10

268 29 0
                                    




Namjoon masih memejamkan mata di kursi ruang kerjanya.

Tangannya terlipat di dada.

"Di leher manekin wanita itu tertempel potongan kertas membentuk kata Anyang"

Ucapan Hoseok terngiang di kepalanya.

"Seokjin memiliki banyak musuh"

Ucapan Won Hae pun kembali melintas.



TOK TOK



"Detektif...anda harus melihat ini!" Taemin tergesa-gesa memanggilnya.

Keduanya pun berlari ke arah parkiran.

Seokjin sudah terlebih dahulu berada disana. Ia berdiri di samping seorang petugas yang sedang membuka sebuah kardus.

"Kepalanya!" Petugas itu berteriak setelah melihat kantong plastik bening yang berisi kepala Sooyoung yang sudah membengkak dan berwarna keunguan.

Mereka pun segera bergerak.

"Jin?"

Namjoon menghampirinya ketika sadar Seokjin tidak berkata apa-apa, ia hanya diam mematung memandangi kepala itu.
Wajahnya pucat.

"Jin!"
Ia mengguncang bahu pria itu sambil merendahkan kepala dan menatapnya khawatir.

"Namjoon....." Ia mendongak dan terhuyung.

"Hey..hey...ayo kita pergi...jangan disini"

Ia menggenggam bahu Seokjin dan membawanya menjauh dari lapangan parkir yang terik itu.


Seokjin duduk menopang kepalanya di bangku semen di sisi taman gedung.

Ia menghela napas dan kembali menegakkan tubuhnya.

"Better?" Namjoon berlutut di hadapannya sambil terus menatapnya.

"Mungkin aku kurang tidur" Ia terkekeh.

"Kau belum tidur Jin...beristirahatlah sebentar"

"Yoongi akan memeriksa korban itu. Ia akan segera mengabari kita setelah hasilnya keluar"

"Kuantar pulang ya.."

Seokjin mengangguk lemah.

"Aku akan berjaga di ruang tamu, jika Yoongi mengabari aku akan segera membangunkanmu okay..."

Seokjin kembali mengangguk dan berjalan menuju kamarnya.

Satu jam berlalu. Namjoon masih terduduk di sofa.
Tatapannya berkeliling ke sekitar ruangan.

Tidak ada hiasan, tidak ada foto-foto, hanya furniture dan beberapa majalah mobil.

Rumah itu terasa sepi sekali.


"Kau bahagia Jinnie?"

"Jangan panggil aku Jinnie! Terdengar seperti pria lemah saja" Seokjin mengerucutkan bibirnya.

"Kiyowooooo" Pria itu terbahak sambil mencubit pipinya.

"Seokjin....aku janji akan selalu melindungimu"

"Kita saling melindungi okay...hanya kita yang kita punya sekarang ini"

"Janji?"

"Janji...."



"Jin...Jin!"

Yang dipanggil terkejut dan membelalakkan matanya.

"Hey....kau mengigau"

"Kau tidak apa-apa Jin?"

Namjoon menatapnya lekat, menggenggam kedua bahu Seokjin yang tengah terduduk dan masih terkaget dari mimpinya.

"Kenapa menangis?" Namjoon menyeka air mata yang terus mengalir di pipi pria itu.

"Kenapa aku menangis?" Seokjin bangkit dari tempat tidurnya sambil menyeka kasar wajahnya.

Pandangan khawatir Namjoon mengikutinya tanpa berbicara apa-apa lagi.


"Sudah ada kabar dari Yoongi?"

Seokjin mengalihkan perhatiannya sambil masih mengusap air matanya.

"Dia mengirim pesan tapi belum sempat kubaca"

"Jin...."

"Kau yakin tidak apa-apa?"

Namjoon berjalan menghampiri dan kembali mendekatkan wajahnya.


"Entahlah..."

"Ini tidak bisa berhenti..."
Seokjin tertawa sambil menunjuk wajahnya dan membuat air matanya semakin deras.

Namjoon refleks merengkuhnya.

Membiarkannya terisak dalam pelukannya.

Keduanya tengah berada di ruang praktek psikiater itu.
Sebuah klinik di tepi jalan raya.
Ruangannya berada di lantai dua.

Tiga orang polisi sedang berjaga di depan pintunya membiarkan Namjoon dan Seokjin melakukan tugasnya.

"Ia adalah dokter yang sangat baik"

Asisten psikiater itu memulai kesaksiannya.

"Para pasien sangat memercayainya"

"Beberapa dari mereka yang telah sembuh bahkan kembali lagi hanya untuk menyapa dan mengobrol santai"

"Aku tidak menyangka ada yang...."

Ucapannya terpotong saat ia mengingat kejadian mengerikan yang terjadi pada Sooyoung.

"Nona Lim...maaf kami harus menanyakan hal ini sekarang"

"Apakah diantara mereka ada yang terlihat menyimpan dendam atau kau pernah melihat Nona Sooyoung bertengkar dengan salah satu pasiennya?"

"Kami tahu ini terlalu cepat" Namjoon dengan lembut menenangkan wanita itu dengan senyumnya.

"Tapi segala informasi yang anda berikan akan sangat membantu sekali dalam penyelidikan kami"

Nona Lim menggeleng pelan.

Namjoon menghela napas panjang dan memberikan kartu namanya. "Hubungi aku jika kau ingat sesuatu"

Wanita itu pun membungkuk dan pergi.



Namjoon menoleh ke arah partnernya yang berdiri di depan rak buku.

Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak mereka datang.

Tidak juga menginterogasi saksinya seperti biasa.





"Kau butuh cuti?"
Namjoon memecah keheningan saat perjalanan mereka ke kantor.

"Kenapa?"
Seokjin menjawab dengan tenang sambil terus memperhatikan jalan.

"Jin....kau tahu kenapa"

"Tidak apa-apa Namjoon....jangan khawatir"

"Pekerjaan kita akan sangat banyak"

Ia tersenyum sambil menoleh ke bangku belakang yang dipenuhi kardus-kardus berisi dokumen.

ChasedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang