Chapter 3

5 5 0
                                    

Aku pun langsung menegakkan tubuh lagi. Nanae segera menghampiri. Kutatap wajah Manato lekat-lekat. Ia kembali tersenyum. Kakinya bergerak, mendekatiku. Menepuk pundakku pelan lalu berjalan dengan tenang melewati kami.

“Apa-apaan itu? Sampah dari kelas B?” Shoji kembali menggerutu. Sambil menenteng tasnya, ia berjalan melewatiku dan Nanae. “Apa anak kelas B itu harus menganggap semua anak kelas F rendah?”

“Oi, sudahlah!” teriak Nanae sambil berlari mengejar Shoji. “Dia itu pemuda yang disukai Achan!”

Astaga! Aku langsung mengejar dan berteriak-teriak. “Jangan bicara sembarangan lagi!”

“Hahaha..aku tidak percaya Achan akan menyukai cowok sombong seperti itu, sampah dari kelas B itu..!” timpal Shoji yang kemudian meledakkan tawa.

Fiuh…syukurlah kalau Shoji beranggapan seperti itu. Rasanya sedikit lega. Tapi jika dipikir-pikir, tak tahu kenapa rasanya aku khawatir kalau Shoji mengetahui perasaanku terhadap pemuda itu.

Manato Matsuzaka. Aku terus menengok ke belakang. Lekat-lekat memperhatikan punggungnya yang kian menjauh. Mau kemana dia? Apa dia mau ke atap lagi? Tempat yang menurutku jadi favoritnya itu?

“Achan, kalau kau terus menengok ke belakang maka kau akan menabrak dinding!” terdengar suara Shoji.
“Baiklah, baiklah!”

***

“Ada apa kau datang ke sini?”

Begitu menyadari kehadiranku, Manato langsung menoleh.

“Aku..ada yang mau kusampaikan padamu..”

Ada apa ini? Kenapa anginnya bertiup sangat kencang sekali? Seperti mau menerbangkanku ke langit saja. Suasana di atap ini sangat berbeda seperti biasanya. Dingin dan menyeramkan seperti di pemakaman.

“Hal tak penting apa?”

Sial. Badan ini malah kaku. Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkannya itu malah membuatku takut. Rasanya ingin terus mematung saja di sini sambil menggigiti bibirku hingga berdarah.

“Hei, gadis bodoh. Kau ini sebenarnya mau apa?”

Perlahan, aku menggerakkan kepala. Mengubah posisi menunduk jadi mendongak. Memberanikan diri untuk menatapnya.

“Aku..sudah lama aku menyukaimu..!”
“Nani?!”

“Sejak pertama kita bertemu di sini. Sejak itu seluruh tubuhku terus bergejolak setiap  melihatmu. Aku rasa, aku telah jatuh cinta padamu!”
“Lalu, aku harus bagaimana..?”

Hah? Kenapa malah dia bertanya seperti itu? Aku jadi tak tahu harus menjawab apa. Kenapa juga dia menatapku seperti itu? Seperti kebingungan menunggu jawaban dariku?

Gawat. Aku tidak tahu harus berkata apa. Jantungku berdebar kencang sekali sampai sesak nafas. Manato Matsuzaka, kenapa kau membuatku jadi bingung begini?

Hening. Hanya suara angin yang terdengar. Eh, tapi kenapa sekarang terdengar suara ponselku berdering? Kencang sekali. Semakin lama semakin kencang memekakkan telinga. Pusing sekali  mendengar deringan itu. Saking pusingnya kupejamkan mataku. Berusaha meredakan rasa tak menyenangkan itu.

Untuk sekian lama kupejamkan mata. Gelap. Lalu kubuka lagi perlahan. Eh, kenapa aku sedang berada di kamar? Dan terbaring di ranjangku? Dan suara deringan ponsel masih terdengar. Ternyata...yang tadi itu mimpi!

“Achan, kenapa lama sekali kau angkat teleponnya?” celoteh Nanae di seberang sana. Dari nada bicaranya itu, bisa kutebak pasti wajahnya sedang berkerut-kerut saat ini.

“Ada apa? Aku baru saja terbangun dari mimpi yang aneh!” rengekku sambil menyibak dan melempar selimut hijauku ke lantai.

“Kau di mana? Kami sudah menunggu satu jam di sini!” Nada bicaranya semakin meninggi.

“Nani?!”
“Jangan bilang kau lupa!”
“Eh, baiklah, baiklah. Gomen , aku segera ke sana!”

***

Hari ini ulang tahun sepupu Nanae, Sakura anak kelas B! Ya ampun, kenapa aku bisa melupakan undangan darinya? Padahal tadi pagi jelas-jelas sudah menyiapkan kado untuknya? Akibatnya, aku harus tergesa-gesa mengayuh sepeda seperti ini!

Akhirnya tiba juga di Karaoke-Kan . Aku langsung membungkukkan tubuh berkali-kali di hadapan Sakura. Langsung disambut teriakan keras oleh Nanae dan Shojiro.

“Hontou ni gomennassai..”  lirihku berulang-ulang.

Sakura langsung menahanku untuk membungkukkan badan lagi. “Tidak apa-apa. Aku tidak marah kok..” katanya lembut.

Aku pun mendongakkan wajah lagi. Menatap wajah cantiknya yang bersinar diterpa kerlap-kerlip lampu disko. Langsung kusodorkan kado di tanganku padanya.

“Otanjoubi omedetou!” pekikku sambil tersenyum lebar.

“Arigatou gozaimasu!”  jawab Sakura sambil menerima kado yang terbungkus kertas bergambar boneka warna-warni itu. Rasanya lega sekali melihat senyumnya mengembang.

“Oi, Sakura. Karena Achan terlambat datang, bagaimana kalau kita beri dia hukuman?!” terdengar teriakan Shoji lewat mic di tangannya.

Nanae menatapku. Bersiap-siap dengan mic di depan mulutnya yang baru saja ia rebut dari tangan Shoji. Matanya mengerling nakal, lalu ia berteriak, “Ide bagus! Sebagai hukuman, kita suruh dia menghabiskan lima kaleng cola dalam waktu lima menit!”

“SETUJUUUU...!!!”

Apa-apaan ini? Tentu saja anak-anak nakal ini dengan senang hati akan mengerjaiku. “Tidak. Tidak. Mana ada hukuman bodoh seperti itu?!” Aku buru-buru menolak ide kotor itu. Mendengar kata-kataku, mereka hanya tertawa puas. Mengolok-olokku.

Aku langsung bersembunyi di balik tubuh Sakura. “Selamatkan aku dari makhluk-makhluk biadab ini!” teriakku lirih. Sakura hanya menjawab dengan tawa.

Baiklah. Untuk lima belas menit ke depan, Shoji dan Nanae masih mengolok-olokku dengan lagu-lagu bertema cinta terpendam. Sungguh menyebalkan.

“Sebuah lagu akan kupersembahkan lagi untuk Hirose Ayaka, temanku yang jatuh cinta pada sampah kelas B..!!” seru Shoji dengan semangat. Aku langsung melemparinya dengan kaleng cola yang baru saja kutenggak habis isinya.

“Hah? Benarkah itu? Siapa orangnya?” Sakura malah langsung melemparkan pertanyaan dengan sangat antusias. Lalu menyenggol-nyenggol badanku yang kebetulan sedang duduk di sampingnya.

Nanae langsung menyahut, “Hmm, tanyakan saja padanya langsung!” Gadis itu pun langsung kembali berduet dengan Shoji.

“Hei, katakan padaku siapa lelaki beruntung itu?” Sakura berbalik menatapku. “Apa-apaan kau ini? Aku kan temanmu juga, ayo ceritakan padaku..”

“Ngg…” Aku mendecis panjang. Tak bisa kuhindarkan rasa maluku di hadapan tatapan gadis itu. Mungkin saat ini ekspresiku tampak aneh baginya.

***

Bersambung ke Chapter 4

Sayonara, SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang