Chapter 6

2 2 0
                                    

“Baiklah, hati-hatilah di jalanan. Rasanya aku ingin sekali memberikanmu supir pribadi untuk mengantarmu ke mana saja..”

Mendengar kalimat itu, lantas aku tertawa. Kulambaikan tangan pelan lalu berseru, “ittekimasu…!”

Kulangkahkan kaki dengan riang meninggalkan mereka berdua di ruang makan. Mungkin memang inilah waktunya Okaa-san menerima hukuman. Dan masalah perselingkuhan itu, aku harap akan terbongkar dengan segera. Dengan sendirinya.

***

“Terhitung kemarin, ini sudah kedua kalinya kau meninggalkanku!” cecarku pada Shoji, sembari menikmati onigiri  yang dibawakan oleh Nanae untukku.

“Lho? Memang kenapa?” sahut Shoji dengan tampang innocent. “Kau bukan pacarku, jadi kenapa mesti marah-marah begitu? Kalau mau selalu ditunggu, minta saja cowok yang kau sukai itu, si kelas B!” lanjutnya sambil kembali menikmati bento  yang dibawanya dari rumah.

Kami bertiga sedang makan bersama di kelas. Seperti biasa kami menyatukan dua meja dan duduk bertiga mengelilinginya. Meskipun setiap hari aku tidak membawa bekal sendiri, aku malas untuk membeli bento di kantin sendirian. Aku memilih untuk mencicipi bento yang dibawa oleh teman-temanku ini, hihi. Biasanya, mereka membawa bekal lebih banyak sengaja untuk diberikan kepadaku.

“Hei, hei, kenapa sekarang malah membawa-bawa si kelas B? Kalau orangnya ternyata sedang berdiri di belakang kita bagaimana?” Akhirnya Nanae berhasil menghabiskan dua onigiri dan ikut berkomentar.

“Apa masalahnya? Kita kan tidak menyebutkan nama orangnya?” Shoji langsung menimpali sambil menatap Nanae dengan kesal. “Atau jangan-jangan, kau ini sudah menyatakan cintamu padanya?” Kali ini dia menatap tajam sambil menunjuk-nunjuk wajahku dengan sumpit.

Aku langsung menggeleng-geleng kuat. “Baka. Tentu saja aku tidak sekonyol itu, menyatakan cinta kepada seseorang yang sudah punya pacar!” jawabku terbawa emosi.

Mendengar kata-kataku itu, Shoji malah melotot kaget. “NANI?!” teriaknya. Karena ekspresinya kurasa terlalu berlebihan, aku langsung mendesis panjang.

“Kau ini, apa tidak ada cowok lain saja?” Shoji mulai menceramahiku, “yang lain banyak. Kau bisa pilih di antara senpai-senpai  yang tampan. Kenapa harus yang sudah punya pacar begitu? Apa kau mau merusak hubungan orang?”

“Tentu saja tidak. Makanya aku lebih memilih diam dan menyimpan saja perasaan ini!” sahutku. Aku jadi semakin emosi dan mulai memukul-mukul meja.

“Lihat betapa menyedihkannya dirimu, jatuh cinta pada kekasih orang dan terpaksa memendam saja cintamu. Cih!”
“Lalu apa masalahnya untukmu, hah..?!!”
“Aku merasa kasihan karena aku adalah temanmu sejak kecil!”
“BRAAAKKK..!!!”

Kali ini Nanae mengagetkan kami dengan berdiri tiba-tiba dan menghentakkan kursinya ke lantai. Kami langsung berhenti berdebat.

“Apa ini sebuah pertengkaran di dalam rumah tangga? Kalian tidak menghormati makanan-makanan di depan kalian, hah..?!” cetus Nanae. Wajahnya nampak geram sekali. Dipelototinya kami berdua bergantian.
Aku tak berani menjawab, begitu pula Shoji. Lantas, kami berdua hanya melanjutkan dengan perang saling tatap dan mencibir.

Nanae beranjak keluar kelas untuk mencuci tangan di toilet setelah menyerukan kalimat, “Gochisousama deshita!”  kepada kami berdua.

Aku lanjut memakan satu onigiri yang disisakan Nanae di kotak bento merahnya. Kukunyah cepat-cepat agar segera bisa menyusul Nanae. Dan meninggalkan Shoji menyebalkan yang sedang asyik mengunyah potongan ikan salemnya.

Setelah menelan habis makanan dan menenggak air minum, aku pun membereskan meja. Lalu pergi ke toilet tanpa berkata apapun pada Shoji yang masih menyisakan banyak nasi di kotak hitamnya.

Setibanya di toilet yang berbalut keramik warna jingga, ternyata Nanae sudah tidak ada. Kemana dia? Aku melihat sana-sini sebentar, lalu lanjut mencuci tanganku. Setelah membetulkan posisi kuncir kuda tinggiku di depan cermin, aku langsung keluar dari tempat itu.

Di koridor. Seperti biasa, aku bertemu banyak senpai dan anak dari kelas lain yang konyol. Suka menyapa seenaknya seperti sudah kenal. Bahkan tak sedikit yang tersenyum genit. Akhirnya di sudut tempat tangga menuju lantai 2, aku melihat Kenji Mishima dan Nanae.

Kenji adalah seorang pemuda bertubuh tinggi atletis dengan kulit agak gelap. Wajahnya lumayan tampan. Seperti yang kuperhatikan selama ini, anak kelas B itu setiap hari mengantar dan menjemput Sakura. Kupikir mereka adalah sepasang kekasih. Tapi setiap kutanyakan pada Sakura, gadis itu selalu membantah.

Lama aku berdiri diam melihat ke arah pemuda itu. Sedang apa dia? Kenapa sedang bersama Nanae? Aku memilih untuk tidak menghampiri mereka. Karena malah mereka yang sedang berjalan ke arahku.

“Achan? Kenapa berdiri di sini?” sapa Nanae sambil tersenyum begitu berdiri di hadapanku.

“Apa kabar, Hirose?” Kenji ikut menyapaku. Seperti biasa, pemuda ini nampak dingin. Tatapannya datar. Kelihatannya tipe orang yang pendiam dan tidak mudah bergaul dengan orang banyak.

Aku mengembangkan senyum membalas tatapannya.
“Baik, kau sendiri?”

***

“Tadaimaaaaa…!!”

Aku memasuki rumah dengan semangat. Pulang sekolah kali ini tidak membosankan seperti biasanya. Karena aku ingat ada Obaa-san di sana.

“Okaerinasai….!!”  Terdengar suara Obaa-san menyahut.

Aku langsung melepas sepatu dan menukarnya dengan sandal rumah. Kemudian berjingkat-jingkat semangat menuju washitsu.  Aku tersenyum lebar begitu mendapati Obaa-san sedang duduk bersimpuh di depan meja sambil menyeruput teh.

“Obaa-san…!” seruku. Aku pun ikut bersimpuh tepat di samping nenekku itu.

“Bagaimana sekolahmu hari ini?” sapa Obaa-san sambil perlahan menyunggingkan senyum. “Bahumu nampak lelah?” Disentuhnya menyentuh bahuku.

Aku menggeleng sambil menepuk-nepuk sendiri kedua bahuku pelan. “Atashi baik-baik saja tidak merasa lelah sedikit pun. Di sekolah juga menyenangkan,” jawabku mantap. “Obaa-san, bagaimana makan siangmu tadi?”

“Untuk hari ini saja, aku makan siang sendirian,” jawab Obaa-san sambil mengerucutkan bibirnya. Membuat keriput di wajahnya bertambah dua kali lipat, hihi.

“Kenapa ketika tiba di rumah ini hanya kesepian yang ada di mana-mana? Rumah kedua menantuku yang lain yang aku singgahi, begitu ramai dan penuh warna..”

***

Bersambung ke Chapter 7

Sayonara, SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang