"Halo, Sya?" Suara itu terdengar setelah beberapa kali ponsel gue berdering terus menerus menganggu tidur gue. Gue yang menjawab panggilan hanya melenguh malas. Ah, ini hari libur dan sekarang gue merutuki diri sendiri kenapa tidak menyalakan mode silent semalam.
"WOI SYA!"
"Mmh apasih Far, gausah teriak!" Pekik gue setelah dia berteriak memastikan bahwa gue benar-benar sadar telah menjawab panggilannya.
"Lagian lo gak jawab gue sih!"
"Ada apaan sih? Kalo gak penting gue matiin sekarang."
"SABAR ELAH! Gue tau lo hari ini libur, jadi lo gabisa ngelak. Nanti malem meet up di bar neo ya, Sya." Gue yang mendengar itu jelas mengerutkan alis tidak suka. Ya tentu saja? Ini hari libur, harusnya gue memuaskan tubuh gue tidur diatas ranjang empuk ini, bukannya sibuk melayangkan diri dengan menenggak segelas botol memabukan itu.
"Nggak—"
"Eits! No, harus dateng. Wajib. Kudu. Btw, gue ajak circle sebelah hehehe, SEE YOU SYA!" Farah mematikan sambungan secara sepihak setelah melayangkan kecupan mengejek sekaligus menyebalkan.
"Sialan." Baru aja ingin melanjutkan tidur sebelum gue terlonjak,
"HAH CIRCLE SEBELAH?!" Farah sialan.
—
Ya, dan disinilah gue, tempat dimana musik mengalun dengan keras disertai dengan segerombolan orang-orang yang melakukan kegiatan 'bersenang-senang' tak lupa dengan aroma alkohol yang tajam berserak dimana-mana.
Gue memutar bola mata malas setelah melihat keadaan sekitar. Tidak ada gairah yang gue rasakan walaupun tempat ini penuh dengan kesenangan.
"Hi." Suara baritone menyapa telinga gue halus disertai dengan wangi parfum musky bertubrukan menyeruak. Melirik sang pemilik suara sekilas, lalu kembali membuang pandangan kearah lain. Entahlah, yang penting gue udah sekilas melihat tanda menyadari kehadiran dan 'membalas' sapaannya.
Ternyata pria tadi tidak sendiri, bisa dilihat oleh ekor mata gue, mereka duduk dihadapan kami bersamaan sembari saling menyapa dengan fist bump. Tentu, tidak dengan gue. Gue sama sekali gaada ketertarikan disini.
Pandangan gue masih kearah lain sebelum tawa Sarah mengalihkan perhatian gue.
"HAHAHAHAHHA Lo gila sih, El." El? Gue dengan cepat melirik siapa orang yang Farah panggil dengan nama 'El' itu.
Deg.
Segera gue alihkan pandangan mata gue kearah lain dengan asal. Ah sialan, entah gue yang tertangkap basah melirik atau pria bernama 'El' itu sudah memerhatikan gue sedaritadi. Masa bodo dengan itu, yang penting sekarang jangan sampai iris gue menatap mata itu lagi.
Bisa gue lihat, pria itu mengambil sebotol minuman di depannya, kemudian menenggaknya. Perlahan gue lirik lagi dengan yakin bahwa ia pasti fokus dengan minumannya.
Tapi, telak. Kesimpulan gue salah telak. Iris hitamnya tetap fokus mengunci tatapannya kearah gue dengan mulut yang menenggak minumannya dengan cepat seolah dehidrasi memeluk dirinya. Dengan keberanian yang tersisa, gue menatap balik iris jelaga yang menatap gue itu.
Ia meletakkan botol yang ia minum dengan menyisakannya setengah. Menyenderkan punggungnya dengan tangan yang ia rentangkan, lalu ia letakan pada senderan sofa yang ia duduki. Masih dengan iris yang menatap, ia tersenyum mengejek diikuti dengan kekehan sarkas.
Tentu saja gue merasa tersinggung, decih dari mulut gue terdengar tanpa gue sadari.
Gue berdiri dari tempat duduk, ingin cepat hilangkan radarnya dalam netra.
Sialan.
"Mau kemana, Sya?" Tahan Farah setelah melihat gue bangun secara tergesa-gesa.
"Ke toilet."
"Oh, okay."
Sebelum pergi, gue sempatkan lengoskan mata padanya. Tentu saja dengan netranya yang masih menatap gue.
Setelah sampai kamar mandi, gue hembuskan nafas kasar dan mencengkram wastafel, sebal.
"El or whatever your name, just fuck you!" Sumpah serapah gue ke hadapan cermin di depan seolah cermin itu adalah pria arogan tadi.
Dirasa sudah cukup meredam amarah, gue keluar sembari mengeluarkan seputung rokok guna mencari udara segar sekaligus menghirup nikotin ini.
Baru selangkah gue keluar dari toilet, tangan gue ditarik paksa, menyeret gue kearah pojok lorong.
"Ck! Apaan sih, lepas!" Bukannya melepas, tubuh jangkung yang tadi menyeret gue malah menyudutkan tubuh gue ketembok dengan tangan gue yang masih dalam cengkramannya. Sedangkan tangannya satu lagi merebut sebatang nikotin dari kedua jari gue secara paksa.
Mengapit seputung rokok itu diantara bibir indahnya, lalu merogoh korek di kantong celananya. Netranya sibuk menatap gue selagi tangannya juga sibuk menyalakan rokok.
Sedangkan, otak gue sibuk menyumpah serapahi pria arogan bernama 'El' yang ada dihadapan gue.
Setelah menyala, ia menyesapnya. Dan dengan sengaja mendekatkan wajahnya ke gue, lalu menghembuskan asapnya tepat di depan wajah gue. Bisa gue rasakan nafasnya bertubrukan antara nikotin dan alkohol yang tajam menyeruak.
Sungguh perpaduan yang memabukan.
"I'd like to know your name, Miss." Suara baritone itu akhirnya keluar setelah sedaritadi bagaikan bisu usai menyeret gue seenaknya.
Sialan, ini terlalu dekat. Jika gue memberontak sedikit saja, sesuatu bisa saja bertabrakan.
"Shane." Jawab gue tegas seraya membalas tatapan tajamnya yang tiada hentinya menatap netra gue. Entah ada apa dengan mata gue, irisnya itu tidak pernah ia alihkan dari mata gue.
"Shane. Pretty name like the owner." Balasnya dengan sudut bibir terangkat. Gue hanya memutar bola mata malas saat bibir itu ucapkan kata manis yang kosong.
"Shane, but people called you 'Sya'?"
"Only people closest to me are allowed to call me by that name." Kekehan sarkas lagi-lagi terdengar ditelinga gue.
"Cute." Entah apa maksud dari perkataannya, tetapi fokus gue sekarang hanya tangannya yang mengelus pinggang gue lembut.
Netra yang sedari tadi seolah terkunci ke mata gue, kini berpindah fokus ke potongan leher gue. Wajahnya perlahan menunduk mendekatinya dengan ceruk leher gue.
Tapi sebelum semakin dekat, gue tahan dengan tangan gue di dadanya. Dia yang melihat gue menahannya hanya menatap gue dengan alis terangkat sebelah meminta penjelasan.
Sedangkan, gue sibuk mengalihkan pandangan gue guna mencari kewarasan agar gue bisa merelakan diri gue pergi dari hadapannya dan tidak menyesal dikemudian hari.
Tangannya terulur meraih rahang gue agar menatapnya, tetapi refleks tangan gue yang menahan agar telapak tangannya itu tidak menyentuh gue itu lebih cepat dari dia.
Gue segera melepaskan diri dari kungkungan tangannya yang berada dipinggang gue dengan paksa, lalu melarikan diri menjauh dari dirinya tanpa melihat bagaimana reaksinya.
Persetan dengan rasa kecewa dikemudian hari, saat ini gue berusaha agar tidak berurusan dengan pria bernama 'El' itu. Gue tau, jika gue hanya diam menurutinya, gue akan terjebak dan tenggelam akan pesonanya. Dan gue tau, gue hanya akan mendapat sakit darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NCT AS
FanfictionIn this universe, you are the main character! Feel free to leave a comment for request. Pict cr. to Pinterest ©illusionic 2023