~"memang pada dasarnya setiap manusia akan merasakan yang namanya kehilangan, tapi dari sekian miliaran manusia yang ada, mengapa harus kamu yang tiada?"
-•GEMINTANG•-
Hares berjalan gontai di lorong rumah sakit, mencari kamar inap Satria yang terletak di lantai 3. Setelah mendapat kabar bahwa Satria dilarikan ke rumah sakit membuatnya benar-benar terkejut. Setelah berada di lantai 3, Mata yang sembab itu bergerak kesana kemari mencari pintu ruangan Satria.
Ceklek...
Terbuka nya pintu kamar itu membuat seseorang yang didalamnya menolehkan kepala ke asal suara.
Satria, melihat Hares membuka pintu itu dan berjalan kearahnya dengan rambut serta pakaian yang berantakan."Mas Are-"
Bruk...
Ia raih tubuh yang terduduk lemas diatas hospital bed itu dan tangisnya seketika pecah begitu saja. Satria yang tercengang ketika merasakan bajunya basah karena Air mata Hares yang jatuh. perlahan ia membalas dekapan itu dan membiarkan kakaknya menangis hingga puas.
"Maaf..." ucapnya.
Satria bungkam dibuatnya. dan Tanpa disadari tangisnya juga pecah, susah payah ia menahannya untuk tak jatuh, tetapi cairan bening yang membendung itu terus memberontak untuk terjun dari netranya.
Ia teringat kembali ketika dirinya berada di bandar udara, mencari staff untuk meminta informasi tentang kecelakaan pesawat itu.
Seisi ruangan itu senyap, tak ada sepatah kata pun yang mereka lontarkan, hanya ada suara isak tangis dari dua insan yang hatinya sama-sama hancur karena sebuah takdir pahit yang semesta berikan.
Rani, yang baru saja ingin memasuki ruangan Satria terpaksa harus memberhentikan langkahnya ketika mendengar suara tangis seorang laki-laki. ia menyilik dari jendela pintu dan melihat ada Hares disana bersama Satria, tengah menangis tersedu-sedu.
Memejamkan matanya, ia berjalan dan mendudukan bokongnya pada kursi berwarna silver itu dan mengeluarkan cairan bening yang membendung di netranya. "Ya allah aku mohon kembalikan Tama"
-••-
Tok...
Tok...
Tok...
"Gala, Zaki!! Buka pintunya!!" Ucap Abi. Ia membalikkan badannya membelakangi pintu dan mengacak-acak rambut nya frustasi.
"Sebentar" sahut seseorang dari dalam rumah.
Ceklek...
Pintu itu terbuka, dan nampaklah Nebulan yang mengedipkan matanya berulang-ulang dengan rambut yang berantakan. Ia menatap Abi dan Akasa yang terduduk di tangga dan melirik sekeliling halaman, tak ada mobil Arjuna disana.
"Kenapa cuma kalian berdua? Ayah, Satria, Hares kemana?" Tanya nya heran.
Abi dan Akasa yang termenung kala itu tetsentak ketika mendengar sang ibu bersuara.
"Ayah kemana?" Tanya nya lagi.
Keduanya menatap sang bunda heran. "Gala, sama Zaki kemana bun?"
"Bunda nanya kenapa kamu nanya balik? Mereka lagi di luar sama Siska. Bunda baru bangun kenapa rumah sepi?"
Abi dan Akasa saling diam bertapapan. Abi menolehkan kepalanya dan kembali bertanya kepada sang ibu. "Bunda...nggak lupa kan sama berita kemarin?"
Nebulan Mengernyitkan dahinya bingung, seolah hilang ingatan. "Lupa apa? Oh iya, kemarin kita cuma anter Tama aja ke bandara kan?" Tanya nya.
Akasa meraih kuasa Nebulan, kemudian ia tatap manik sang ibu dengan cairan yang menetes "kemarin sore bunda...kemarin sore kita semua lihat berita itu, kemarin sore kita lihat pesawat itu jatuh!"
"Ngomong apasih kamu ini?! Jelas-jelas kemarin kita cuma antar Tama habis itu pulang. Terus juga kamu ini ngomong Jatuh segala, apa yang jatuh?" Serunya menepis kuat genggaman Akasa. Ia menatap kedua putranya yang sudah menangis terisak-isak dengan bingung.
"Bunda tanya kalian, ayah kemana? Kenapa kalian ga jawab pertanyaan bunda? Kenapa malah nangis?"
Abi mencoba menetralkan nafasnya dan menjawab "a-ayah pergi, ke tempat kejadian" ucapnya terbata-bata.
"Ke tempat kejadian? Kejadian apa? Ngomong yang jelas kamu ini Abinaya!"
"Bunda sadar bun!, pesawat yang ditumpangi mas Tama jatuh kemarin sore" geram Akasa menangkup bahu sang ibu sambil memeluknya.
Nebulan menatap Akasa dengan raut wajah yang memerah. "Kamu ini ngomong apasih? Jangan suka ngelantur!, jelas-jelas kemarin sore Tama sudah sampai kok, mas mu sudah sampai ke pontianak, terus juga semalam dia bilang dari telfon sama bunda, kalau dia sudah sampai di asrama!" Seru Nebulan lantang, seraya menghempaskan pelukan putranya itu.
"BUNDA SADAR!, sekarang sudah lewat satu hari setelah pesawat itu jatuh, bunda juga harus sadar kalau kemarin sore kita sekeluarga lihat berita itu. Mas Tama ada di dalam pesawat itu bunda!" Pekik Abi dengan tegas.
Nebulan terdiam beberapa detik hingga akhirnya ia menjerit histeris ketika ingatan itu kembali dalam pikirannya. Ia menggelengkan kepalanya, hingga tanpa sengaja vas bunga yang ada di sampingnya terjatuh dan pecah.
"ENGGA! BERITA ITU BOHONG! TADI MALEM MAS MU SENDIRI YANG BILANG SUDAH SAMPAI DI ASRAMA!" Ia menjerit lagi, kemudian ia raih hiasan patung dari atas nakas dan melemparnya ke sebuah almari jam hias tua itu hingga bagian kaca depan almari pecah dan berhamburan dilantai.
Abi dan Akasa yang melihat sang ibu seperti hilang akal sehatnya hanya diam dan memperhatikan Nebulan yang semakin histeris dalam jeritannya. Tubuhnya bergetar hebat, Abi terduduk dilantai ketika melihat bundanya itu bukan seperti yang bisanya mereka lihat, melainkan seperti seorang wanita gila.
-•GEMINTANG•-
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINTANG
Historical Fiction(SEDANG DIREVISI) Untuk yang hilang ditelan lautan. Yang pergi tanpa sepatah kata, yang meninggalkan kenangan serta duka, Yang raga nya tidak akan pernah ada lagi, yang bayangnya sudah tak lagi mengikuti raga yang hilang. Raga Yang menyatu didasar...