Luna 10

492 46 18
                                    

🔞
.
.
.
.
.

Sambil menggumamkan senandung pelan, Jihoon mengelap satu per satu peralatan kikir kuku saat terdengar suara pintu salon dibuka yang membuatnya langsung menoleh.

"Maaf, kami belum buk--oh, selamat pagi~" gadis itu segera mengganti sapaannya ketika melihat yang baru saja masuk ternyata adalah pemilik salon, bos, sekaligus rekannya sendiri, Mashiho.

"Semalam kau yang mengantarku ke rumah 'kan?" gadis Jepang langsung menuding Jihoon dengan sepasang mata besar yang menyorot tajam.

"Eum," wanita yang lebih tua mengangguk. "Kenapa? Kau tidak ingat yang kau lakukan semalam?"

"Sedikit." Mashiho memasukkan tas ke dalam loker lalu memegang kepala yang masih terasa agak pusing efek hangover setelah mabuk. "Sepertinya aku kebanyakan minum. Aku tidak terlalu ingat semalam ngapain aja."

"Sepertinya kau harus mengurangi kebiasaan clubbing-mu itu," cibir Jihoon.

"Waktu aku mencarimu, apa ada yang aneh padaku? Make up-ku berantakan? Bajuku terbuka? Kissmark? Feromon? Bagaimana keadaanku?" tanya Mashiho.

"Kau cuma bau alkohol."

"Bagus!" gadis bertubuh mungil menjentikkan jari puas. "Berarti aku tidak menggila atau jadi binal."

"Berhentilah mabuk-mabukan," ulang Jihoon. "Kau cuma masih beruntung. Jangan menunggu sial baru kau akan menyesal. Kau pikir one night stand dengan orang asing itu romantis?"

"Kalau di novel sih iya." Bukan Mashiho namanya kalau tidak membantah.

"Kita patah hati, terus minum sampai mabuk, one night stand sama orang ganteng, lalu paginya bertengkar, salah paham, berpisah, dan tau-tau hamil. Waktu ketemu lagi, ternyata si ganteng itu adalah CEO sebuah perusahaan sultan yang sekalinya jatuh cinta akan langsung bucin. Happy ending! Yeaay~"

Jihoon melengos. "Kalau hidup segampang alur novel, aku tidak akan susah payah kerja menggambari kuku sampai mataku rasanya mau melompat keluar."

"That's why, 'hidup yang gampang' cuma ada di novel." Mashiho mengibaskan jari-jari tangannya yang lentik dan dipasangi kuku warna-warni dengan hiasan diamond berkilauan. 

Sambil menunggu jam salon dibuka, gadis mungil mengikat rambut panjangnya dengan sebuah karet gelang lalu mengambil celemek warna hijau di gantungan baju dan memakainya. Jihoon yang sudah selesai membersihkan peralatan juga meraih celemek warna merah. Sembari mengikatkan tali di belakang punggung, gadis tersebut berjalan ke pintu salon untuk membalik papan CLOSE menjadi OPEN.

Baru juga mendudukkan pantat di kursi salah satu meja tempat merias kuku, Jihoon sudah mendengus gusar lagi. Mashiho yang duduk di meja sampingnya sampai menoleh, mengalihkan perhatian dari ponsel yang baru saja dia nyalakan.

"Ada apa?" tanya gadis mungil heran melihat temannya tiba-tiba kesal.

Jihoon tidak menjawab, dengan raut wajah jengkel ia cuma memberi isyarat menggerakkan dagunya ke depan. Mashiho mengikuti arah yang ditunjuk dagu gadis tersebut dan langsung paham.

Dari kaca jendela salon yang sudah dilap bersih, nampak ada sebuah Tesla yang sedang mencoba parkir di belakang Ferarri milik Mashiho. Begitu nyala lampu mobil tersebut padam, pintu di bagian pengemudi terbuka memperlihatkan sosok seorang laki-laki dengan setelan jas rapi yang senyumnya dapat dilihat oleh dua gadis di dalam salon.

"Kenapa pagi-pagi begini dia harus kemari? Ishh...!" gerutu Jihoon. Nada suara maupun ekspresi wajahnya sangat menunjukkan rasa tidak suka yang bahkan tidak berusaha dia sembunyikan.

"Kau tidak boleh bicara begitu soal pelanggan setia salon ini," tegur Mashiho.

"Dia bukan pelanggan...!" gadis bermata boba melotot. "Dia ke sini karena berteman denganmu. Dia cuma mau membantu bisnis temannya."

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang