Part 31

706 25 0
                                    

"Kamu nyesel ya, pacaran sama aku?"

Tak!

"Awh! Sakit ish!" Alisku bertaut menatap Galen kesal. Dia menyentil dahiku setelah mendengar pertanyaanku.

"Lagian kalo ngomong sembarangan banget." Aku mencebikkan bibirku, tak ingin menatap Galen lagi. "Kan aku udah bilang mau perjuangin hubungan kita bareng-bareng." Jelasnya, aku hanya meliriknya sekilas.

"Nyenyenye." Ledekku padanya. Dia malah menatapku datar. Entah apa yang dia pikirkan terhadapku.

"Ayo, aku anter ke kelas kamu!"

***

Acara hari ini akhirnya sudah selesai. Aku membantu anak-anak yang lain untuk membereskan perlengkapan yang ada di lapangan. Tapi sejak tadi aku tidak melihat keberadaan Galen. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim pesan padanya.

Galen

Kamu di mana?

Aku terus memandangi room chatku dengan Galen, tidak ada balasan. Terakhir kali dia online sudah satu jam yang lalu. Aku menghela napas panjang, rasa bersalah semakin menyelimuti diriku.

"Rav?" Panggil Kak Evan yang menghampiriku di tengah lapangan.

"Kenapa kak?" Tanyaku menampilkan seulas senyum tipis.

"Lo ngapain ngelamun di tengah lapangan?"

"Ah, itu, gw... Gw gapapa kok. Ada yang bisa gw bantu lagi?" Tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan. Sudut mataku menangkap seseorang yang aku cari sejak tadi. Galen, dia berdiri di tepi lapangan dan menatap kami. Aku menatapnya, tatapan yang sulit diartikan.

"Gaada sih, lo pulang aja gapapa. Udah sore juga." Ucap Kak Evan yang membuatku beralih menatapnya.

"Yaudah deh, gw pulang dulu ya, kak!"

"Oke!" Aku berlalu meninggalkan Kak Evan, berniat untuk menghampiri Galen. Namun baru beberapa langkah, langkahku terhenti saat mendapati Galen sudah tidak ada di sana.

'Apa Galen marah sama aku? Ck! Kenapa jadi gini sih?'

"Nyari siapa?"

"Astaga!" Aku terjingkat mendapati Galen yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Dengan gaya santai dan wajah datarnya dia menatap kearahku. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku.

"Ngagetin tau ga?" Aku mencebikkan bibirku sebagai tanda bahwa aku kesal padanya.

"Udah selesai selingkuhnya?" Sontak aku melotot. Apa-apaan dia menuduhku selingkuh.

"Siapa juga yang selingkuh? Aku kan cuma ngobrol sama Kak Evan." Ekspresi Galen masih saja sama, datar. Dia terus saja menatapku tanpa berniat membalas ucapanku.

"Yaudah aku mau pulang!" Pamitku dengan nada ngegas. Melihat Galen yang tidak bergeming sedikitpun membuatku semakin kesal. Aku berlalu meninggalkannya menuju ruang OSIS untuk mengambil tasku. Bahkan dia tidak menahanku. Huh, come on!

***

"Apa!?" Tanyaku ngegas saat sambungan terhubung. Sejak pulang sekolah tadi Galen tidak menghubungi maupun mencariku. Hal itu membuatku uring-uringan sendiri, dan dia baru menghubungiku jam 8 malam.

"Aku di depan rumah kamu." Jawabnya datar dari seberang sana.

"Hah!?" Aku memekik kaget mendengarnya. Dengan cepat aku berlari keluar dan membuka pintu. Benar saja, Galen sudah duduk di teras rumahku dengan rokok yang sedang ia hisap dengan santai. Galen masih memakai seragam sekolahnya.

Untung saja aku sedang di rumah sendirian. Ayah dan ibu sedang pergi kondangan sejak satu jam yang lalu.

Aku memutuskan sambungan telfon dan duduk di samping Galen, tanpa menatapnya. Dia pun tidak membuka suara. Tentu saja membuatku semakin geram.

"Ngapain sih? Kalo gapenting mending pulang!" Ketusku sambil menatapnya tidak suka. Aku terus mengamati setiap pergerakannya. Dia mematikan putung rokoknya yang masih setengah dan menatapku sekilas.

Hening!

Galen tidak bergeming sama sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk beranjak masuk dan meninggalkannya. Tak peduli dia di sana sampai kapan. Aku masuk kamar dan tengkurap menenggelamkan wajahku di bantal.

"Aku minta maaf." Satu kalimat itu berhasil membuatku terkejut. Suara siapa itu? Demit kah? Ayah, tolong! Kepalaku terangkat, aku tidak berani menoleh kebelakang.

"Maaf kalo cemburuku berlebihan."

Tunggu! Itu seperti suara Galen. Dengan cepat aku menoleh. Reflek aku langsung duduk di tepi ranjang dan merapikan pakaianku yang terangkat. Dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya, dia bersandar pintu kamarku dengan santai.

"Kok masuk sembarangan sih? Pintunya kan udah aku tutup!" Ya, seingatku seperti itu.

Galen menaikkan sebelah alisnya, menatapku bingung. Bukannya menjawab dia malah berjalan mendekatiku. Bibirku membisu, aku bergerak mundur menatapnya was-was. Menyadari itu, senyum smirk tercipta di bibirnya.

Galen terus mendekat saat aku berada di tengah ranjang, dia ikut naik dan membuatku semakin beringsut mundur. Dengan cepat Galen menahan tanganku agar tidak terus mundur. Hal ini membuat jarak diantara kami semakin terkikis. Aku terus mengerjap menatapnya. Jantungku sudah berdebar sejak tadi. Entah apa yang akan Galen lakukan padaku.

Galen memajukan kepalanya membuatku reflek menoleh. Dia meniup pelan telingaku membuat badanku meremang. Aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawahku untuk menahan rasa gugup.

"Lain kali kalo di rumah sendirian pintunya dikunci! Jangan sampai orang lain bisa masuk kaya aku." Bisiknya pelan membuat bulu kuduku merinding.

Cup!

Sejauh ini, apa sih pendapat kalian tentang Galen?

Nyambung ga sih ceritanya...?
Ngebosenin ga?

Tolong supportnya... Aku nerima segala kritik dan saran kok..

26 Juli 2023

Galen [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang