5. lima

43 6 0
                                    

Weekend pagi, senja sudah berdiri di rumah besar yg ada di depan nya itu. Kaki berbalut sepatu kets itu melangkah melewati gerbang.

Alisnya meluik menyirit melihat begitu tak terawatnya rumah itu, kebun yg mulai di tumbuhi tanaman liar tak hanya itu bahkan debu di mana mana, tembok dan lantai yg terlihat kusam.

Kakinya terus masuk hingga sampai di depan pintu, mengalihkan pandangan nya dari situasi rumah besar itu, tangan lentiknya terangkat mengetuk pintu besar itu.

Matanya mencari letak bel hingga menemukannya, tangan nya terangkat lebih tinggi namun karna dirinya pendek dia tak sampai, kakinya berjinjit untuk mencapai bel itu.

3 kali dengan susah payah senja tekan akhirnya pintu terbuka menampakan langit dengan keadaan yg begitu berantakan, bahkan senja melihat darah di lengan dan bekas sayatan di sana, hal itu membuat senja melotot terkejut.

"La-langit" sapa nya sedikit gugup.

"Ngapain? " tanya langit dingin.

"Emm... Lama kita ga ketemu kan, gue cuma mau ngunjungin lo" ujar senja dengan memperlihatkan senyum terbaiknya.

Mereka memang tak ketemu sejak di rooftop waktu itu, senja yg di sibukan oleh olim dan langit yg sudah selama itu tak masuk sekolah tanpa keterangan.

"Lo baik baik aja kan? " tanya senja dengan wajah kwatir.

"Mending lo balik, lo ga akan berguna di sini" senja terdiam mendengar usiran tegas langit itu.

"Berguna kok.. Ayo lo belum sarapan kan" senja menarik lengan kangit membuat tak sengaja menekan luka yg sepertinya baru itu sampai membuat darah kembali mengalir.

Ringisan langit membuat senja terkejut melihat darah di tangan nya, senja menatap darah itu panik, pikiran nya kembali ke masa lalunya, kakinya mulai gemetar membuat raut heran langit muncul.

"Ma-maaf" gumam senja membuat langit menepuk bahu gadis itu.

Setelah berhasil menguasai dirinya senja menatap linglung langit lalu dengan cepat dia menghapus darah di tangan nya menatap wajah langit dengan tatapan ketakutan di sana.

"Gu-gue... Ayo... Gue... Gue obat... Gue obatin lo" ujarnya begitu sulit membuat langit menggeleng.

"Gue bisa sendiri" langit pergi meninggalkan senja yg masih berusaha mengendalikan dirinya.

"Tenang senja tenang, lo ga salah waktu itu, lo ga salah" ujar nya menyuarakan kata penenang untuknya sendiri.

Kakinya kembali melangkah dan terkejut melihat rumah yg super berantakan, kakinya lemas melihat banyak nya darah di mana mana, kakinya berlari ke arah langit yg duduk di sofa.

"Langit, apa yg terjadi? Lo ga papa? Lo abis kerampokan? " tanya senja panik.

"Ga" singkat langit membuat senja menghela nafasnya.

"Syukurlah"

Senja mulai meneliti rumah langit lalu berdecak kesal begitu melihat pecahan kaca maupun vas yg berserakan.

"Gimana keadaan nyokap lo" tanya senja yg tengah membersihkan dapur, melihat langit yg berjalan mengambil minum.

"Dari mana? " senja menghentikan aktifitas nya sejenak.

"Oh... Radit sama naufal cerita lo ga masuk setelah denger nyokap lo kecelakaan" ujar senja dengan menata piring yg tersisa di tempatnya.

"Satu, dua, tiga... Piring lo tinggal tiga" senja mengalihkan pandangan ke langit yg tengah menatap kosong meja makan.

"Sstt" senja menyenggol langit membuat pemuda itu meliriknya.

"Makan dulu, badan lo kaya belalang, kurus banget" ujar senja dengan di selingi ejekan.

"Ayo lang... Ntar lo tambah kurus loh" paksa senja.

Mau tak mau langit duduk memakan makanan yg senja bawa dari rumah, gadis itu kembali memunguti beling pecahan gelas dan piring yg berserakan depan wastafel dengan hati hati.

Selesai dengan beling itu, senja menata perabotan yg keluar dari tempatnya, lalu mulai membuka kulkas mencatat apa saja yg harus di beli.

Kakinya mulai melangkah mencari sapu dan lap pel, mengepel dapur dengan sangat bersih mengelap dan menata kembali perabotan tersebut lalu berpindah ke ruang keluarga.

Senja mulai mendorong sofa agar terlihat lebih rapi, membersihkan karpet yg begitu kotor, lalu kembali menggelar karpet lain yg senja dapatkan dari gudang yg langit tunjukan.

Dia kembali berkutat dengan meja tv memunguti pecahan vas yg berseralan, mengganti tirai dengan yg bersih, mulai menyapu dan mengepel lantainya.

Senja kembali berlalu setelah tugasnya di ruang keluarga selesai, dia berjalan menuju ruang tamu membuka gorden membuat cahaya masuk ke rumah, menata kembali buku yg berserakan, mendorong sofa agar sejajar, lalu mulai memegang kemoceng untuk membersihkan debu pada figura foto yg tertampang di sana.

Senja puas melihat karyanya lalu kembali ke ruangan yg ada di lantai 2 hal itu membuat senja melemas melihat darah di mana mana, gadis itu mencoba tenang ketika melihat darah di mana mana.

"Senja it's okey, darah ini ga menyakitimu" lagi lagi suara nya sendiri menyemangatinya.

Langit berjalan dari kamarnya membiarkan kamarnya terbuka, pemuda itu menuruni tangga melihat ruangan yg awalnya berantakan menjadi begitu rapi dan bersih, langit awalnya berpikir senja sudah kembali tapi melihat ini langit berpikir senja masih di sini.

Tepat saat langit hendak kembali ke kamar dia melihat senja yg memegang kepalanya dengan bertopang pada dinding, kakinya hendak melangkah tapi terhenti kala senja mengangkat benda pipih yg tadi berbunyi nyaring itu.

"Udah bun udah... Serius senja udah minum obatnya kok"

"Enggak senja ga boong"

"Nanti ya bun senja udah baik baik aja kok"

"Bunda ga perlu kwatir"

Senja jatuh terududuk tepat telepon mati. Langit hanya menyirit mendengar kata obat, apa gadis itu sakit? Bukan nya dia sehat? Berbagai pertanyaan mulai menyerang kepalanya.

"Ga papa? " senja mendongak begitu mendengar suara langit.

"Ga papa.. Cuma pusing dikit tadi kecentok meja noh" ujar senja tersenyum dengan menunjuk meja.

"Udah selesai? " tanya langit lagi membuat senja yg berdiri menoleh pada langit lalu menggeleng.

"Kamar lo lebih berantakan lang, gue boleh bersihin kan? Nanti kena kaca loh" ujarnya di angguki langit.

Pemuda itu membiarkan senja membersihkan kamarnya, senja mulai membersihkan pecahan kaca lalu menyapu dan mengganti gorden, sprei juga sarung bantal, bahkan dia membersihkan meja belajar langit yg bernatakan.

Setelah siap senja tersenyum puas, kakinya hendak melangkah pergi, tapi senja tak sengaja melihat figura foto seorang gadis yg tak asing di matanya.

"Jeslyn" senja menatap figura foto itu, di mengenalinya, jeslyn adalah sahabatnya dia begitu berarti dari apa pun senja punya, dan sebuah fakta ini membuat senja tak dapat berpikir positif.

Langit Milik Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang