Forty Two

688 98 1
                                    

"Ma?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ma?"

Lydia mendapati Sanjaya yang tersenyum sembari menarik kursi untuk duduk di sebelah Istrinya itu. Lydia hanya membalas dengan senyuman tipis lalu kembali mengalihkan pandangan nya kepada Jegas yang masih terbaring koma di atas brankar.

"Jeje kapan bangun ya Pa? Mama rindu mau peluk dia, Mama rindu suara Jeje yang manggil Mama, Oma sayang. Jeje baik-baik aja kan ya? Dia akan cepet bangun kan Pa?"

Sanjaya menyentuh secara perlahan pipi Lydia yang sudah dibasahi setetes air mata. "Jeje sedih kalau liat Oma nya kayak gini, kamu gak mau Jeje sedih kan? Mulai sekarang kalau jenguk Jeje, jangan keluarin air mata lagi ya?"

Lydia menggeleng. "Aku gak kuat liat cucu kita kayak gini Pa. Jeje juga belum ngerespon apapun. Mama takut..." lirihnya

"Jegas akan baik-baik aja? Mama denger Papa kan? Jangan mikirin hal buruk terus, kita harus percaya kalau Jegas akan kembali lagi. Jegas akan kumpul sama kita kayak biasanya"

Lydia mengangguk mengerti. "Iya Pa"

"Kita harus kuat Ma, kita sebagai yang tertua di keluarga ini harus menjadi yang paling kuat. Walau kita sudah berumur dan tinggal tunggu kapan pulang nya, kita harus saling menguatkan. Arki sama Zena lebih tertekan nya dari Kita, Ma. Perawat kasih tau Papa kalau setiap malam pasti Arki sama Zena kesini, mereka berdua memang terlihat tegar. Tapi mereka lebih rapuh Ma, lebih rapuh dari apapun yang kita bayangkan"

"Mereka seolah kuat supaya Nathan sama Noly gak merasa bersalah terus. Mereka gak mau kalau Nathan sama Noly terus nyalahin diri mereka sendiri. Mama tau itu Pa, setelah Jeje bangun, jangan bahas masalah ini lagi Pa. Jangan ungkit ini lagi, cukup sampai ini aja masalah ini. Gak usah di bahas-bahas lagi. Kita jalani hidup kayak biasa, cukup itu aja permintaan Mama"

Sanjaya termenung menatapi Lydia yang terus memegangi tangan Jegas. Membicarakan Jegas yang koma seperti ini, awalnya Sanjaya tidak percaya yang menganggap Dokter hanya salah cek saja. Namun itulah takdir, takdir keluarga nya memang seperti ini. Kesalahan apa yang keluarga nya buat sehingga masalah ini terjadi? Nyawa cucu nya berada di ambang kematian. Belum ada perkembangan selama beberapa hari dan masih seperti itu saja.

Sanjaya menunduk. Dia memejamkan matanya sejenak. "Ma, kalau Papa gak maksa Noly terima perjodohan, ini gak akan terjadi kan?"

Lydia segera menoleh. "Papa bilang apa? Papa bilang ke semua orang kalau jangan menyalahkan diri sendiri. Kenapa Papa jadi kayak gini? Gak ada yang harus disalahkan Pa, cukup, Mama gak mau denger hal ini lagi"

"Memang benar Ma, Papa yang menyebabkan kehancuran keluarga kita ini. Papa penyebab nya, harusnya Papa tidak ikut campur dalam urusan cucu-cucu Papa, tetapi Papa malah masuk dan merusak segalanya. Papa salah Ma. Papa juga banyak salah sama semua orang. Banyak salah sama Jegas, banyak sekali" pikiran nya membawa Sanjaya kepada kejadian beberapa tahun lalu

Sanjaya selalu mengutamakan keinginan nya untuk melakukan sesuatu. Memikirkan hasilnya dari satu sisi tanpa memikirkan sisi yang lainnya. Sanjaya tidak sadar, demi mewujudkan keinginan yang dia anggap benar itu, dia telah menyakiti banyak orang dan secara perlahan menghancurkan keluarga nya sendiri.

Adhiyaksa Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang