Shoji terkekeh-kekeh. Nampaknya sangat menikmati ekspresi kagetku. Ia sudah berada tepat di sampingku sekarang.
“Pergilah ke nerakaaa…!!!” umpatku kesal. Lalu kutendang-tendangkan kaki ke sepedanya. Tapi ia masih tertawa juga. Semakin mengolok-olokku.“Kau bermimpi saja. Mana ada lelaki yang akan jatuh cinta pada gadis kasar sepertimu!” ejeknya sambil bergerak melewatiku.
“Tentu saja ada, dan pastinya dia lelaki paling tampan di dunia!” sahutku marah. Kutabrakkan ban depanku ke ban belakangnya. Terlihat sepedanya sempat berjalan miring-miring tak tentu arah, kemudian mulai berhasil bergerak normal lagi.
“Itu sangat tidak mungkin, bahkan seleramu hanya sekelas anak kelas B si pecundang itu!”
“Dia bukan pecundang!”
“Pecundang. Dia sampah!”
“Kau yang pecundang. Kau juga sampah!”
“Diaaaaaa….!!!”
“Kauuuu….!!!”Begitulah, untuk waktu yang lama kami sangat berisik di jalanan. Untung saja di sini suasananya mulai sepi karena langit juga telah menggelap. Tak terasa kami hampir tiba di rumah. Tinggal melewati tiga rumah lagi maka kami akan sampai.
“Achan, hentikan sepedamu…!” Shoji mendesis.
Heran. Tiba-tiba saja dia menghentikan laju sepeda. Seperti kaget melihat hantu saja.
“Nani?”Aku juga menghentikan sepedaku. Ikut melihat ke arah yang sedang dilihat Shoji, yaitu tepat ke depan rumahku.
“Okaa-san…?” desisku tertahan.
“Masih berlanjut ya..?” desah Shoji sambil balik menatapku.
Aku tak menjawab. Malu rasanya, ketika orang lain pun mengetahui kelakuan buruk orangtuaku ini. Untuk sesaat, tubuhku mengeras. Rasanya seperti tersengat listrik.
Sudah lama sekali ini berlangsung. Sejak Otou-san sibuk mengurusi pekerjaannya di luar negeri, Okaa-san mulai berselingkuh. Hampir setiap malam, ia pulang diantar pacarnya dalam keadaan mabuk seperti ini. Aku tidak tahu jelas siapa pria itu. Terlalu jijik untuk memperhatikan sosoknya.
Mobil sedan putih itu mulai bergerak menjauh. Aku meluncur perlahan melewati pagar rumahku. Tanpa melihat wajah Okaa-san yang masih setengah sadar yang mulai menggedor-gedor pintu, kuparkirkan sepeda di garasi samping.
“Ayaka, buka pintunyaaaa….!!” Terdengar Okaa-san mulai berteriak. Dengan malas, kugerakkan kaki menujunya.
“Ayaka Matsuzaka, tadaima. .!!!”Entah kenapa wanita ini sering sekali menyebutku ‘Ayaka Matsuzaka’ ketika sedang mabuk. Tapi aku tak terlalu memedulikan hal itu, karena dia memang sedang mabuk.
“Ayaka Matsuzaka, buka pintunya!!!”
Aku pun langsung melesat ke sampingnya. Membuatnya nampak kaget dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Ditatapnya aku dari ujung kepala hingga ujung kaki sambil mengernyit sinis.
“Begitulah kelakuanmu kalau aku sedang tidak ada di rumah,” tukasnya, “hei, anak gadis itu sebaiknya hanya berdiam diri di rumah dan belajar!”
“Tidak lebih buruk dari kelakuanmu kan?” balasku enteng.Tanpa menghiraukan ekspresi di wajahnya lagi, aku langsung bergerak membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
Sinar mentari begitu indah menelusup lewat celah-celah ventilasi kamarku. Segera kubuka jendela dan membiarkan mereka berlilauan memasuki ruangan yang dipenuhi nuansa hijau lemon dan pink in. Campuran yang begitu kusukai.
“Ohayou , Monday..!!”Aku langsung memekik begitu di hadapanku terpampang indahnya suasana pagi di luar. Kuhirup dalam-dalam sejuknya. Kunikmati kesegaran sisa embun pagi itu. Beberapa menit kemudian, aku berlenggang mengambil rompi rajut hijau tua yang tergantung di dalam lemari.
Samar-samar, kudengar suara seorang wanita tua memanggilku.“Obaa-san..?” desisku pelan dan kaget.
Semakin lama suara itu semakin mendekat. Maka langsung kubuka pintu kamarku dengan sigap. Wajah Obaa-san menyembul dari baliknya. Hmm..ini kunjungan pertamanya di pagi hari seperti ini.“Obaa-san? Kenapa pagi-pagi sekali..”
Belum selesai bertanya, Obaa-san langsung memotong pertanyaanku. “Kau ini lamban sekali, kenapa belum sarapan dan bergegas ke sekolah?” tukasnya sambil menaikkan alis.“Atashi .. sudah biasa tidak makan di pagi hari..”
Aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan begitu menyadari jawaban yang meluncur dari mulutku itu malah akan membuat Okaa-san terlibat masalah hari ini. Ahhh..baka!
“Terbiasa tidak sarapan katamu?!”
Aisshh..sudah kukira dia akan terkejut begini. Terang saja ia tidak tahu bagaimana kehidupan penghuni rumah ini yang sesungguhnya. Biasanya kami yang mengunjungi rumahnya, itu pun jarang sekali.
“Mana wanita itu? Betul-betul tidak perhatian dengan anak gadisnya sendiri?!”***
“Sudah lama aku curiga dengan keadaan rumah tangga kalian. Lihat saja, bahkan mengunci pintu sampai pagi saja tidak kau lakukan, bagaimana kalau ada pencuri bahkan perampok yang masuk ke rumahmu ini?!!”
Ah, benar-benar pagi yang miris. Pemandangan indahnya pagi di luar tadi, tak kusangka akan berganti. Harus melihat Okaa-san yang masih setengah sadar diseret keluar dari kamar oleh Obaa-san. Lalu dimarahi besar-besaran di meja makan seperti ini. Ini gara-gara aku lupa mengunci pintu dan terbiasa tidak sarapan.
“Hei, kau tidak dengar kata-kataku?!”
Kesal karena Okaa-san hanya diam sejak tadi, Obaa-san sekarang mulai memukul-mukul bahu ibuku itu. “Kau semalam kemana saja sampai tubuhmu semerbak bau alkohol seperti ini? Sampai-sampai tidak membuatkan sarapan untuk anak gadismu?!”Aku melirik jam di tangan. Pukul delapan.
“Obaa-san, sumimasen, boleh aku berangkat sekarang?” tanyaku sangat pelan. Sedikit takut melihat wajah Obaa-san yang sedang diliputi rasa emosi. Mendengar kata-kataku itu, beliau langsung menatap wajahku dengan sedih.
“Oh, cucuku yang malang. Apa kau kuat pergi ke sekolah tanpa sarapan seperti ini setiap hari?” celotehnya lewat bibir keriput itu.
Aku hanya menjawab dengan senyum ambigu. “Obaa-san, aku hampir telat jadi harus pergi sekarang. Nanti setelah pulang kita ngobrol lebih banyak ya!” kataku kemudian sambil bangkit dari dan menenteng tas.
***
Bersambung ke Chapter 6
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayonara, Sky
Teen FictionPertemuanku dengannya cukup konyol. Saat sekolah sudah sepi, aku naik ke atap dan meneriakkan semua kekesalanku di sana. Tanpa sadar, pemuda itu juga ada di tempat yang sama dan mendengarkan semuanya. Selama enam bulan aku bersekolah di sana, belum...