Pengakuan

438 62 8
                                    

-ROSIE-

Aku terbangun di sebuah ruangan yang asing. Aku mencoba memindai sekelilingku tetapi tidak ada siapa-siapa. Aku bangun dari berbaring dan langsung memegang kepalaku.

Aku masih pusing.

Aku merasakan ketakutan sesaat.

Tiba-tiba perutku keroncongan. aku menghela nafas.

Aku hendak berdiri ketika pintu tiba-tiba terbuka.

"Hai!" Dia dengan cepat pergi ke tempat tidur di mana aku berada.

"Apa kamu baik-baik saja? Bagaimana
perasaanmu?"

"Uhmm... aku lapar"

"Tunggu.. biar aku mengambilkanmu makanan" Dia hendak berdiri ketika aku menghentikannya di pergelangan tangannya. Dia melihat tanganku,
"Apa kamu butuh yang lain?" Aku hanya
menggelengkan kepala. Dia memberiku senyuman, "Aku akan segera kembali"

Beberapa menit kemudian Jennie kembali dengan makanan dan air.

"Kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja padaku, oke?" Katanya.

"Boleh aku tahu apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa di sini?" tanyaku penasaran. Karena seingatku, bahkan sebelum aku kehilangan kesadaran, aku
sedang duduk di sofa bersama Mark.

"Kamu tidak sadarkan diri saat aku melihatmu bersama pria itu" wajahnya berubah masam saat pria yang bersamaku tadi disebutkan. "Asal tahu saja, kamu dibius"

"Bius? Apa maksudmu?"

"Pria yang bersamamu tadi? Dia menaruh obat di minumanmu itu sebabnya kamu pingsan" jelasnya.

"Jika kamu menghilang dari pandanganku saat itu, pria itu pasti sudah melakukan sesuatu yang buruk
padamu" gumamnya.

Jika saat itu aku menghilang dari pandangannya? Apakah dia mencariku sepanjang waktu?

"Kurasa tidak. Dia terlihat baik" Aku masih membela Mark.

Dia terkekeh sedikit, "Baik? Ya. Cukup baik untuk mengakui bahwa dia memasukkan obat-obatan ke dalam minumanmu hanya karena kamu adalah sasaran empuk dan dia menganggapmu seksi seperti ugh!" Dia melakukan beberapa wajah aneh.

Aku terkekeh.

"Kenapa kamu ketawa? Kamu sudah dibius. Apa kamu suka karna dia menganggapmu seksi?"

"Tidak. Tapi aku menganggapmu Imut" Aku tersenyum lagi padanya.

Dia menghindari menatapku.

"Aku pikir kamu tidak minum?" Dia tiba-tiba bertanya.

"Ya, memang tidak, aku hanya ingin" aku mengakui.

"Terus kenapa sekarang, apa yang terjadi?" Dia terdengar khawatir.

"Kamu.." adalah satu-satunya kata yang kuucapkan saat aku menggigit makananku.

"Aku? Bagaimana denganku?"

Aku masih mengunyah "Karena kamu.."
Aku sedang sibuk makan. Aku tidak ingin melihatnya. Kami berdua terdiam selama beberapa detik.

"Aku minta maaf" otomatis aku menatapnya yang sedang duduk di kursi di sisi tempat tidur.

Aku tidak berbicara. Aku hanya menunggu dia untuk melanjutkan apa yang dia katakan.

"Maaf jika beberapa hari ini aku tidak memperhatikanmu"

"Tidak apa-apa! Aku mengerti" kataku padanya.

"Tidak, kamu tidak-"

"Tidak, sebenarnya, aku mengerti. Aku mengerti kamu marah padaku..."

"Aku tidak marah padamu" kali ini dia menatapku.

Tiba-tiba CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang