7. Tujuh

40 6 0
                                    

Hari sekolah kembali tiba, senja berjalan dengan riang di koridornya dia tersenyum sesekali menyapa para murid, seolah senyum nya yg tak pernah luntur.

Dari kejauhan senja melihat langit berjalan bersama dengan viona, senja menghentikan langkahnya lalu senyum nya perlahan luntur.

"Hay senja" sapa viona dengan memeluk senja, senja hanya menerima dengan senyum berbedanya.

"Kamu baru berangkat? " tanya viona lagi di angguki senja yg melirik sedikit pada langit.

"Tadi ga dapet taksi" ujar senja membuat langit menyirit.

"Lo berangkat pake taksi" tanya langit di angguki senja.

"Udah ya gue mau ke kelas dulu naruh tas... Byee" senja berlalu dengan melambaikan tangan nya pada viona dan langit.

Setelah senja berlalu viona dan langit kembali berjalan, dengan sesekali viona menyuarakan suaranya.

❄❄❄❄❄

Hari hari berlalu, senja melihat langit semakin dekat dengan viona, bahkan senja seringkali melihat keduanya bersama, senja bahkan mendengar gosip hangat yg menyatakan kalau langit dan viona pasangan yg cocok.

"Ja.. Gue liat akhir akhir ini lo banyak diem" naufal bersuara.

Mereka ada di kantin saat ini, ada langit viona dan bayu juga di sana, tak lupa radit dan erlang yg memilih diam beberapa waktu ini.

"Enggak kok, cuma ada yg lagi di pikirin aja..." Ujar senja dengan tersenyum.

"Lang cobain deh enak kan"

"Iya enak"

Senja melirik viona yg menyuapi langit, dan langit yg menerimanya dengan senyum tipisnya. Entah kenapa senja malah merasa kesal sendiri.

'Ayo senja, lo ga boleh gini.. Dia cuma anggep lo temen ja sadar sadar'

Hatinya terus mengucapkan kata untuk dirinya sadar, tapi rasa yg tumbuh tanpa di ketahui itu lebih besar membuat senja tak tau harus melakukan apa.

"Ja... Ja... Senja... Wooy" sentak radit kala beberapa kali memanggil senja namun tak kunjung ada jawaban.

"Eh... Hah... Kenapa? "

"Lo kenapa sih, sakit? Muka lo pucet loh" ujar naufal, hingga seluruh mata tertuju padanya.

"Ga... Ini kan gue ga pake make up pantes lah pucet" kilahnya dengan mengibaskan tangan nya.

"Serius? " kali ini erlang bersuara membuat senja menatapnya.

"Serius, tanya vio.. Dia tau kok kalo gue ga pake make up" ujar senja menunjuk viona yg sibuk menyuapi langit.

"Vio" panggilan dari radit membuat viona menoleh menatap polos pemuda itu.

"Kenapa dit? "

"Kamu makin hari makin deket aja sama langit, kalian berdua ada hubungan? " tanya bayu memotong radit yg hendak berbicara.

"Engg... Apa sih abang ishh" terlihat viona malu membuat bayu terkekeh, sedangkan senja menunduk dalam dalam.

"Ciee... Kalian pacaran?" Tanya bayu lagi membuat seluruh mata tertuju pada keduanya.

"Abang isshh... Eng... "

"Iya kita pacaran" suara langit memotong ucapan viona membuat mereka terkejut, begitupun bayu, tapi senja lebih terkejut, apa lagi di tambah dengan hati nya yg sakit.

"Waah.. Dari kapan? Isshh kok kalian ga mau cerita sama aku" ujar senja dengan spontan membuat viona menunduk malu.

"Senja ihh... Aku maluu" ujar nya membuat senja tertawa, tapi hatinya seolah berontak tak terima.

Ting

Sebuah pesan masuk membuat senja mengalihkan fokusnya pada ponsel, nampak wajahnya sedikit gelisah dan itu tertangkap oleh mereka kecuali viona.

"Kenapa ja? " tanya naufal dengan mencoba mengintip ponsel senja.

Tapi secara cepat, senja menjauhkan ponselnya lalu menggeleng dengan tersenyum canggung.

"Ga papa kok, pesen dari bunda buat ga makan makanan pedes" ujar senja dengan mengaduk es teh miliknya.

"Bunda bilang apa? " tanya viona membuat senja menatapnya.

"Cuma ngingetin gue buat ga makan pedes vio"

"Bunda ga nanyain aku? " sedetik setelah viona berucap senja terdiam tak tau harus berkata apa.

"Emm... Tentu, bunda bilang buat kamu ga telat makan" dusta senja tak membuat viona mengembangkan senyum nya.

"Aku tau kok, bunda ga nanyain aku" vio berujar dengan tersenyum kecut.

"Senja... Harusnya lo ga perlu bohong kalo bunda nanyain vio" sentak bayu membuat senja menunduk takut.

"Ma-maaf"

"Cih, dasar pembawa sial, ayo vio" bayu membawa vio pergi lalu di ikuti langit membuat senja hanya dapat menatap sendu mereka.

"Ja... Lo ga papa? " senja menggeleng menjawab pertanyaan radit.

"Ke kelas yuk lang, tugas kimia gue belum di kerjain" ajak senja di angguki erlang.

Kakinya melangkah meninggalkan kantin bersama erlang, meninggalkan naufal dan radit yg menatap kepergian nya.

Sampai di kelas bukan seperti yg apa senja katakan, dia hanya duduk dengan mencoret abstrak pena nya pada buku, langit bahkan heran karna senja begitu serius mencoret abstrak buku itu.

Tak mau membuat senja terganggu, erlang memilih diam dengan tangan mengotak atik ponselnya, dia hanya sesekali melirik senja memastikan gadis di sampingnya itu tak apa apa.

2 tahun berteman dengan senja membuat erlang tau bagaimana gadis itu, senja memang gadis populer di SMA Mentari ini, namanya begitu bersinar di mana mana, seperti namanya senja yg memiliki sifat tulus, pantang menyerah, dan begitu semangat.

Senyum nya menggambarkan betapa semangatnya dia melangkahkan kakinya walau di atas duri sekalipun, senyum nya yg tak pernah luntur untuk tetap menghibur orang di sisinya.

Tapi erlang tau, senja membutuhkan hiburan, erlang merasa senja terlalu menutup diri pada dirinya sendiri, senyum nya untuk orang banyak tapi tidak untuk dirinya sendiri.

Kebahagiaan, tawa, canda, itu bukan untuknya, erlang tak pernah melihat senja bahagia atas pencapaian nya, walau beberapa kali erlang lihat senja tersenyum ketika menerima piala yg di menangkan nya, tapi tak sekalipun erlang melihat kebahagiaan di sana.

Mata nya selalu pintar menutupi segalanya, membuat erlang begitu susah memahami perasaan dan masalah yg gadis itu alami, hanya dirinya yg bisa.

Langit Milik Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang