Ayah

78 12 0
                                    

Chapter VI

---
(Leandra POV)

Pintu di tutup. Di dalam ruangan hanya ada aku dan Lazschra, istriku.

Kami menikah 72 tahun yang lalu didasari alasan politik yaitu perjanjian perdamaian. Dia adalah Putri Mulia Agung pertama Kekaisaran Allagi sedangkan diriku saat itu merupakan Pangeran Mulia Agung kedua Kekaisaran Lykos.

Tidak ada cinta di antara kami. Aku, mau pun dia. Aku yakin sudah ada pria yang ia cintai sebelum menikah denganku, begitu pula diriku. Aku menerima pernikahan ini dengan pasrah. Lebih baik dari pada ku akhiri hidupku karena patah hati. Lagipula hal ini merupakan kewajibanku sebagai seorang pangeran. Menikah untuk perdamaian antar dua kekaisaran.

Saat ini aku tengah membuka baju zirah besiku dibantu dirinya. Satu persatu kulepaskan hingga tersisa baju dalam.

"Syukurlah anda kembali dengan selamat tanpa kurang satupun." Ucap istriku.

Ku hanya diam tak menjawab sembari menatapnya.

"Duchess." Panggilku padanya.

Ia mengangkat kepalanya untuk melihatku yang lebih tinggi darinya. Wanitaku diam menungguku melanjutkan kalimatku.

"Bisa kau jelaskan maksud bersuka cita di suratmu dua bulan lalu?" Tanyaku padanya dengan tatapan serius.

Matanya berkedip beberapa kali dengan ekspresi aneh. Tak berapa lama ia pun tertawa. Diriku melihat reaksinya hanya terdiam bingung.

"Mengapa kau tertawa? Apa yang lucu?" Tanyaku kebingungan padanya.

Saat mendengar pertanyaanku ia justru semakin tertawa dan diriku semakin bingung. Dan butuh waktu beberapa menit hingga ia berhenti tertawa yang tampaknya itu ditujukan padaku.

"Maafkan atas kelancangan saya, Duke." Tukasnya padaku sembari mengelap air matanya yang keluar karena terlalu banyak tertawa.

"Saya tak menyangka anda bertanya tentang hal itu." Ujarnya padaku sembari berjalan menuju sofa yang tak jauh dari tempat kami berdiri.

"Apakah anda benar-benar tak tahu bersuka cita yang saya maksud disurat? Anda tak bisa menebaknya sampai langsung bertanya pada saya saat anda baru sampai karena penasaran?" Tanyanya padaku dengan nada yang sedikit terdengar seperti menyindir padaku.

Mendengar hal itu aku berjalan menuju sofa tempatnya berada dan duduk di sofa yang ada diseberangnya.

"Ada beberapa hal yang kupikirkan saat membacanya, tapi aku tak begitu yakin.." Ujarku dengan sedikit bergumam di akhir.

Kulihat ia hanya tersenyum kearahku. Setelahnya ia menundukkan kepalanya dan berkata.

"Bagaimana menurut anda tentang anak?" Tanyanya padaku tiba tiba. Mendengar hal itu aku pun terdiam menatapnya.

Anak? Kenapa ia tiba-tiba membahas tentang seorang anak? Memangnya ada apa dengan anak?

Berbagai macam hal kupikirkan hingga tak sadar bahwa ia sudah duduk disampingku. Tangannya yang ramping Menyentuh tanganku yang saling bertautan padaku. Merasakan tangan hangatnya, aku pun menolehkan kepalaku padanya. Ekspresi wajahnya jelas menunjukkan bahwa ia khawatir padaku.

"Anda tidak apa, Duke?" Tanyanya padaku dengan nada khawatir.

Netranya yang berwarna semerah darah itu memancarkan tatapan hangat padaku. Setiap dia menatapku dengan tatapan seperti itu, rasanya ada sesuatu yang meleleh dari dalam diriku. Tak kuasa diriku menolak permintaan yang akan datang darinya nanti.

"Duke?" Cetusnya lagi padaku.

"Kenapa?" Tanyaku padanya dengan suara yang kecil.

"Apa maksud anda?" Tuturnya tak mengerti.

Raut wajahnya menunjukkan ekspresi yang bingung menatapku. Aku menghela napas tatkala melihat ekspresinya.

"Kenapa kau menanyakan hal seperti itu padaku tiba-tiba? Bukankah tadi kita sedang membicarakan tentang bersuka citanya dirimu?"
Tanyaku panjang lebar padanya.

Mendengar pertanyaanku tersebut, ekspresi bingungnya perlahan menghilang bergantikan dengan ekspresi datar.

"Bersuka cita yang saya maksudkan berhubungan dengan pertanyaan saya tentang anak pada anda, Duke." Ujarnya padaku.

Lazschra menghadap ke depan, tatapannya tampak fokus pada sesuatu. Kuikuti arah pandangnya dan tampak sebuah kotak perhiasan kuno di atas meja kecil didepan. Kutatap kotak itu dengan penasaran. Kotak itu tidak tampak istimewa, hanya terdapat ukiran emas sebuah lambang. Kulihat kembali kearahnya, ia juga menatapku. Mata kami saling menatap satu sama lain.

"Saya hamil, Lean" Ucapnya padaku.

Mendengar hal itu, aku membelalakkan mataku. Hening selama beberapa saat, tak ada satu pun yang berbicara.

"Sudah memasuki minggu ke-10" Lanjutnya dengan mata yang kembali menatap kotak di meja.

Aku tak tahu harus merespon apa. Aku hanya diam dan menyenderkan punggungku pada sofa. Tidak sekalipun terpikirkan olehku bahwa ia sedang mengandung.

Perlahan ku arahkan tanganku pada perutnya yang datar. Ia terkejut akan aksi tersebut, namun ia tak berbicara dan membiarkanku. Ku elus perlahan perutnya, sembari memikirkan akan seperti apa anak tersebut nanti.

Ditengah aksi mengelus tersebut, ia meletakkan tangannya di atas tanganku. Senyuman lembut terukir di wajah pucatnya. Begitu indah senyuman itu, membuatku merasa ingin melindunginya yang begitu indah ini.

Kutarik tanganku dan kupeluk dirinya dari samping. Ku lemaskan tubuhku dan bersandar, menutup mata menikmati suasana.

(Leandra POV End)
---
Di tengah keheningan yang terjadi pada pasangan tersebut, terdengar ketukan dari luar ruangan.

"Yang Mulia, sudah saatnya makan malam" Ucap pelaku atas ketukan tadi.

Dari dalam, Leandra mendecakkan lidahnya sebab ia tak suka waktunya diganggu. Mendengar decakan tersebut, Lazschra buru-buru membalas ucapan pengetuk tersebut.

"Tunggu sebentar, kami akan segera keluar" Tukas Lazschra sedikit berteriak.

Lazschra menyeret suaminya untuk segera mandi dan bersiap. Selama Lean tengah mandi, Lazschra menyiapkan pakaian untuk dipakai saat makan malam.

Setelah selesai bersiap mereka membuka pintu dan keluar dari ruangan bersama yang mereka miliki. Berjalan menuju ruang makan bersama di iringi pelayan dibelakang.
---

Jangan lupa komen dan vote ya, terima kasih^^~

Grand Duke & Grand Duchess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang