Part 12

1.2K 31 0
                                    

Suara azan berkumandang disegala penjuru kota. Ayam jantan berkokok saling bersahutan, menandakan fajar akan segera tiba. Aku sedang berkutat di kamar mandi menyelesaikan mandi wajibku, karena masa haidku telah selesai. Sekitar 15 menit, akhirnya aku selesai mandi. Dengan tubuh terlilit handuk dari dada sampai atas paha, aku keluar menuju kamarku. Kebetulan ayah dan ibu belum bangun, jadi aku sedikit santai berkeliaran hanya memakai handuk di dalam rumah.

Setibanya di kamar, aku langsung memakai baju yang sudah kusiapkan sebelum mandi tadi. Setelah 7 hari tidak melaksanakan kewajibanku, kini aku mengambil sajadah dan mukena untuk melaksanakan sholat subuh. Di luar terdengar suara ayah dan ibu yang sepertinya baru bangun.

Selesai sholat aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Kali ini aku harus berangkat pagi. Sebagai bendahara OSIS yang baru, aku diminta untuk menyiapkan kotak jumat amal yang akan dibagikan kesetiap kelas.

Ya, kemarin aku menyetujui permintaan Galen setelah meminta izin pada ayah dan ibu. Kata mereka ini bisa membuatku lebih bertanggungjawab.

"Bu, ibu masak apa? Raveena harus berangkat pagi hari ini." Tanyaku pada ibu yang sedang memasak di dapur. Ibu menoleh, melihatku berdiri di ambang pintu dapur dengan seragam dan tas ransel yang sudah bertengger di pundakku.

"Kamu kok semalem ga bilang sih, Vin? Ini sarapannya belum mateng." Jawab ibu sambil membalik tempe yang ia masak. Aku mendengus lesu.

"Yaudah bu, Raveena makan di sekolah aja deh. Raveena pamit dulu ya, bu!" Aku menghampiri ibu untuk berpamitan dan mencium tangannya.

"Hati-hati ya! Kamu langsung aja, ayah masih mandi." Aku hanya mengangguk dan berlalu menuju garasi.

***

"Good morning, everybody!" Celetukku ketika sampai di ruang OSIS. Kini aku mulai akrab dan terbiasa dengan semua anggota OSIS setelah menjadi bendahara. Karena, mau tidak mau mereka selalu menghubungiku untuk mengonfirmasi masalah uang kas OSIS.

"Sini, Rav! Bantu gw bagiin kotak amalnya!" Panggil Kak Evan yang tengah sibuk menenteng 2 kresek besar yang berisi kotak amal. Baru beberapa orang yang datang. Galen pun belum terlihat batang hidungnya.

"Bentar!" Aku meletakkan tasku keatas meja dan melepaskan hoodieku.

"Bagiinnya cuma berdua aja, kak?" Tanyaku sambil melirik yang lain. Mendengar ucapanku, mereka mulai sok sibuk dengan kegiatan mereka. Aku menghela napas kasar. Terlihat sekali jika mereka malas membantu.

"Udah berdua aja, lagian kotak kecil begini berdua juga bisa lah."

"Lo kan kuat, Rav. Semangat ya!" Ucap Raihan sambil terkekeh yang membuatku menatapnya sinis.

"Yee, lo tuh sebagai cowok seharusnya malu. Masa ngebiarin cewek keliling sekolah bawa barang berat kek gini!" Ucapku tidak terima sambil menunjuk kresek yang dipegang Kak Evan.

"Gausah berantem, Rav, masih pagi. Biar gw aja yang bawa. Nanti lo yang bagiin." Potong Kak Evan. Aku hanya mengangguk dan berjalan keluar, mendahului Kak Evan. Sedangkan Raihan tertawa puas melihatku. Kalau saja dia bukan kakak kelas, pasti dia sudah kuajak baku hantam.

***

Aku dan Kak Evan memulai dari kelas yang paling dekat dengan ruang OSIS. Satu per satu kelas kami datangi, dan kebanyakan kelas masih sepi, karena memang masih jam 06.30. Sampai di kelas terakhir, aku meletakkan kotak amal di meja guru karena tidak ada satu orang pun di kelas.

"Jam segini masih sepi ya, kak." Ucapku membuka obrolan sambil berjalan kembali ke ruang OSIS. Kami berjalan beriringan melewati koridor yang cukup sepi.

"Biasa, Rav. Paling pada nongkrong di parkiran dulu." Aku mengangguk paham.

"Btw, HUT sekolah kapan sih, kak?" Aku menoleh kearah Kak Evan dan sedikit mendongak karena dia lebih tinggi dariku.

"Bentar lagi, kenapa emang?" Jawabnya santai sambil menatapku.

"Gapapa sih, pasti nanti OSIS repot banget ya?" Aku menghela napas kasar.

"Iya lah, kan itu tugas kita sebagai OSIS, Rav. Lagian kan kita kerja bareng-bareng, pasti gaakan berasa capek kok." Tangan Kak Evan terulur mengusap kepalaku, sontak membuatku menatapnya yang tengah tersenyum memandangku.

"Ayo kak, buruan, yang lain pasti udah nungguin." Ucapku gugup dan meninggalkan Kak Evan begitu saja.

"Kak Evan kenapa sih, kok jadi sweet gini?" Gumamku sambil berjalan tergesa-gesa.

"Tunggu, Rav!" Teriak Kak Evan yang tak kuhiraukan.

Aku terus berjalan dengan Kak Evan yang tertinggal jauh di belakangku. Sepertinya dia lelah mengejarku, saat aku menoleh dia tidak ada. Tapi aku tidak memperdulikannya dan terus berjalan menuju ruang OSIS.

Suasana sudah mulai ramai, aku melihat sekeliling banyak siswa bergerombol disepanjang koridor. Pagi ini aku belum bertemu Fely. Saat ke kelas dengan Kak Evan tadi, hanya tasnya saja yang ada di kursinya.

Empt!!

Tiba-tiba sebuah tangan membungkam mulutku dan menarikku menjauh dari keramaian. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia berada di belakangku.

"Lepast!" Teriakku dengan susah payah dan mencoba menarik tangan itu dari mulutku tapi percuma saja, tenaganya terlalu kuat dibandingkan tenagaku.

Sampai di belakang kelas X yang sepi, tangan itu terlepas. Sontak aku menoleh dan berniat mengucapkan sumpah serapah, tapi betapa terkejutnya aku mengetahui orang itu adalah Galen.

"Heh, lo ngapain sih bungkam mulut gw kek gitu?! Lo mau nyulik gw, hah?!" Bukannya menjawab Galen malah menutup kedua telinganya.

"Jawab ish! Lo udah bikin gw jantungan tau ga! Suka banget bikin gw.." Belum sempat menyelesaikan ucapanku, jari telunjuknya menempel di bibirku yang membuatku terdiam.

"Ssstt! Gw gaada niatan buat nyulik lo, lagian yang mau nyulik lo tu mesti mikir dua kali, cerewet banget tau ga? Kuping gw risih dengernya." Aku melotot mendengarnya dan dengan segera menepis tangannya.

"Yaudah sih, ngapain bawa gw kesini?" Aku melipat kedua tanganku di depan dada tanpa menatapnya. "Mau mesum ya, lo?" Tanyaku mendelik menatapnya. Sedangkan dia yang kutatap hanya menampilkan wajah santai tanpa dosa itu.

"Jadi, lo mau gw mesumin?" Godanya membuatku melotot. Sontak Galen tertawa puas dan membuatku semakin kesal padanya.

"Gw mau ngobrol aja sih sama lo," Aku menaikkan sebelah alisku. "Besok malem ke pasar malem yuk, buat ganti yang waktu itu gajadi." Lanjutnya.

"Gabisa, gw sibuk!" Ketusku.

"Yakin lo gamau?" Aku menggeleng dengan cepat. "Apa gw harus mesumin lo dulu biar lo mau?" Aku menatapnya yang sedang menatapku dengan senyum dan tatapan nakal. Hal itu jelas membuatku bergidik ngeri, apalagi tidak ada satu orang pun yang melintas di sini.

Galen terus melangkah maju membuatku terus mundur sampai punggungku menabrak tembok. Kedua tangannya mengunci pergerakanku. Aku tidak berani menatap wajahnya, kurasakan deru nafasnya menyapu wajahku. Desiran darah dan degupan jantung yang berpacu dengan cepat membuatku memejamkan mata.

"Ciee, lo ngarep ya gw apa-apain? Sampe merem-merem gitu." Tawa pecah  begitu saja bersamaan dengan wajahnya yang menjauh dariku.

"Dasar orang gila!" Aku mendorong Galen dan berlari menjauhinya.

"Pokoknya besok malem gw jemput lo!" Teriaknya tanpa kuhiraukan.

13 Mei 2023

Galen [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang