Luna 9

466 44 21
                                    

"Mau pulang jam berapa nanti?" celetuk Jaehyuk membuat kedua rekannya yang masing-masing sedang mengaduk kopi di cangkir dan menyesap mochaccino instan, menolehkan kepala.

"Baru juga break coffee, sudah ngomongin pulang," sahut Junkyu.

"Lemburanmu sudah selesai?" laki-laki beta menuding, membuat raut muka gadis omega seketika suram.

"...belum." Bibir Junkyu melengkung ke bawah. "Bisa gila aku kalau setiap hari lembur...gini amat nyari cuan...hiks."

"Kau?" tak mengacuhkan drama Junkyu, Jaehyuk beralih pada Asahi yang masih menggerakkan sendok di dalam cangkir.

"Sebenarnya aku ingin pulang cepat karena mau melengkapi berkas untuk mengajukan visa baru. Tapi, sepertinya aku akan menemani kalian saja," jawab gadis beta.

"Karena Dongjin?" Junkyu hanya menebak namun temannya mengiyakan.

"Anak itu nekat. Dia mungkin akan datang lagi mencariku, tapi kalau sudah malam dia tidak mungkin datang. Dia selalu nongkrong dengan teman-teman premannya setiap malam."

"Kapan dia akan sadar?" desis Jaehyuk. "Menyerahkan harga diri dan jadi budak korporat bisa lebih memberikan cuan daripada mengikuti gengsi tapi malah jadi sampah masyarakat."

"Memberi cuan dan tekanan hidup," koreksi Junkyu.

"Itulah alasan kenapa bir, whisky, dan tequila diciptakan, Bestie," timpal Jaehyuk. Di dekat mereka berdua, Asahi hanya mengulum senyum mendengarkan.

"Aku duluan. Ada laporan yang tenggatnya hari ini tapi belum selesai aku beri belaian," pamit Jaehyuk, menghabiskan kopi di cangkirnya, lalu bangkit berdiri.

"Semangat membelai laporan~" balas Junkyu sambil melambaikan tangan pada Jaehyuk yang berjalan menuju pintu keluar breakout area (ruang istirahat) kantor.

"Sahi-ya." Junkyu lantas menoleh pada rekannya yang tenang menatap pemandangan langit dari jendela kaca tepat di sebelah tempat mereka duduk.

"Hm?" gadis mungil lalu menoleh untuk memandang rekannya.

"Kau benar-benar punya pacar?" tanya Junkyu dengan raut wajah serius.

Asahi terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaan barusan.

Menyadari jika ada keheningan muncul, buru-buru gadis tinggi melanjutkan bicara sebelum suasana berubah canggung.

"Aku tidak bermaksud ikut campur atau bagaimana soal kehidupanmu." Ia mencoba menjelaskan. "Tapi kalau memang kau punya pacar, aku harap dia orang yang bisa diandalkan."

Asahi masih diam. Ujung jempol tangannya bergerak pelan mengusap lingkaran cincin yang ia beli dengan uang Haruto dan sekarang telah terpasang di jari manisnya.

"Kau sudah mengalami banyak hal, Sahi-ya. Aku tidak mau ke depannya kejadian semacam itu menyulitkanmu lagi," ujar Junkyu tulus. "Kalau kau ada masalah atau membutuhkan sesuatu, kau bisa langsung menghubungiku dan Jaehyuk. Meskipun kami mungkin tidak banyak membantu, tapi kami ingin kau tahu kalau kau tidak sendirian. Kau masih punya kami sebagai temanmu."

Perlahan senyuman tersungging di bibir tipis Asahi mendengar kata-kata Junkyu.

"Terima kasih," gadis mungil itu mendesis. "Aku selalu merepotkan kalian--"

Dengan cepat Junkyu mengibaskan tangan. "Justru kami yang selalu merepotkanmu," ia menepis. "Kau sudah banyak menderita menanggapi kerempongan kami berdua. Iya 'kan?"

Asahi langsung mengangguk. "Memang," balasnya membuat kedua mata Junkyu serta-merta membulat, tidak mengira jika kata-katanya akan diiyakan dan bukan malah sebaliknya.

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang