Chapter XIV
---
Tirai tertutup membuat ruangan begitu gelap, di dalam ruangan tampak banyak buku berserakan hampir di semua sudut ruangan. Saat ini, Leandra tengah mengobrak abrik buku-buku yang dibawakan Jaren untuknya. Bermacam buku ada, mulai dari buku sihir, sejarah, kedokteran hingga buku yang membahas kekuatan suci milik dewa. Leandra membaca tumpukan buku tersebut dengan teliti tanpa terlewat satu pun. Ia membaca semuanya, dengan harapan dapat menemukan solusi untuk menyelamatkan istrinya.Selama seminggu Leandra berada di kantornya tak pernah keluar, semua ia lakukan di kantornya tersebut membaca buku. Namun, selama seminggu itu pula tak ada satu pun solusi yang ia dapat. Tak ada satu pun buku yang membahas tentang mana yang berlimpah sebelum lahir. Frustasi dirinya dibuat, mengacak acak rambut depannya.
Jaren yang terus melayaninya pun merasa frustasi dan sedih, ia juga tak dapat menemukan buku yang tepat untuk masalah tuannya. Semua perpustakaan dan toko buku ia kunjungi. Jenis buku yang memungkinkan ia bawakan, namun tetap tak ada hasil sama sekali. Jaren merasa dirinya tak cukup cakap dalam membantu tuannya.
"Apakah pada akhirnya aku harus meminta bantuannya?" Tanya Lean pada dirinya dengan nada rendah, mengusap kasar wajah frustasinya. Ia menghela napas dengan berat.
Leandra bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Ia membukanya dan keluar, berniat mencari udara segar untuk menjernihkan pikiran setelah sekian lama mengurung diri. Leandra berniat pergi menuju taman. Taman tanpa bunga dan daun hanya hamparan salju dan pohon gundul yang ada di sana.
Namun, ditengah perjalanannya menuju taman tak bernyawa tersebut, ia justru melihat adanya dua kereta yang masuk ke halaman rumahnya. Ia melihat lambang yang terdapat di kereta tersebut, langsung mengenalinya. Lambang milik Kekaisaran Allagi, negeri asal istrinya.
Dari salah satu kereta, turun seorang wanita bersurai hitam malam bergelombang dengan mantelnya, dituntun kesatria. Wanita tersebut langsung berjalan ke arah Lazschra yang berdiri tak jauh darinya dan memeluknya dengan erat. Disusul dua orang lainnya dari kereta yang satu lagi, setelah itu mereka masuk bersama. Leandra menyaksikan itu semua dari balik jendela lantai tiga rumahnya.
Setelah kejadian tersebut, Leandra terus memperhatikan mereka selama beberapa hari hingga lupa akan tujuannya. Namun, ia tetap tak berinteraksi sedikit pun dengan Lazschra, tak berniat memulai begitu pun lawannya. Entah harga dirinya yang terlalu tinggi atau bagaimana.
---
Hari ini, Leandra hendak keluar, pergi menuju suatu tempat. Ia keluar dari mansion menggunakan baju musim dingin dengan jubah mantel birunya, mengendarai seekor kuda sehitam arang yang gagah, di besarkan olehnya dirinya sendiri, tanpa berpamitan dengan Lazschra mau pun tamunya serta tanpa memberitahu Jaren.Ia pergi diam-diam dini hari saat matahari bahkan belum menampakkan diri, bersama kudanya menuju arah selatan. Kuda tersebut berlari laju tanpa kenal rasa lelah, selama beberapa waktu ia berlari hingga hampir sampai ditempat tujuannya. Leandra turun dari kudanya dan menatap gerbang didepannya, tertulis huruf kuno di depannya yang berarti 'Selamat Datang di Desa Amore'.
Desa Amore, berada di bagian ujung selatan Kota Eiyra. Dekat dengan perbatasan antara Kota Anashka, Kota Vera serta Kota Eiyra itu sendiri. Sebuah desa kecil yang penduduknya tak begitu banyak, hanya terdapat beberapa rumah dan beberapa toko di dalamnya. Beberapa toko masih tutup karena ini masih dini hari, bahkan hampir tak ada orang di jalanan.
Leandra berjalan memasuki desa, berjalan di jalanan utama. Beberapa orang yang sudah beraktivitas memerhatikannya, mereka merasa asing dengan keberadaanya. Meski pun terus diperhatikan, Lean tak merasa terganggu dan terus berjalan ke arah tujuannya yaitu sebuah rumah tua di pinggir desa.
Rumah tua kayu di pinggir desa. Dinding-dinding kayunya tampak sedikit berlumut, hanya ada jendela kecil yang masih tertutup dan pintu kayu jati yang terkunci di depannya. Banyak ilalang disekitar rumah tersebut, tumpukan perkakas yang berantakan, tempat memotong kayu serta tumpukan kayu terpotong yang disusun di depan jendela.
Disaat Leandra memperhatikan sekitar, pintu kayu terbuka. Seorang pria paruh baya keluar dari dalam. Ia terkejut melihat Leandra yang wajah tenangnya menatap datar ke arahnya.
"Oh Tuhan! Apakah kau sebegitu niatnya membunuhku?" Ucapnya terkejut sembari memegang dadanya.
"Membunuh? Kalau aku benar-benar berniat kau sudah sejak lama mati, Paman." Leandra berkata malas pada pria tua didepannya.
"Bocah tak sopan!" Kata pria tersebut pada keponakan arogan didepanya.
Setelah itu terjadilah keheningan diantara mereka selama beberapa saat, hingga pria tersebut yang memecahkan keheningan sebab ia tahu Leandra tak sudi memulai percakapan. Pria tua tersebut berdeham dan melihat ke arah Leandra dengan mata biru mudanya yang sama seperti Leandra.
"Jadi, apa yang kau lakukan disini, Pangeran?" Tanyanya pada Leandra, ia masih berdiri didepan pintu kayu rumahnya.
Leandra menatap kearahnya dalam diam selama beberapa saat, matanya menatap dengan tenang dan dingin seperti tak ada emosi.
"Aku ingin bertanya sesuatu padamu, Paman." Ujarnya tenang pada pamannya tersebut.
"Bertanya? Kau? Jangan bilang kau kemari hanya untuk bertanya pada pria tua ini? Atau memang begitu?" Ujarnya dengan rentetan pertanyaan kepada Leandra.
Leandra mengernyitkan dahinya sedikit namun ia kemudian menetralkan kembali ekspresinya dan menghela napas berat.
"Sungguh, ini hal yang penting. Aku membutuhkan pengetahuanmu." Ujarnya berat pada pamannya.
Pria tersebut diam selama beberapa saat kemudian mengangguk setuju.
"Baiklah, keponakan kecilku sudah susah payah datang kemari, jadi akan kukabulkan permintaanmu, Lean. Kalau begitu ayo kita masuk dulu." Ajaknya pada Lean dan masuk lebih dulu ke dalam rumahnya.
Leandra melangkah masuk kedalam rumah kayu tua tersebut. Meski pun dari luar tampak lusuh, bagian dalam rumah tersebut terbilang cukup rapi. Meja kecil dengan beberapa ditengah, dapur yang sempit namun rapi disebelah kanan dan kasur di bagian paling dalam rumah tersebut.
Leandra masuk dan duduk disalah satu kursi yang ada ditengah ruangan. Ia melepaskan tudungnya dan memperlihatkan wajahnya dengan jelas serta rambutnya yang tergerai.
"Mau minum sesuatu?" Tanya pria itu padanya dari dapur, meski pun tak begitu jauh.
"Apa saja yang ada." Ucapnya tenang sebagai respon.
Pria tersebut mengangguk dan mempersiapkan minuman untuknya. Tak berapa lama kemudian, ia datang dengan dua gelas teh hangat dan meletakkannya di atas meja, satu untuk Leandra dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian ia duduk di kursi diseberang meja.
"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?" Tanyanya pada Leandra, lalu ia menyesap tehnya sedikit.
Leandra memegang gelas tehnya menghangatkan tangannya yang dingin. Ia menatap ke arah teh tersebut dengan diam selama beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan pamannya. Dia kemudian mengangkat wajahnya dan melihat kearah pamannya.
"Mana yang berlimpah sebelum lahir, apakah ada kasus seperti itu sebelumnya?" Tanyanya pada pamannya tersebut setelah keheningan panjang.
---
Hey Hey Hey! Maaf udah lama gak update, maklum writer block. Ini episode terbaru hari ini, agak panjang dikit maaf juga karena telat ya.Jangan lupa komen dan vote ya, terima kasih^^~
KAMU SEDANG MEMBACA
Grand Duke & Grand Duchess [HIATUS]
Любовные романы--- Perang antara Kekaisaran Allagi dan Kekaisaran Lykos terus berlanjut dan menyebabkan kerugian yang sangat besar. Guna menghentikan perang yang tak berujung, Kaisarina Lykos saat itu Letricia Dil Lykos dan Kaisar Allagi, yaitu Maximillian De Law...