Luna 12

582 55 12
                                    

Terima kasih untuk semua kata-kata baiknya🥺🫶❤️
.
.
.
.
.

Jihoon berjalan tanpa tujuan. Hanya melangkahkan kedua kakinya karena merasa ia perlu melakukannya. Sendirinya gadis itu tidak tahu dia hendak kemana dan dimana jalan setapak di hadapannya sekarang akan menemui batas.

"Jihoon-ah."

Sebuah suara menghentikan gerakan Jihoon. Gemanya terdengar familiar, memanggil nama gadis omega dengan nada akrab yang terasa menggelitik hingga ke dalam bilik hati.

Jihoon menolehkan kepala, mencari sosok yang baru saja menyebut namanya dan sekejab ia sudah berada di dalam sebuah ruangan luas dengan langit-langit sangat tinggi serta jendela yang turut menjulang nyaris dua meter. Dari salah satu kaca bening jendela yang mengarah langsung ke jalanan luar, nampak pemandangan megah Big Ben yang disoroti penerangan lampu dari arah bawah membuat jarum jamnya masih dapat terlihat walaupun cakrawala yang menaungi telah berubah warna menjadi jingga gelap.

Belum sempat Jihoon merasa bingung sebab tiba-tiba sudah berada di kota London, suara tadi kembali memanggil namanya.

"Jihoon-ah."

Kali ini terdengar lebih jelas, membuat gadis omega cepat menemukan sumbernya dan seketika ia tertegun.

"Ben..."

Bibir tipis Jihoon bergetar, sepasang mata bulatnya nanar menatap ke depan dengan sekujur badan mematung seolah sudah kaku, menyaksikan sosok seorang laki-laki yang justru sedang menyunggingkan senyuman dan memandangnya lekat dengan netra menyorot hangat.

"Jihoon-ah," nama gadis omega keluar dengan lembut dari celah bibir laki-laki yang membentuk bulan sabit dengan kedua mata di atas senyumannya.

"Aku merindukanmu, Jihoon-ah."

Namun Jihoon hanya bergeming. Jangankan untuk bicara, membalas senyuman pria itu dengan garis bibir yang sama saja, dia tidak melakukannya. Sebaliknya, raut wajah gadis tersebut justru berubah keras seolah tidak terkesan sama sekali dengan ucapan rindu yang disodorkan padanya.

"Jadi kau memutuskan untuk terus muncul bahkan di dalam mimpiku?" tanya Jihoon dengan nada sengit.

"Aku merindukanmu. Aku ingin bertemu denganmu." Laki-laki di depan gadis omega menjawab, masih dengan senyuman di wajahnya.

"Walaupun di dalam mimpi, akan ku pastikan kau enyah dari hadapanku juga!"

Mendengar kalimat barusan yang dilontarkan dengan nada tinggi, perlahan membuat senyuman memudar dari wajah lelaki yang memiliki aura alpha di tubuhnya. Hilangnya garis melengkung menjadikan bibir pria tersebut berubah datar, pun memunculkan sepasang mata monolids bersorot tajam yang tadinya nampak manis membentuk bulan sabit.

Menyadari ada perubahan sikap, kaki Jihoon bergeser ke belakang dengan sendirinya. Dia mungkin memang punya nyali yang besar, namun biar bagaimanapun ia cuma omega yang tekanan energinya berada jauh di bawah tingkatan alpha. Ia akan dengan mudah tunduk pada alpha tak peduli seberapa tangguh mental dan kekuatan fisiknya.

"Jihoon-ah, bukankah akan lebih bijak kalau kau bersikap baik?" lelaki bermata sipit bicara dengan nada yang ikut berubah datar.

"Jika kau tidak mau melakukannya untuk egomu, setidaknya lakukan untuk adik-adikmu."

Mendengar kata-kata terakhir pemuda alpha sontak membuat Jihoon mengedarkan pandangan. Sepasang mata boba gadis itu membeliak lebar tatkala menemukan ada lima sosok laki-laki dipaksa berlutut di tengah ruangan. Kedua tangan mereka terikat di punggung dan kepalanya menunduk dalam keadaan mata serta mulut terikat kuat oleh kain. Hanya satu orang yang dibiarkan tidak terikat mulutnya, satu-satunya yang memiliki aroma beta di antara kelima pemuda tersebut.

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang