"HAHAHAHA SUMPAH BENER BANGET." Jihan dan teman-temannya tertawa mendengar pekikan suara temannya yang seperti sangat mensetujui apa yang sedang mereka bicarakan.
Nada dering dari ponselnya terdengar, membuat pusat perhatian teman-temannya menuju kepadanya. Jihan mengambil ponselnya dengan penasaran siapa yang menelfonnya.
Ia terkesiap melihat nama kontak yang tertera. Dengan cepat Jihan menutupi ekspresi terkejutnya dan melirik ke arah teman-temannya.
"Gak di angkat, Ji?" Dara, temannya, menanyakannya saat melihat Jihan yang hanya diam membiarkan ponselnya yang terus berdering. Jihan mengangguk, dan berdiri dari kursinya. "Iya, gue angkat dulu. Bentar ya." Teman-temannya hanya mengangguk mempersilahkan.
Setelah turun ke bawah untuk menjauh dari mejanya, ia mengangkat telfon. "Halo, Jen?" Ia tidak mendengar jawaban dari pria itu.
Ia menjauhkan ponsel dari telinganya, memastikan telfon sudah tersambung. Ia mengerinyit, masih belum ada jawaban setelah ia memastikan bahwa telfon terhubung.
"Jendra?"
"Sebentar, Ji." Akhirnya suara dari penelepon terdengar bersamaan dengan suara seseorang sedang mengetik.
Jihan yang mendengar itu pun mengerti. "Okay, take your time. I'll wait." Beberapa detik berlalu. Masih mendengar suara ketikan dari ponselnya, ia memainkan kakinya dengan sedikit gelisah. Menerka-nerka apa yang akan dibicarakan oleh Jendra.
"Ji? You there?" Jihan terkesiap sejenak mendengar suara itu.
"Yep. So...?" Jawabnya dengan nada tanya.
"Kamu masih diluar sama temen?"
"Uhm, iya." Jihan mendongak melihat teman-temannya sekilas yang berada di rooftop.
"Oke, nanti aku yang jemput ya." Jihan membulatkan matanya mendengar pernyataan itu.
"Eh? Tiba-tiba?"
"Ya... iya? Kenapa emang?"
Pikiran Jihan berkecamuk mencari alasan apa yang harus ia gunakan agar pria itu tidak jadi menjemputnya. Beberapa detik pun berlalu dengan keheningan.
"Ji?"
"Ah, iya. Aku kesini sama Gia. So, aku gak bisa pulang bareng kamu." Mendengar alasan Jihan, Jendra mengangkat alisnya.
"Terus apa? Aku kan-"
"Aku nggak enak. Lagian juga abis ini aku mau beli sesuatu sama Gia." Jendra mengerinyit kan dahinya dengan tambahan alasan Jihan setelah memotong ucapannya dengan cepat.
"Beli apa emang? Kan bisa sama aku."
"Nggak bisa. Aku mau beli make up. Lama, kalo sama kamu pasti nanti kamu bosen."
"Nggak. Biasanya juga aku yang temenin kamu beli gituan, kan?" Jihan meneguk ludahnya panik saat alasan bertubi-tubi darinya tak juga mempan pada Jendra, pria itu terus-terusan punya jawaban atas alasannya.
"Iya, tapi-"
"Kenapa sih, Ji? Kamu gamau aku jemput?"
"Bukan gitu..."
"Terus, apa?"
Jihan mengigit bibirnya frustasi karena tak kunjung mendapat alasan untuk menjawab pertanyaan pria itu.
"Ji? Ngomong sama aku, aku ada salah atau gimana? Kamu sampe kayak segininya gamau-"
"Nggak kayak gitu, but our relationship-" Keheningan pun menyelimuti keduanya setelah Jihan lagi-lagi memotong ucapan Jendra. Jihan yang menyadari perkataannya, menutup mulutnya dengan tangannya, terkejut karena tak sengaja keceplosan memberitahu alasan sebenarnya ia tak ingin dijemput oleh pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NCT AS
FanfictionIn this universe, you are the main character! Feel free to leave a comment for request. Pict cr. to Pinterest ©illusionic 2023