Nyaris

389 64 2
                                    

Rasanya jantung Brielle mencelos melihat ekspresi Keenan yang termangu menatap layar tab, seolah Keenan menemukan informasi paling mengejutkan. Skenario terburuk dalam bayangannya merupakan informasi kehamilan, Brielle tidak siap bagaimana reaksi pria itu.

Pakaiannya bahkan tidak terpakai dengan sempurna, dan yang ia temukan ekspresi Keenan yang tak terbaca. Kedua tangan Brielle lihai merapikan pakaiannya dan dengan langkah pasti mendekat merebut tab dari tangan Keenan tanpa perlu meminta ijin terlebih dahulu.

"Kamu bakal ke Finland?" Akhirnya pertanyaan itu lolos dari bibir Keenan.

Sejenak setelah membaca email dan pertanyaan Keenan, jujur saja Brielle merasa lega luar biasa.

Menyembunyikan sesuatu dari orang lain memang sangat melelahkan. Melelahkan batin. Seolah dikejar oleh sesuatu tak kasat mata dan selalu cemas kalau-kalau yang ia sembunyikan terbongkar.

Email yang masuk adalah pemberitahuan bahwa pengajuan visa ke Finlandia sudah selesai.

Meminta ijin pada mamanya pun sudah, ia hanya perlu mencari momen untuk berbincang dengan papanya tanpa perlu menunggu sampai pernikahan Yuanita dilaksanakan.

Brielle menganggukan kepala sebagai jawaban.

"Akhir-akhir ini aku tertarik untuk tinggal di sana sementara. Untuk profesi ku akan lebih bagus lagi bisa membangun relasi di eropa."

Keenan tersenyum kecil namun terasa tulus.

"Kamu selangkah lebih maju lagi, portofolio kamu pasti akan semakin bersinar."

"Aku harap itu pujian, terima kasih."

"Emang pujian kok, kamu sering kirim foto bareng gambar-gambar kamu jadi aku tahu kualitas dan value dari karya yang kamu buat."

Seolah teringat akan Rosie, Brielle berinisiatif sendiri menayangkan video yang diinginkan Rosie seperti biasanya. Lalu menghadapkan tab itu ke hadapan Rosie yang sejak tadi sabar menunggu.

"Aku jadi ingat sering kirim foto gambar-gambar ku."

Itu ... sewaktu mereka masih awal berpacaran dengan nekat.

"Pas banget, aku udah punya beberapa koleksi yang belum pernah ku kasih lihat ke kamu."

Kaki jenjang Brielle tanpa alas kaki berjalan menuju pintu ruang kerja yang selama ini selalu tertutup.

Menarik. Pintu itu tak lagi terkunci seperti bisanya. Keenan mengetahuinya begitu Brielle membuka pintu ruangan itu.

Entahlah, kini Keenan hanya bisa termangu melihat Brielle dengan santai membuka ruangan itu tanpa antipati seperti biasanya. Brielle seolah berbeda usai ia menyampaikan protesnya.

"Ayo masuk, biar aku tunjukin."

Nyaris saja Keenan tertawa, lucu sekali. Brielle ingin memperlihatkan ruangan itu di saat mereka sudah tak punya hubungan yang berarti? Lebih gila lagi saat Keenan menyadari dia masih datang ke unit perempuan itu dan hati kecilnya masih berharap mereka kembali.

Melakukan hal-hal kecil seperti biasa, bermain bersama Rosie, makan bersama dan mencuci piring bersama (red, hanya ditemani)

"Kayaknya nggak perlu sampai masuk ke ruangan itu, deh."

Brielle baru saja ditampar kenyataan. Haruskah ia berterima kasih pada Keenan?

"Kamu masih marah karena aku nggak pernah nunjukin ruangan ini ke kamu?"

Keenan menggeleng, "bukan begitu. Itu ruang privasi kamu. Dan sekarang kita bukan siapa-siapa. Selain hanya mantan yang datang berkunjung karena kangen anabulnya."

Content Creator & Illustrator (Already Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang