Luna 1

1.1K 69 11
                                    

GS
.
.
.

Tokyo, Jepang.

Seorang pegawai laki-laki bertubuh tegap dengan setelan jas hitam formal dan kemeja putih membungkukkan badan sebelum membukakan pintu untuk pemuda tinggi yang melenggang  masuk ruang meeting sambil menyimpan kedua tangannya di saku mantel.

"Aku yang terakhir?" Haruto--pemuda dengan rambut coklat mencapai tengkuk leher yang baru saja datang--menyeletuk, membuat empat orang laki-laki yang lebih dulu berada dalam ruangan menoleh padanya.

"Tidak." Junghwan menyahut, menggelengkan kepalanya yang berambut hitam bergelombang. "Appa belum datang."

"Eiii~" Haruto mengesah dengan suaranya yang serak. "Bagaimana bisa orang yang mengundang malah belum datang~" sambil bicara begitu dia mendudukkan diri di sofa panjang dan lanjut merebahkan tubuh jangkung hingga terlentang.

"Ruto." Jeongwoo--yang usianya terpaut paling dekat dengan Haruto di antara kelima laki-laki tersebut--memanggil dari kursi sofa di sebelah saudaranya. "Kemana kau kemarin? Dan kemarinnya lagi? Dan kemarin sebelum kemarinnya?"

"Ada apa?" sahut Haruto, kedua matanya terpejam seolah tak peduli jika dia akan ketiduran.

"Aku ke rumahmu tapi kau tidak ada."

"Aku di rumah. Kapan kau datang?"

"Bohong." Jeongwoo menuduh. "Aku ke rumahmu sehari tiga kali tapi kau selalu tidak ada. Pagi jam 10, siang jam 4, malam jam 11."

Haruto membuka mata, kepalanya menoleh untuk dapat menemukan pemuda yang sudah mencebikkan mulut ngambek.

"Jam 10 pagi aku belum pulang kerja. Jam 4 siang aku sudah berangkat kerja. Jam 11 malam aku di tempat kerja. Bukan aku yang tidak ada di rumah, kau saja yang salah waktu," tandas lelaki bersuara serak.

"Kau bukannya sudah tahu aku kerja dimana. Di bar Yoshi Hyung. Kenapa tidak mencariku ke sana saja dan malah bolak-balik ke rumah seperti orang bodoh?" imbuh Haruto.

Mendengar penuturan yang balik memojokkannya, Jeongwoo makin cemberut.

"Memang ada apa kau mencari Haruto, Jeongwoo-ya?" sahut Yedam--yang sedari tadi diam mengarahkan mata pada halaman buku di tangan--mencoba menengahi.

"Disuruh Appa memastikan Haruto datang. Karena ponselnya susah sekali dihubungi," jawab Jeongwoo.

"Aku sudah memberitahunya waktu dia kerja." Yoshi meletakkan segelas minuman di dekat tempat Haruto rebahan.

"Makanya, kau itu kalau mau bertamu minimal telpon dulu. Tanya aku di rumah kapan, biar tidak zonk," nasihat Haruto seraya bangkit duduk dan mengambil minuman yang disiapkan kakaknya.

"Ponselmu saja susah dihubungi, gimana aku mau telpon?!" Jeongwoo menaikkan suara kesal.

"Iya, Haruto yang salah. Sudah, jangan bertengkar." Yoshi bergegas melerai.

"Kau pikir kau siapa sampai aku harus memprioritaskan telponmu?" namun nampaknya Haruto terlanjur tersulut.

"Gelut gelut gelut~" di sisi lain Junghwan sama sekali tidak membantu.

"Haru~ hentikan." Yoshi menegur. Di waktu yang sama Yedam juga menahan Jeongwoo.

"Jeongwoo~ sudah. Junghwan, diam."

"Ne~" yang termuda menjawab dengan patuh.

Sejenak suasana teredam meskipun ketegangan nampaknya belum terlihat surut dari cara Jeongwoo dan Haruto yang masih saling menatap sinis.

"Minta maaf," tuntut Jeongwoo tiba-tiba. "Minta maaf padaku karena kau sudah membuatku capek bolak-balik ke rumahmu."

"Ogah!" ketus Haruto. "Kau saja yang bego karena tidak tau jadwal kerjaku. Itu bukan salahku."

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang