Wedding Plan

382 49 0
                                    

Tirai yang dibuka perlahan bagaikan efek slow motion seperti yang dibuat Keenan saat mengedit sebuah video. Mungkin dan memang akan terdengar lebay tapi itu yang ia rasakan saat tirai dibuka oleh staff. Waktu dua pekan untuk mempersiapkan pernikahan memang terlampau singkat dan terburu-buru.

Dan karena itu konsep pernikahan menjadi perdebatan baru.

"Udah nikahnya buru-buru banget, masa harus intimate?" Yohanna melayangkan protes saat temu keluarga. "Ini nikahan putri tunggal dari anak sulung keluarga kami, seharusnya pernikahannya lebih wow dan mewah dari rencana pernikahan anak saya nanti, Yuanita."

Mendengar untaian kalimat itu, Brielle memejamkan mata kemudian saat ia membuka mata. Tatapannya langsung mengarah pada Renata, calon ibu mertuanya. Ia merasa tak enak hati.

"Justru karena pernikahannya dalam waktu dekat, tidak ada waktu melaksanakan pernikahan seperti yang kamu mau Yohanna," balas Margareth bersikeras.

"Sebenarnya, ide siapa yang menginginkan pernikahan harus dilaksanakan dengan rentang waktu yang mepet ini?" Ivanora tak mau diam saja. "Jelas untuk pernikahan Brielle, kita butuh mempersiapkannya paling tidak tiga bulan."

"Aku." Ben, papa Brielle ikut bersuara. "Aku yang minta mereka segera menikah."

"Kenapa?" Tuntut Yohanna, "ini pernikahan Brielle, dia anak tunggal dan pernikahan ini sekali seumur hidup. Intimate wedding terlalu biasa untuk keponakan yang aku perhatikan sejak dia masih dalam kandungan!"

Oh ya Tuhan!

Brielle sampai ternganga mendengarnya, haruskah ia terharu?

Ya, tak mungkin dia harus melupakan kebaikan-kebaikan saudara papanya untuk sikap menyebalkan yang selama ini ia terima. 

"Maaf mengganggu, sebelumnya pilihan konsep pernikahan ini atas kemauan Keenan dan Brielle," Renata mengambil alih dengan tenang, meski sebenarnya emosi nya sudah dipenuhi tekanan. "Kita bisa saja melaksanakan pernikahan sesuai yang diinginkan pihak keluarga, kita bisa mencari gedung atau hotel yang belum di booking oleh orang lain. Tapi yang menikah bukan kita tapi mereka."

Dan pada saat itu, semua tatapan terarah pada Brielle dan Keenan.

"Aku yang mau nikahannya intimate," Brielle membenarkan. "Karena aku maunya simple. Aku juga nggak mau dapet tamu undangan yang nggak aku kenal itu siapa," seperti yang ia duga Tante-tante pihak papanya sudah pasti melotot. Mereka akan ikut mengundang relasi mereka meski itu bukan acara pernikahan anak mereka. "Ini pernikahan kami, aku nggak mau ribet. Aku hanya mau yang hadir di nikahan aku orang yang aku kehendaki."

"Terserah kamu aja lah, nanti kamu juga bakal nyesel sendiri acara nikahnya kurang bagus, kayak nikah sama rakyat jelata aja."

Untuk komentar satu itu, Brielle tak ingin ambil pusing. Ia hanya khawatir dengan Keenan beserta keluarga, haruskah Brielle beruntung? Keluarga Keenan terlalu banyak mengalah dan diam. Ia tentu tak enak hati. Belum lagi soal bisik-bisik Keenan yang masih merintis tapi anak-anak mereka tentu melek tentang profesi yang tak biasa, Brielle percaya sepupu-sepupunya bisa mengkomunikasikan kepada orang tua mereka betapa bagus prospek pekerjaan Keenan.

Oleh karena itu, penampilan Brielle setiap kali ia mencoba gaun pengantin selalu membuat Keenan terpana. Wanitanya cantik sekali.

Brielle berusaha menghibur Keenan, pria itu memang tidak mengatakannya tapi siapapun pasti tahu betapa keterlaluan ucapan keluarga dari pihak papanya yang suka berterus terang.

Langkah Keenan mendekat, ia menggenggam kedua tangan Brielle dengan senyum yang lebar.

"As always, cantik."

Content Creator & Illustrator (Already Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang