Luna 3

561 55 14
                                    

Malam sebelumnya

"Eonnie~~~" seorang gadis berperawakan ramping merentangkan kedua tangannya, menyediakan pelukan lebar untuk menyambut kedatangan Junkyu yang justru malah mencibir setelah berhasil menemukan keberadaan dia di antara ramai orang berlalu-lalang dalam bandara.

"Kenapa kau ke sini? Apa kau membuat masalah?" tuduh Junkyu langsung.

"Bukankah setidaknya kau harus memelukku dulu?" wanita yang sama-sama memiliki pipi chubby seperti saudarinya itu balas cemberut, pura-pura ngambek namun sedetik kemudian bibirnya ganti menyunggingkan senyum yang nampak polos tak berdosa.

"Hug me, Eonnie~"

"Tidak usah basa-basi, Kim Doyoung. Dulu kau sendiri yang memaksa-maksa ingin pergi dan bekerja di Jepang, lalu sekarang...? Tiba-tiba pulang ke Korea?" Junkyu masih mengomel sambil menunjuk koper besar di dekat kaki jenjang adiknya. "Masalah apa yang kau buat sampai harus balik ke sini?" perempuan tersebut mendelik galak.

"Aku jelaskan setelah kau memelukku," jawab Doyoung bersikukuh belum menurunkan kedua lengannya yang terulur di udara. "Come here~ hug me~"

Junkyu menghela napas panjang, walau begitu dia tetap membawa dirinya mendekat dan membiarkan sang adik mendekap tubuhnya erat.

"Aku kange--ouch! Bau bir!" Doyoung memekik kaget dan buru-buru melepaskan pelukan. Kedua alisnya mengerut. "Kau habis minum-minum?" pertanyaan gadis tersebut terlontar serupa tuduhan.

"Kau di Korea bukannya rajin bekerja tapi malah minum-minum...AKAN KU ADUKAN EOMMA!"

"Ikin ki idikin immi~ BICIT!" Junkyu kembali melotot. "Kau sendiri, kenapa buru-buru pulang ke Korea!? Masalah apa yang kau buat? Jangan bilang kau dikejar-kejar Yakuza di sana!"

"Nothing special~" Doyoung mengibaskan rambut panjang. "Aku cuma sedang bosan saja di Jepang," lanjutnya sembari menyunggingkan senyum manis di bibir yang sekejab membuat sang Kakak serta-merta ingin menciumkan alas sepatu pada muka adiknya.
.
.

Pagi harinya

"No, thank you."

"So cold~" bibir plump mencebik ketika mendengar balasan Asahi atas pernyataannya sementara gadis mungil dengan tangan ringan menepis ujung jari yang memegang dagu. Susah payah dia berusaha untuk bangkit duduk sambil menahan pusing kepala dan pegal-pegal di sekujur badan.

"Hang over?" melihat Asahi menampakkan ekspresi kesakitan, pria di sampingnya mengucapkan kalimat yang sudah pasti jawabannya. 

Tanpa menunggu tanggapan, badan jangkung itu lalu bergerak turun dari ranjang dan melangkah mendekati kotak obat di atas lemari pakaian untuk mengambil pereda nyeri. Sementara dari tempat tidur, si pemilik kamar hanya diam memperhatikan laki-laki tersebut yang berkeliaran dengan badan telanjang bulat seolah tidak punya rasa malu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" desis Asahi menerima obat pereda nyeri dan sebotol air minum yang memang selalu dia siapkan di kamar.

"I miss you," pria tinggi menjawab klise dan kembali merebahkan badan di spasi ranjang samping gadis mungil.

Asahi meletakkan botol air minum ke meja nakas, menoleh, dan menatap dengan sorot mata datar pada lelaki yang kembali memegang ponsel. Dia kemudian mengulurkan tangan untuk menyentuh sebelah pipi pria tersebut yang turut mengalihkan pandangan padanya. Beberapa saat tatap mata mereka bertemu. Manik bulat Asahi yang kecoklatan terkena cahaya dari lampu kamar dan netra sewarna yang terbingkai lebih tajam dengan garis lingkar mata yang tegas.

Plak!

Sentuhan berubah jadi tamparan dalam sekejab.

"AAACK!" pekikan lantang menggema menyuarakan rasa kaget dan panas yang serta-merta merambat di separuh wajah tampan. "WHAT THE--"

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang