“Itu dia, Manato Matsuzaka!” desisku sambil menggerakkan telunjuk kanan.
Selalu. Begitu kulihat sosok pemuda itu, ada debaran kencang di dalam diri ini. Aku tidak punya alasan yang kuat untuk mengaguminya. Dia pemuda biasa yang mulai muncul di hidupku sejak pertemuan kami yang tanpa di sengaja.“Hmm..baiklah. Rasanya dia tidak lebih tampan dari Shoji..” bisik Nanae sambil menarik-narik rompi rajutku yang berwarna hijau tua.
“Nah, itu dia!” teriakku sambil mendaratkan tinju di bahu Nanae. Benar aku tidak sengaja membuatnya sekarang meringis kesakitan seperti ini.
“Baka. Jangan seenaknya menggerakkan tanganmu!” cetusnya sambil menginjak kaki kananku. Giliranku kali ini meringis.Ya, sekarang aku sedang berada di balik pintu kelas B. Mengamati Manato Matsuzaka yang sedang membaca buku di bangkunya. Sekarang, aku berdua dengan Nanae Tachikawa. Gadis dengan wajah putih sedikit berbintik dan rambut ikal sebahu ini adalah teman sekelasku. Teman akrab.
“Lalu, apa benar aku jatuh cinta padanya?” tanyaku. Yakin sekali, pasti kali ini wajahku terlihat sangat aneh, seperti pertanyaanku barusan.
“Sini, ikut aku!” Nanae menarikku keluar dari persembunyian kami. Kami berlarian di koridor. Kuikuti dia menuntunku menuju tangga ke lantai 2 yang sepi dan gelap. Letaknya di pojokan. Sesekali kutolehkan kepala ke belakang. Tak rela sosok Manato hilang dari pandangan.
Nanae langsung mendaratkan pantatnya di anak tangga. “Achan, kau bilang kau tiba-tiba terus memikirkannya sejak pertama kau melihatnya di atap?” Gadis itu nampak mendelik begitu curiga. Seperti penyidik yang sedang melakukan investigasi.
Aku mengangguk kuat sembari mengambil posisi dekat dengannya. “Aku tidak tahu kenapa. Sejak saat itu rasanya aku selalu melihat ia di mana saja. Dia seperti sedang menghantuiku..”“Setiap melihatnya, ada rasa bahagia tak terkira? Atau ada rasa cemburu?” tanya Nanae yang nampak antusias. Kedua bola matanya bergerak memperhatikanku.
Aku mulai memutar ingatanku. Mencoba menguak lagi yang sudah lewat-lewat. Mencari lagi memori dimana aku melihat pemuda itu. Cowok sederhana yang sangat menarik buatku.
“Jantungku selalu berdebar kencang ketika aku melihatnya. Dan aku tidak suka jika dia sedang bersama gadis itu..” celotehku setengah sadar.
“Haik! Ayaka Hirose, kau sedang mengalami cinta. Tepatnya cinta pada pandangan pertama!” Nanae berseru sambil menepuk-nepuk pundakku.
“Tapi, jatuh cinta pada seorang yang sudah memiliki pacar itu kan bukan sesuatu yang baik?” cetusku sambil mengerucutkan bibir. Aku membulatkan mata sebesar-besarnya pada Nanae. Menunjukkan ekspresi bingung.
Nanae terdiam sebentar. Tampak berpikir. Ia mulai mengusap dagu. Sekian detik kemudian, telunjuk kanannya diacungkan ke atas.
“Achan, apa kau tahu betul kalau gadis itu benar pacarnya? Bagaimana kalau hubungannya itu sama seperti hubunganmu dengan Shoji?” cecarnya. Menyipitkan mata dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Baiklah, kata-kata itu sanggup menenangkan kerisauan ini.
“Kau benar. Kita cari tahu saja dulu kebenarannya!” seruku semangat. Tanpa sadar kedua tanganku sudah mengacung tinggi ke atas. Aku berteriak-teriak kegirangan. Sampai Nanae menunjukkan ekspresi bingung, aku baru menghentikan aksi konyol itu.
“Aku akan membantumu mencari informasi mengenai cinta pada pandangan pertamamu itu!” kata Nanae mantap sambil menepuk lagi bahuku. Begitu kuat hingga menimbulkan bunyi yang keras.
“Nachan, kau mau kemana?!”
Nanae beranjak meninggalkanku begitu saja. Sendiri di tangga pojokan yang sepi itu tidak enak. Apalagi rumor tentang hantu penunggu tempat itu tiba-tiba muncul di ingatanku. Karena itu aku memilih untuk segera ke kelas saja.
“Tertangkap kau!!!”
“KYAAAAAA…!!!”Aku langsung melepaskan tubuh dari cengkeraman tiba-tiba yang menyergap leher ini kuat. Aku tahu betul, hanya Shoji yang berani melakukan aksi mengejutkan yang bodoh itu padaku.
“Baka. Jauhkan tanganmu dariku!” teriakku sambil memelototi pemuda yang sedang asyik menertawaiku itu. Shoji Suzuki.“Apa-apaan kau ini? Tidak perlu menatapku seperti itu,” kata pemuda rambut cepak itu, “kau nampak menakutkan sekali!”
Tangannya mulai bergerak menuju kepalaku. Sebelum dia mulai mengacak rambut ini, aku harus segera menghentikannya dengan sebuah tinju. Seperti biasanya.
“AUWWW…!!!”
Berhasil. Kini aku bisa tertawa bahagia melihat si bodoh itu meringis sambil memegangi bahunya. Segera aku berbalik meninggalkan cowok kurus itu. “Shojiro, berhentilah bertingkah bodoh!” seruku penuh kemenangan.
“Baiklah, baiklah. Lakukan sesukamu, Nona!”Si bodoh itu, Shojiro, dia adalah tetanggaku. Temanku sejak kecil. Aku tidak mau mengiyakan semua anggapan teman-teman bahwa aku berjodoh dengan pemuda bermata sipit itu. Lantaran selalu berhasil masuk ke sekolah yang sama. Dan hanya 3 kali kami tidak belajar di satu kelas.
Dan kami sekarang lanjut berjalan berdua menuju kelas kami, kelas F yang berada paling pojok. Rasanya menyebalkan sekali. Pertama masuk SMU, aku mesti belajar di kelas yang katanya berisi kumpulan anak-anak bodoh. Termasuk Shoji ini! Ah, tidak. Aku harus mengakui bahwa aku memang gadis yang bodoh.
“Kau sedang apa tadi di tangga itu?”
“Menunggu setan penunggunya muncul!”
“Aisshh..anak penakut sepertimu...?”***
Hap! Dengan gerakan gesit aku berhasil menangkap lemparan kertas dari Nanae tanpa sepengetahuan Matsuya Sensei yang sedang sibuk menulis rumus di kokuban.
Suasana kelas kali ini betul-betul sunyi. Hanya terdengar suara gesekan kapur Matsuya Sensei ke kokuban. Kulihat sekeliling. Teman-temanku malah tampak cuek dengan rumus-rumus neraka itu. Ada yang memainkan ponsel, baca manga , bahkan tertidur! Inilah anak-anak kelas F.
Aku lanjut membuka remukan kertas di tangan. Berusaha membaca tulisan tangan Nanae yang memang sangat buruk.
Manato sudah berpacaran dengan gadis itu sejak SMP. Namanya Hotaru Yamada. Anak kelas A. Bisa masuk ke sekolah yang sama dengan kelas berdekatan, mungkin mereka memang jodoh. Seperti kau dan Shojiro! HIHIII..
Bersambung ke Chapter 2
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayonara, Sky
Teen FictionPertemuanku dengannya cukup konyol. Saat sekolah sudah sepi, aku naik ke atap dan meneriakkan semua kekesalanku di sana. Tanpa sadar, pemuda itu juga ada di tempat yang sama dan mendengarkan semuanya. Selama enam bulan aku bersekolah di sana, belum...