jawaban dan hange menganggapnya dengan sebuah jawaban iya.
Levi menarik nafas
"Dia ga cape apa sok baik kaya gitu"~levi
•••
Di perjalanan levi tak sengaja bertemu hange yang sedang berjalan menuju sekolah sendiri jalan kaki. Rasa bersalah datang menghampiri, niatnya ingin mengajak hange untuk naik tapi terhenti saat gerbang sekolah mulai terlihat.
"Tenang hange aku akan selalu bersamamu"
"Apa apaan itu? Sebuah omong kosong"~batin hange
"Hange"~teriak teman satu kelasnya nanaba
"Eh nana"~hange
"Aku mau minta saran"~nanaba
"Saran apa?"~hange
Ya, nanaba dan hange sudah sangat dekat bahkan nanaba adalah sahabat hange setelah levi, mungkin sekarang sudah tidak setelah levi tapi hange masih menganggapnya begitu.
"Oh begitu, tapi kamu menyukainya?" ~hange
"Em tidak tau, aku bingung"~nanaba
"Begini, jika kamu nyaman saat bersama dia maka kamu terima, tapi sebaliknya, kalau kamu risih dan ga nyaman sama dia tolak dia"~hange
"Mungkin akan ku terima"~nanaba
"Memangnya siapa yang baru saja menembakmu?"~hange
"Mike"~nanaba
"Oh"~hange
•••
"Sebentar lagi kalian harus fokus belajar untuk ujian kelulusan."~sang guru
"Baik pak"~all
Waktunya pulang sekolah.
"Sepertinya aku harus mampir ke apotek dulu"~hange
Levi sama sekali tak tau kalau hange mengalami penyakit hemofilia, atau iritasi pada hidung, pendarahan pada hidung yang menyebabkan terlalu sering mimisan.
Saat pulang kerumah bukannya mendapat kenyamanan untuk istirahat malah di sambut rumah yang berantakan, siapa lagi kalau bukan ulah levi.
"Aku pulang"~hange
"Ini rumahku, tak pantas kau bicara pulang ke rumah orang"~levi
Hange tak merespon bahkan dia langsung menyimpan obat dan tasnya lalu membereskan rumah dengan keadaan masih memakai seragam.
"Mau makan apa?"~hange
Tak ada respon
"Baiklah, cukup sandwich"~hange
Merasa levi tak respon maka itulah jawabannya.
Levi tau hange sering mimisan tapi dia tak tau itu karna iritasi dan sampai pendarahan pada hidung hange, dia pikir itu mimisan biasa.
"Nah selesai"~hange
"Bawakan ke sini dan buatkan aku teh tawar"~levi sambil membaca buku
Hange tak banyak bicara tapi melakukan.
Merasa sudah selesai dia pergi untuk mandi.
Malam terasa hening, kini hange mulai mimisan lagi.
"Hange, hange, mata empat sialan, hange"~levi
"Sabar sebentar bisa ga si"~hange sambil mengelap hidungnya menggunakan kain.
"Apa"~lanjut hange
"Buatkan aku teh tawar lagi"~levi
"Itu ada tinggal di panaskan lagi"~hange
"Yasudah panaskan saja sana"~levi
"Sebentar aku cuci tanganku dulu"~hange, karna keadaan tangannya pun penuh dengan darah
Levi tak menjawab
"Nah selesaikan? Aku cape mau tidur, jadi kalau mau sesuatu bilang sekarang"~hange
"Gaada"~levi
"Yasudah"~hange pergi ke kamarnya
"Selamat minum obat hange, entahlah sampai kapan, mungkin sampai mati aku harus minum obat ini"~hange
•••
"Dia mimisan lagi? Bukannya tadi disekolah dia juga mimisan?"~batin levi bertanya-tanya.
Continued....