The End

470 55 5
                                    

"Kamu tahu nggak, awal-awal kita kenalan aku tuh skeptis sama kamu."

Brielle berkata sambil menatap wajah Keenan, duduk berdua di sofa apartemen saling berhadapan dan berbincang-bincang di sore hari.

"Tahu lah, gimana aku nggak tahu kalau kamu aja keliatan ogah-ogahan walau cuma untuk natap aku." Keenan menyandarkan kepalanya di bahu Brielle. "Hebat sekali akhirnya kita ada di sini sekarang."

"Ya gimana aku nggak skeptis, tiap ada janji kencan aja kamu kayak nggak niat."

Keenan terkekeh mengingat masa-masa itu, betapa masam wajah Brielle yang telah mengenakan pakaian rapi dan anggun tetapi ia hanya menggunakan jeans dan kaos doang. "maaf, aku udah keburu males. Hectic juga."

Langkah Brielle dan papanya, Ben, tampak pasti. Papanya akan menyerahkannya pada Keenan sebagai pria yang akan melanjutkan untuk menjaganya, mengasihinya, dan mencintainya. Meski sempat bertengkar Brielle melirik ayahnya, terlihat tegar dan terharu, putri nya pada akhirnya menikah di waktu yang tepat meski kata orang sudah sangat terlambat. Tetapi pada akhirnya itu tak lagi menjadi soal, yang terpenting Brielle-nya, putri tunggalnya, menemukan orang yang tepat.

Intimate wedding hanya dihadiri oleh tamu undangan yang tak lebih dari 50 orang termasuk dua keluarga dan teman dekat saja.

Dengan konsep outdoor.

Semua tamu undangan memusatkan atensi kepada Brielle dan ayahnya yang tengah berjalan menuju Keenan. Tak sedikit orang yang sampai meneteskan air mata, mengingat tak mudah bagi Brielle menemukan pasangan.

"Kamu jangan marah dulu ya aku mau confess," Brielle mengelus rambut Keenan dengan lembut.

Keenan jelas menolak tegas, "nggak, aku menolak jebakan kamu yang satu itu."

"Kok gitu?"

"Aku nggak tahu masalahnya apa, seenggaknya aku harus tahu dulu baru nanti bisa dikompromikan atau nggak."

Ia mendengus namun kemudian ia mengalah.

"Sebenernya alasan aku nggak mau sama kamu ya karena lebih muda empat tahun dari aku."

Seketika kepala yang bersandar di bahu Brielle terangkat.

"Terus sekarang?" Telisik Keenan.

"Mau dong, buktinya ini kita bakal nikah."

Senyum Keenan makin lebar. "Boleh aku tahu alasan ketakutan kamu?"

"Kebiasaan kamu tuh sembrono, kadang nggak komitmen sama schedule pribadi pula, karena lebih muda aku takut ego kamu bakal lebih besar dan nggak bisa ngalah."

Keenan mengangguk-angguk. "Terus, apa yang akhirnya bikin kamu secure?"

"Sikap kamu pas tahu aku hamil."

"Bentar ...  jadi sebelum aku tahu kamu masih ragu?"

Brielle dengan jujur mengiyakan, "ya kan waktu itu aku melihat kamu sebagai orang yang kalau berantem hebat mulutnya kasar banget. Terlepas aku nggak mau menjebak kamu hanya karena aku mengandung anak kamu. Aku juga nggak bisa hidup sama orang yang bisanya merendahkan aku."

Keenan meringis, "maaf aku terlalu emosi waktu itu dan harusnya aku mengendalikan diri."

"Dimaafkan asal jangan diulang. Lagian aku juga salah, kan."

"Masalah itu udah lewat, aku harap apapun masalah kedepannya kita tidak melakukan kesalahan yang sama," harap Keenan sungguh-sungguh, ia menggenggam tangan Brielle dan mengecupnya.

Content Creator & Illustrator (Already Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang