48

20.4K 408 5
                                    

Pukul enam pagi, langit masih di selimuti warna biru keunguan. Bianca baru saja membantu Leon menurunkan Koper.

"Jaga diri baik-baik, ya," kata Leon lembut. Tangannya sempat terangkat, seolah ingin menyentuh wajah Bianca, tapi dia mengurungkan niatnya. "Aku enggak tahu kapan kita bisa ketemu lagi. Tapi kalau ada kesempatan, aku pasti bakal nemuin kamu." Kata Leon.

Bianca menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata. Tetapi begitu Leon mengucapkan kata-kata terakhirnya, pertahanannya runtuh. Bianca mengingat fakta yang Anton katakan. Bianca benar-benar menyesal telah melukai Leon, seandainya Bianca tahu semua itu, Bianca tak mungkin mengecewakan Leon.

Leon hanya berdiri di sana, membiarkan Bianca menangis. Tidak ada kata-kata penghiburan yang dia ucapkan, hanya kehadiran yang sunyi namun penuh makna. Dia tahu tangisan itu bukan sekadar karena perpisahan, tetapi juga rasa bersalah yang membebani hati Bianca.

"Mamah udah nungguin aku, aku duluan ya" kata Leon setelah melirik ponselnya.

Bianca mengangguk. Leon pun kini pergi menjauh dari Bianca, meninggalkan Bianca berdiri di sudut terminal bandara yang sepi, matanya terpaku pada pesawat yang perlahan meluncur ke landasan pacu. Sebuah perasaan hampa menyelimuti dadanya, menambah berat langkahnya saat ia mengamati Leon menghilang di balik gerbang pesawat.

Tidak ada kata-kata perpisahan yang mendalam, hanya ucapan singkat yang tidak mampu menyampaikan betapa besarnya rasa sakit dan kesedihan yang ia rasakan. Leon hanya melontarkan salam singkat dan tanpa emosi sebelum memasuki pesawat, meninggalkan Bianca dalam keheningan yang menyakitkan.

Bianca merasakan dadanya bergetar, dan ia berusaha keras untuk menahan air matanya. Terlebih setelah perpisahan yang hampir serupa dengan King 6 bulan lalu. Kini, Leon juga pergi meninggalkannya. Meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya, rasa sakit itu terlalu mendalam untuk ditutup-tutupi. Semangatnya semakin melemah ketika ingatan tentang perpisahan dengan King kembali menghantui benaknya. Ia merasa seperti berada di tengah badai emosi yang tidak pernah berakhir.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, pesawat itu akhirnya meninggalkan landasan pacu. Bianca menyadari bahwa inilah saatnya untuk melepaskan semua ketegangan yang sudah ia tahan selama ini. Ia tidak bisa lagi menunda rasa sedih dan kemarahan yang mengumpul dalam dirinya. Saat pesawat menghilang di cakrawala, Bianca tidak bisa menahan diri lagi. Air mata mulai mengalir deras di pipinya. Ia tidak tahu harus kemana dengan perasaannya, hanya merasa seolah semua harapan dan mimpi telah lenyap bersama dengan pesawat itu.

Bianca merutuki dirinya sendiri, bertanya-tanya mengapa ia merasa begitu jahat. Perasaan malu yang mendalam menghantui dirinya, karena meskipun ia sebenarnya sangat sedih akan kepergian Leon, ia tidak bisa mengungkapkannya dengan baik. Karena ada rasa malu akibat perbuatannya. Ia merasa seperti gagal dalam peran yang seharusnya bisa diembannya, dan hal ini semakin memperburuk rasa sakit hatinya. Ternyata perbuatannya menyakiti banyak hati yaitu Hati Leon, Hati King, dan bahkan Hatinya sendiri.

Dalam suasana terminal yang mulai sepi, Bianca merasa terasing. Begitu banyak kenangan bersama Leon, namun semua itu tampak semakin tidak berarti saat ini. Dia berpikir tentang betapa sedikitnya percakapan yang mereka miliki. Bahkan saat-saat berharga yang mereka habiskan bersama terasa seperti momen-momen kosong yang tidak bisa mengisi kekosongan yang kini ia rasakan. Seandainya saja Bianca tidak selingkuh dari Leon, atau Seandainya saja Bianca bertemu dengan King lebih awal. Bianca benar-benar Bimbang sampai detik ini. Meskipun kedua sosok laki-laki itu sudah tak ada lagi di hari-harinya.

Bianca berusaha keras untuk berpegang pada sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya. Ia merasa harus menjadi kuat.

Di sisi lain, Leon juga tidak bisa menahan air matanya. Meskipun ia berusaha keras untuk tampak tenang dan kuat di depan Bianca, di dalam hatinya, ia merasakan perasaan yang sama seperti Bianca. Kesedihan dan rasa kehilangan yang mendalam merasuki dirinya saat ia memasuki pesawat. Leon berusaha menahan emosinya dengan segala cara, menganggap bahwa dirinya harus kuat dan tidak menunjukkan kelemahan. Namun, saat pesawat lepas landas dan mengudara tinggi, air mata Leon mengalir tanpa bisa ia kendalikan.

Leon merasa hampa dan kehilangan. Setiap kali ia menatap ke luar jendela pesawat, ia melihat bumi yang semakin jauh dan mengingat momen-momen indah yang telah ia lewati bersama Bianca. Dan momen paling sakit yang Bianca berikan kepadanya.

Bianca dan Leon, meskipun keduanya memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa, pada akhirnya, mereka adalah manusia biasa yang tidak terhindar penghianatan dan rasa sakit dalam kesedihan.

Sampai pesawat itu hilang dari pandangan, Bianca berdiri terpaku di tempatnya, air matanya mulai mereda. Ia merasa kelelahan, dan rasa kesepian yang mendalam merayapi setiap sudut hatinya. Ia menyadari bahwa ia tidak bisa terus-terusan meratapi kepergian Leon atau King. Ia harus melanjutkan hidupnya, mencari cara untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kepergian mereka. Namun, dalam momen-momen ini, ia hanya bisa merasa tidak berdaya, dan itulah yang menjadi kenyataan pahit yang harus ia hadapi. Lagipula Bianca juga harus bersiap untuk pergi ke Batam esok hari.

Di dalam pesawat, Leon berusaha keras untuk mengalihkan pikirannya dari kesedihan yang mendalam. Ia mengatur napasnya, berusaha untuk fokus pada tujuannya di Bali, dan mencoba untuk menghadapi masa depan dengan penuh harapan. Namun, di dalam hati kecilnya, ia tahu bahwa rasa kehilangan Bianca akan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidupnya. Meskipun ia harus melanjutkan perjalanan, kenangan bersama Bianca akan selalu ada, seperti sebuah luka yang tak bisa sepenuhnya sembuh.

Leon menundukkan kepalanya berusaha menahan air matanya. Saat ia membuka matanya Matanya melihat sebuah tisu di hadapannya dari tangan lentik.

Leon menengok melihat kearah pemilik tangan, seorang perempuan cantik dan tinggi, perempuan itu tersenyum kepada Leon dan memberi isyarat untuk mengambil tisu itu.

Tbc...

Leon King (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang