3 // kita bukan teman

390 57 21
                                    

seumur hidupnya, jisung tak pernah sekalipun bisa terlepas dari kungkungan ekspektasi dan kekangan sang mama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

seumur hidupnya, jisung tak pernah sekalipun bisa terlepas dari kungkungan ekspektasi dan kekangan sang mama. sejak dirinya baru saja mengenyam pendidikan dari jenjang taman kanak-kanak pun, jisung dipaksa untuk merealisasikan segala obsesi yang yuri miliki.

mulai dari jisung yang harus pintar, harus jadi juara kelas dan aktif serta menjadi murid teladan. jisung yang rajin, bahkan mencuri satu menit untuk memejamkan mata di tengah-tengah sesi belajarnya pun tak diijinkan. jisung yang sopan dan tak pernah sekalipun membantah orang tua.

jisung yang dirinya rasa, jika ia tak lebih dari boneka sang mama.

baginya, ia hanyalah pengecut yang kebetulan diberi nyawa. tak memiliki keberanian untuk menolak atau menyuarakan apa yang ada dalam kepala. yang bisa jisung lakukan hanya diam, dan melakukan apa yang mamanya perintahkan.

sepengecut itu dirinya.

"minggu depan kita ulangan harian. bapak kasih tahu sekarang biar gak ada alasan buat kalian gak sempat belajar karena ulangan dadakan."

sorak-sorai yang memenuhi tiap sudut kelas segera menarik jisung dari lamunan. pemuda itu tersentak ketika tangan yang menyangga dagu tiba-tiba oleng sebab terkejut dengan teriakan teman satu kelasnya yang protes usai pak jung memberikan pengumuman pasal ulangan harian untuk minggu depan.

jisung sendiri hanya bisa menghembuskan napas pendek. sama sekali tak berselera mengikuti aksi temannya untuk memprotes, karena jisung tahu betul jika itu akan sia-sia. pak jung tetaplah orang tua yang keras kepala. persis seperti mamanya.

tak memiliki minat untuk duduk lebih lama di dalam kelas, jisung melipir keluar setelah berikan satu tepukan singkat pada teman sebangkunya.

mood-nya benar-benar berantakan. meskipun setiap hari mood-nya tak pernah bagus, kali ini jisung benar-benar merasa kesal setengah mati. ia teringat ucapan mamanya beberapa hari lalu, ditambah pengumuman dari pak jung yang tak ada habisnya memberikan ulangan. kepala jisung benar-benar ingin meledak.

"terimakasih kembali, bu."

langkah jisung yang baru saja memasuki kantin lantas terhenti ketika tak sengaja mendengar suara yang cukup familiar di telinganya.

dan benar saja ketika pandangannya berpendar, jisung mendapati seungmin baru saja mendudukkan diri di meja paling ujung di dalam kantin. pemuda itu terlihat santai menikmati makan siangnya, kendati sendiri tanpa teman di sisi.

jisung tanpa sadar tersenyum.

kim seungmin, jisung yakin nyaris satu sekolah tahu laki-laki itu—meski hanya nama. seorang siswa pindahan satu tahun lalu yang menerima beasiswa penuh di sekolah ini. namun anehnya, ketimbang masuk ipa seperti siswa pintar yang lain—termasuk jisung— seungmin lebih memilih jurusan bahasa.

pemuda itu memiliki wajah tegas namun terkesan manis. siapapun pasti mengira jika seungmin itu lugu. namun memang tak baik menilai buku dari sampulnya saja. mulut kim seungmin tak semanis wajahnya.

kalau tidak salah ingat, jisung pernah mendengar berita soal seungmin yang nyaris diskorsing setelah mengomentari kinerja osis yang buruk beberapa bulan lalu. atau berita soal dirinya yang membuat beberapa gadis menangis karena menolak mentah-mentah pernyataan cinta mereka.

sebenarnya masih banyak kasus lain, tapi jisung malas mengingat-ingat. dirinya tak sedekat itu dengan seungmin untuk saling bertukar kabar. bahkan, mereka sama sekali tak dekat.

jisung hanya tahu seungmin sebatas nama, begitu juga dengan pemuda kim. interaksi yang terjadi di antara keduanya pun hanya sekali; ketika jisung nyaris melompat dari jembatan beberapa hari lalu.

"maaf, lancang. tapi tempat lain udah penuh, gue duduk di sini, ya."

seungmin mengurungkan niatnya untuk menyuap nasi. sebelah alisnya terangkat waktu mendapati seseorang datang, meletakkan sepiring makan siang beserta minuman lantas duduk di hadapannya.

han jisung, pemuda yang nyaris bunuh diri kapan lalu. seungmin mengernyit samar, pandangannya turun, mulai menyadari jika pemuda itu tak pernah sekalipun melepas syal abu-abu dari lehernya. ingin menyangkal jika seungmin penasaran, apa yang jisung simpan.

sendoknya kembali ia letakkan, seungmin melirik sekitar lalu kembali menatap jisung penuh tanya. "kursi sebelah hyunjin kosong, omong-omong."

jisung mengedikkan bahu acuh, alih-alih pemuda itu malah menyendokkan nasi ke dalam mulutnya dengan santai. tak pedulikan tatapan nyalang yang seungmin hunus padanya.

"gue maunya di sini."

seungmin mendengus. "kalau niat lo deketin gue karena mau berterimakasih setelah gue pernah nggak sengaja nyelametin lo waktu itu, gue rasa nggak perlu, ji. gue bahkan nggak peduli kalau lo beneran mati waktu itu. kalau mau mati, mati aja."

lihat? mulutnya benar-benar luar biasa. baru juga bergabung, jisung sudah ditodong kalimat sepanjang itu. jisung hampir saja sakit hati andai tak mengingat jika ia harus menghabiskan sepiring nasi goreng kimchinya.

"yang mau berterimakasih juga siapa?" sebelah alis jisung terangkat, pemuda itu mengerjap singkat sebelum melahap makan siangnya dengan santai. "lagian kalau emang lo nggak peduli, lo nggak mungkin mencoba menghentikan gue yang mau lompat, seung." lanjutnya.

"gue nggak pernah mencoba menghentikan lo," kening seungmin mengerut tak suka. tatapannya pun makin tajam menohok retina jisung, seolah menguliti. "dan jangan pernah manggil gue begitu. kita nggak sedekat itu, han jisung."

inginnya jisung bersikap netral, untuk mengimbangi seungmin yang bisa emosi sewaktu-waktu. namun menyadari pergerakan dari kursi di hadapannya, jisung refleks mendongak. dapati sosok yang berdiri menjulang dengan tatapan tak terbaca.

"sebenernya gue nggak mau bilang, tapi tingkah lo yang bikin gue pengen ngomong ini dengan jelas, jisung."

jisung mengerutkan alisnya, sedikit tak paham dengan apa yang baru saja seungmin katakan.

"we aren't friends. dan gue sama sekali nggak tertarik buat temenan sama lo. jadi, kita nggak perlu lagi saling berinteraksi."

setelah menukas, dengan tangan terkepal dan rahang bergemeletuk pelan, seungmin melengos pergi. meninggalkan jisung yang mengerjap kebingungan memandang punggungnya. bahkan nasi di piring seungmin baru tersentuh seperempatnya.

jisung menghembuskan napas lesu, bahunya merosot. "gue salah ngomong, ya?"

 "gue salah ngomong, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
if we have each other; seungsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang