(SEDANG DIREVISI)
Untuk yang hilang ditelan lautan. Yang pergi tanpa sepatah kata, yang meninggalkan kenangan serta duka, Yang raga nya tidak akan pernah ada lagi, yang bayangnya sudah tak lagi mengikuti raga yang hilang. Raga Yang menyatu didasar...
Untuk bab ini. Yuk putar lagu Sampai jadi debuby Banda Neira :) thankupren.
Tok...
Tok...
Tok...
Sebuah ketukan pintu menampilkan bocah laki-laki berusia 5 tahunn yang mengintip ruang kerja sang ayah."Ayah...boleh mas masuk?"
"Hm? Ada apa mas?, sini masuk" ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
Bocah itu berlari sambil membawa mainan pesawat yang diberikan sang ayah. "Ayah...tadi mas liat ada orang yang pakai baju loreng, keren banget"
"Beneran? Mas lihat dimana?" Tanya nya, menutup laptop dan mengangkat tubuh kecil itu untuk duduk dipangkuannya.
"Tadi mas lihat di depan rumah, waktu main sama adek Ares sama adek tria"
Ia menggerak-gerakan maniknya seolah sedang berpikir. "Okey, jadi? Setelah mas Tama lihat orang itu, apa yang mas Tama pikirin?" Tanya nya lagi.
Bocah itu nampk menundukan kepalanya sambil mengutak-atik mainannya. "Emm.. mas mau jadi kaya om itu ayah..."
"Ayah kan pilot...masa mas Tama gamau jadi kaya ayah?, ayah hebat loh"
"Ayah emang hebat, tapi mas gatau tiba-tiba mau jadi kaya om itu ayah" ucapnya mengerucutkan bibirnya.
"Memang mas bisa? Memang mas kuat?"
"Bisaaaaa! Mas bisa kok ayah, mas kuatt"
Sang ayah terkekeh melihat putranya sulungnya. "Kalau begitu, janji sama ayah, kalau suatu saat nanti mas bakal bisa jadi kaya om itu oke?"
Bocah itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum riang seraya mengangguk. "Okey!, mas bakal janji sama ayah" finalnya meraih kelingking yang jauh lebih besar darinya.
-••-
"~~ayah~~"
"~~ayah~~"
Arjuna terbangun dari tidurnya kala mendengar suara yang samar, memanggil dirinya dengan sebutan 'ayah'. Ia melihat sekeliling ruangan Tama, namun tak ada siapapun di sana melainkan, hanya ada dirinya yang duduk di atas kasur. Menghela nafasnya berat, kemudian perhatikannya foto yang sedari tadi ia genggam. Foto dimana ada Tama kecil yang memegang pesawat mainannya dengan senyum yang manis.
Lamat-lamat ia memandang foto itu hingga air matanya kembali terjun, ia menangis tersedu-sedu saat mendengar jasad putranya belum ditemukan hingga saat ini.
Ia beranjak dari tempat tidur dan mengambil pesawat mainan yang dulu ia berikan saat putranya kecil.
"Ayahhh...kalau sudah besar mas mau jadi pilot, biar kaya ayah"
"Loh, katanya kemarin mas bilang mau jadi kaya om tentara yang lewat di depan rumah"
"Iya, tapi jadi pilot lebih keren ayah"
"Jadi pilot memang keren, tapi tanggung jawabnya besar mas. Ayah aja sampai kewalahan ngadepinnya, gimana mas Tama nanti"
"Oh gitu ya ayah..."
"Iya mas, lagi pula kenapa mas berubah fikiran?"
"Tama gak yakin ayah"
"Kenapa mas Tama bisa nggak yakin? Padahal belum mas coba"
"Nggak tau ayah, Tama nggak yakin bisa jadi kaya om itu"
"Mas, kalau mas punya keinginan, mas Tama harus yakin kalau mas bisa, jangan nyerah duluan sebelum mas coba, ayah yakin mas bisa kok jadi kaya om itu"
"....iya ayah mas mau jadi kaya om itu, mas mau ayah"
"Kalau begitu mas harus jadi pemimpin yang baik dulu buat adek-adek, sebelum nanti jadi pemimpin yang baik buat pasukan mas Tama nanti"
"Iyaa!! Mas mau jadi kakak yang baik buat adek Ares, adek Satria, adek Abi, adek Asa sama adek Zaki dan adek Gala!"
"Pftt, iya-iya, yasudah, ayo kita masuk, ayah mau main sama adek-adek".
Ditutupnya album foto yang dipenuhi foto putranya, kemudian ia raih buku tulis berwarna biru itu dan membukanya.
Lembar ke lembar ia buka saat membaca tulisan Tama yang baru menginjak kelas 1 SD itu, lembar berikutnya ia buka, dan Nafasnya tercekat saat itu juga kala melihat gambar di buku itu. Kemudian tangisnya terdengar lagi dan kini tangis itu semakin menjadi-jadi ketika ia membaca tulisan disamping gambar itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"M-maafin ayah nak, ayah gagal, ayah sayang mas melebihi diri ayah." isaknya dan merengkuh benda tipis itu dalam dekapannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.