Waspada

286 58 5
                                    

Ekspresi wajah Brielle mendadak bingung, Keenan tiba-tiba menyerahkan buku tabungan, surat kepemilikan saham dan obligasi, juga beberapa dokumen asetnya. Tidak lupa laporan keuangan bulanan yang rutin dibuat oleh Keenan.

"Kamu mau pamer sama aku pernah kerja sama Randy?"

Brielle tak akan heran jika Keenan bisa mengumpulkan beberapa aset. Keenan pernah cerita bahwa Randy selalu memberi saran bahwa saving dan invest itu dua hal yang harus selaras jika ingin hidup tenang tidak terjajah oleh diperbudak ketidaknyamanan memikirkan masa depan.

Sementara itu Brielle memeriksa kewajiban Keenan dalam laporan keuangan, jika dikalkulasi dari tabungan dan bukan aset masih dibawah 10%. Cenderung aman walau bagi Brielle tidak bisa dikatakan kecil.

"Bukan itu," sanggahnya dengan senyum simpul. "Aku mau kamu tahu kondisi keuangan aku."

"Untuk apa?"

"Biar kamu tahu. Menurut aku ini salah satu hal penting karena aku mau nikahin kamu."

Terdiam. Lidah Brielle kelu tidak tahu harus berkata apa. Dia tak akan menyangka bahwa Keenan segitu transparansi.

"Aku juga mau kamu yang atur keuangan aku."

"Kenapa harus aku?"

Brielle masih tak mengerti.

"Karena kamu calon istri, kamu pasti lebih bijak ngatur uang. Aku anaknya impulsif."

Keenan memutar tubuhnya mengarah pada pemandangan perkotaan yang terlihat indah jika dipandang sore-sore begini dari arah balkon apartemen Brielle.

"Tabungan aku belum bisa nge-cover biaya pernikahan kita dan rumah baru untuk kita berdua nanti."

Lelaki itu tidak menatap Brielle, memang.  Namun dia mengatakan itu dengan sungguh-sungguh.

"Aku masih berusaha untuk memberi kehidupan yang layak buat kamu. Aku mau ngejar karir masalahnya aku nggak mau kehilangan kamu semisal kelamaan nunggu. Tapi aku minta maaf, awalnya aku nggak akan menduga akan berencana menikah secepat ini. Jadi saat resign, aku tidak menyiapkannya."

Bisa Brielle lihat, Keenan sekuat hati menekan ego dan harga diri mengungkap kekurangan tetapi masih memaparkan kehidupan pernikahan impian yang layak untuk mereka berdua. Semua sarat ditanggung oleh Keenan.

"Kita tuh partner," balas Brielle pelan. Sejak awal Keenan mengatakan banyak kata dan tidak menatapnya, Brielle yang melihat raut wajah Keenan lebih jeli. "Aku bangga kamu punya tabungan dan aset untuk hidup kamu sendiri. Kamu selangkah lebih maju kok. Soal biaya pernikahan atau rumah nanti rejekinya bisa dapet lagi dan karena kita partner, aku juga bisa bantu kamu." Brielle menarik tangan Keenan untuk digenggam. "Pernikahan itu untuk kita berdua Keenan, bukan untuk kamu sendiri."

Keenan terlihat akan menyela.

"Iya, aku tahu kamu cowok." Brielle menahan Keenan sebelum menyela. "Kamu lelaki dewasa yang akan mengambil semua tanggung jawab secara finansial untuk aku setelah kita nikah nanti. Tapi sekarang jaman yang berbeda, aku melihat pasangan sebagai partner dan relasi. Kita satu tim. Aku nggak masalah bantu kamu selama kamu nggak lupa sama tanggung jawab utama kamu. Lagian aku punya apartemen kita bisa sementara tinggal di sini setelah nikah atau ke kontrakan kamu juga boleh." 

Pundak Keenan masih nampak kendur, "kamu mau nunggu aku jadi sukses, kan?"

Brielle mengangguk, "tentu. Sukses itu nggak instan kamu juga baru mulai. Aku paham. Aku butuh lebih dari satu dekade untuk sampai di titik ini juga. Jadi, take your time, Keen."

"Kamu nggak apa-apa kita nikah jauh dari kata mapan?"

Brielle tersenyum, "mapan itu relatif. Menurut aku kamu mapan, kecuali kalau kamu nge-set standar tinggi."

Content Creator & Illustrator (Already Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang