Part 40

875 22 0
                                    

"Mau kemana sih, Fel?" Tanyaku pada Fely yang terus menarikku entah kemana. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Fely tidak mau menjawab setiap aku bertanya padanya. Alhasil aku pasrah dan mengikuti langkahnya. Tangannya menggenggam erat tanganku, seakan takut jika aku kabur. Seperti penculik saja, pikirku.

Melihat koridor yang kami lewati, dapat kutebak jika Fely akan membawaku ke belakang sekolah. Aku tidak bertanya lagi dan memperhatikan apa yang akan dia lakukan padaku.

Sampai di belakang gudang, aku melihat cowok berhoodie hitam tengah berdiri membelakangi kami. Dari hoodie dan postur tubuhnya dapat kutebak jika itu Galen. Sontak aku menghentikan langkahku, membuat Fely ikut berhenti.

"Please, Rav. Kali ini kasih kesempatan Galen buat jelasin semuanya." Ucap Fely meyakinkan. Melihatnya yang berada dipihak Galen membuatku berfikir dua kali. Fely tidak mungkin membela Galen  jika dia tau Galen bersalah. Hatiku meminta untuk memberi kesempatan pada Galen, tapi logikaku meminta untuk pergi.

Aku masih terdiam dan memikirkan apa yang aku lakukan. Seperti tidak sabar, Fely kembali membujukku.

"Sekali aja, Rav! Setelah lo denger penjelasan Galen, gw gabakal ikut campur lagi sama keputusan lo nanti. Gw akan selalu dukung lo!" Lugasnya yang membuatku yakin untuk menemuinya. Dan dengan ragu aku mengangguki ucapannya.

"Oke, gw pergi dulu." Fely melepaskan genggaman tangannya dan berlalu meninggalkanku.

Aku menatap punggung Galen ragu. Setelah menghela nafas panjang, aku memberanikan diri melangkah mendekat kearah Galen. Setelah satu meter tepat di belakangnya, aku berdehem untuk memberinya kode.

Tidak ingin langsung bertatapan dengannya, aku mengalihkan pandanganku saat Galen berbalik. Samar-samar aku melihat senyum manisnya dari ujung mataku.

Menangkap pergerakannya yang akan memelukku, sontak aku melangkah mundur dan menatapnya datar. Aku menatapnya seolah memberinya peringatan agar tidak melangkah maju. Melihat responku, senyum Galen perlahan memudar dan tertunduk lesu.

"Jelasin apa yang mau lo jelasin!" Ucapku to the point tanpa menatapnya. Sepertinya Galen terkejut mendengar ucapanku yang tidak lagi memakai aku-kamu. Terlihat dari responnya yang langsung menatapku sedih.

"Kok ngomongnya jadi kasar sih?" Cicitnya pelan yang masih bisa kudengar. Aku menghela nafas kasar, jengah dengan Galen yang terus bertele-tele.

"Kalo gaada yang mau lo jelasin, gw pergi!" Ancamku yang langsung berbalik ingin meninggalkannya. Baru selangkah, Galen mencekal pergelangan tanganku dan menarikku ke dalam pelukannya.

Aku memberontak agar dia melepaskan pelukannya, tapi dia malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Lepas, Ga!" Aku mendorongnya sekuat tenaga, sampai akhirnya pelukannya terlepas. Aku menatapnya tajam, tidak suka dengan perlakuannya.

"Gausah pegang-pegang dan cukup jelasin semuanya!" Tegasku sekali lagi yang membuatnya menghela nafas pasrah. Galen berusaha meraih tanganku kembali, tapi aku mengelak. Akhirnya dia menyerah dan mulai menjelaskan yang terjadi.

"Aku gatau harus mulai dari mana, tapi yang harus kamu tau semua yang kamu liat ga kayak apa yang kamu pikir, Rav." Galen menjeda ucapannya dan menatapku lekat, membuatku mengalihkan pandanganku karena tidak kuat dengan tatapannya. Aku masih diam untuk mendengarkan penjelasan selanjutnya.

"Beberapa hari ini aku ga ngabarin kamu karena mikirin ucapan ayah kamu." Aku kembali menatapnya dan mengernyit bingung.

"Emang ayah ngomong apa?" Tanyaku penasaran.

"Ayah ngomongin soal cita-cita kamu yang pengen kuliah di Belanda." Jawabnya lirih diakhir kalimat. Yang membuat emosiku tersulut adalah ucapan selanjutnya.

"Aku gamau jauh dari kamu, Rav." Aku terkekeh sinis menatapnya.

"Jadi karena itu kamu ciuman sama Safira?" Sarkasku dengan menatapnya tak habis fikir. Galen menggeleng pelan seolah menyangkalnya. Lagipula ucapannya yang menggiringku untuk berfikir seperti itu.

"Bukan, kejadian di rooftop waktu itu diluar kendaliku. Waktu itu aku emang lagi menyendiri di rooftop, dan tiba-tiba  Safiran ngechat aku ngajak ketemu, katanya mau ngomong sesuatu. Akhirnya aku minta dia nemuin aku di rooftop. Ternyata dia ngungkapin perasaannya ke aku, dan tanpa aba-aba dia cium aku gitu aja." Galen menjeda ucapannya. Mendengar kalimat akhirnya membuat hatiku sakit dan aku mengalihkan pandanganku dari Galen.

Galen meraih kedua tanganku dan menggenggamnya, kali ini aku tidak menolak. Hanya saja aku tidak ingin menatapnya.

"Aku udah berusaha lepasin ciuman Safira, tapi keburu kamu dateng dan liat semuanya." Galen mengusap lembut tanganku. Tangan kanannya beralih mengusap pipiku lembut.

"Setelah kamu pergi, aku marah banget sama dia. Aku udah jelasin ke dia kalo akutu sayangnya cuma sama kamu, Rav." Aku terkekeh sinis mendengarnya, mengingat kejadian di ruang OSIS tadi, aku jadi meragukan ucapan Galen.

Aku melepas genggaman tangannya dan menatapnya, "Kalo emang semua yang kamu ceritain itu bener, kenapa tadi kamu malah pelukan sama dia?" Wajah Galen terkejut saat aku mengetahui hal itu. Aku tersenyum hambar melihat keterdiamannya. Saat aku berbalik dan akan pergi, suara seseorang menghentikanku.

"Lo salah paham, Rav!"

07 Agustus 2023

Galen [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang