Chapter 8

1 1 0
                                    

“Gochisousama deshita…!!!”

Mulai terdengar ucapan itu di sekeliling kelas. Hampir semua penghuni kelas F sudah selesai makan dan berberes-beres. Begitu pula aku dan Nanae. Namun seperti biasa, Shoji masih menyisakan banyak nasi di kotak bento di hadapannya.

“Shojiro, segera habiskan nasimu..” decisku sambil menunjuk-nunjuk nasinya dengan sumpit.

Shoji berhenti mengunyah. Ia balas menunjukku dengan sumpitnya. “Terserah aku mau menghabiskannya atau tidak. Kenapa kau selalu sok perhatian begini?” cecarnya kesal. Kemudian menjepit lauknya lagi dan mengunyahnya.

“Makanmu lambat dan selalu bersisa. Sebenarnya kau ini anak laki-laki atau anak gadis?” kataku lanjut berkomentar sambil menaikkan sebelah alis.

Shoji tak menjawab, malah sibuk dengan makanannya. Dikunyah lauk dan nasinya dengan sangat lahap dan cepat. Sedetik kemudian, ia terbatuk-batuk dan menggerakkan tangan mencari air.

Aku menatapnya dengan heran, lalu lanjut berdiri dari kursi. Kulirik Nanae yang hampir selesai membereskan peralatan makannya di sampingku. “Nachan, ayo kita tinggalkan orang bodoh ini,” ajakku.

Nanae tertawa kecil melihat Shoji memelototi kami berdua bergantian sambil sibuk mengunyah. Gadis itu pun beranjak dan mengikutiku menuju loker untuk menyimpan kotak bento dan botol minum.

Setelah selesai, kami berjalan ke luar kelas bersama sambil tertawa cekikikan.

“Achan, aku penasaran. Kalian kan sudah kenal sejak lama, apa tidak ada rasa apa-apa di antara kalian?”

Aku langsung menoleh begitu mendengar kalimat itu. Kutatap Nanae lekat-lekat. “Apa? Kenapa kau bertanya seperti baru mengenalku saja?” tanyaku sambil lanjut tertawa renyah. Tanganku mulai bergerak ke bahu gadis itu dan menepuk-nepuknya.

“Hei, aku kan memang baru mengenalmu. Pertama kita berkenalan juga di hari upacara masuk sekolah ini kan?” lanjut Nanae sambil menyapu tanganku di bahunya. “Kalau begitu, ayo ceritakan sesuatu padaku..”

“Mau menceritakan apa?” Aku menaikkan kedua alis. “Tidak ada hal istimewa di antara kami selain telah menjadi teman dekat sejak kecil. Wajar saja karena rumah kami bersebelahan!”

Nanae tertawa genit sambil menabrak-nabrakkan tubuhnya padaku. “Tapi dia kan cowok yang tampan. Bahkan lebih tampan dari cowok yang kau sukai itu..”

“Ya, bisa dibilang begitu. Tapi bagaimana kalau aku hanya menganggapnya teman saja? Nah, bagaimana denganmu, jangan-jangan kau yang menyimpan rasa suka padanya?” Aku balas menggoda gadis itu sambil mulai menabrakkan tubuhku ke tubuhnya.

“Apa-apaan ini? Kenapa jadi aku yang kena bully? Tentu saja aku hanya menganggapnya teman!” Kali ini Nanae yang menatapku kesal sambil mematutkan kedua alis.

“Iya, kau memang menganggapku hanya sekedar teman. Lalu aku yang menyukaimu ini harus bagaimana?”
Terdengar suara anak laki-laki yang sengaja ditekan meniru suara anak perempuan. Aku dan Nanae langsung menoleh.

“Shojirooooo…!!!” Kami memekik berbarengan.

“Ada apa ini, gadis-gadis yang genit? Jadi begini ya, kalian suka membicarakanku dari belakang?” celoteh Shoji sambil memutar-mutar rompinya yang berwarna cokelat di tangan. Sekarang dia berjalan di antara kami.

“Eh, jangan GR kau ya!” Aku buru-buru menyahut, sementara Nanae hanya tertawa.

“Kalau kalian mencintaiku, lebih baik utarakan saja sekarang. Selagi aku belum ada yang punya..” Shoji tak menanggapi kata-kataku sama sekali. Ia malah lanjut berceloteh menggoda kami. Tapi entahlah, malah aku yang sekarang merasa di-bully.

“Siapa yang mencintai pecundang sepertimu?!” pekikku kesal.

“Hei, hei, biasa saja. Tidak perlu menanggapi berlebihan seperti ini..” kata Shoji sambil tangan kirinya menggamit leherku. Pemuda itu mulai tertawa heboh.

“Dasar cabul..!!”

Aku langsung menarik tangannya itu. Mencoba menepis, namun ia malah menguatkan gamitannya.

“Lepaskan! Kau mau mencekikku sampai mati?!”

Ya akhirnya terus seperti itu, Nanae dan Shoji sibuk menertawaiku. Ah, menyebalkan sekali. Semua yang sedang berada di koridor memandangi kami dengan tatapan ‘ingin tahu saja’. Tapi hal itu berhenti ketika kami akhirnya tiba di toilet.

Eh, ngomong-ngomong, kemana dia? Kenapa aku tidak melihatnya beberapa hari ini?

***

“Sudah dua hari Manato tidak datang ke sekolah. Kabarnya sih, pacarnya sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan..”
“Ah? Benarkah itu?!”

Aku sedang bersama anak cowok berkacamata. Namanya Jun Inoue, anak kelas B. Demi mencari tahu keberadaan Manato, aku rela masuk ke toshoshitsu. Tempat yang bagiku sangat sunyi dan dipenuhi bau buku yang apek. Hanya untuk bertanya pada cowok kurus yang memang temanku saat SMP itu. Ini karena aku terlalu malu untuk bertanya pada Sakura.

“Sssssttt….!”

Jun meletakkan telunjuknya di bibir. “Kau jangan terlalu berisik. Ini bukan di kelas F, tapi toshoshitsu..” kata pemuda itu sangat pelan sambil membetulkan posisi kacamatanya. Matanya tak lepas dari deretan kata di buku yang sedang ia pegang.

“Huh. Apa maksudnya berkata kalau ini bukan kelas F?” keluhku pelan sambil bangkit dari bangku tempatku duduk. Langsung kuletakkan buku yang pura-pura kubaca sejak tadi di atas meja.  Tepat di hadapan Jun.

“Baiklah, terima kasih atas infonya..”
Aku melenggang melewati rak-rak buku yang berbaris. Begitu kulihat kanan-kiri, ternyata tak sedikit yang sedang mendelik ke arahku. Yang membuatku heran adalah, mengapa mereka semua seperti sedang melihat hantu saja?

“Apa yang aneh dariku?” cetusku pelan. Lantas aku mulai memperhatikan penampilanku sendiri. Rasanya wajar-wajar saja, tidak ada yang aneh.

“Wah, ternyata ada juga anak kelas F yang mau masuk ke sini..?”
“NANI?!”

Aku langsung mencari arah asal suara itu. Kuacungkan tinju sambil mendelik ke sana-sini. Lantas mereka yang tadinya melihat ke arahku langsung pura-pura tidak tahu. Heran. Mengapa mereka bisa mengenaliku seperti di atas kepalaku ada label bertuliskan ‘anak kelas F’ saja?

Huh, persetan dengan kalian dan buku-buku ini! Kalian mau memakannya, membakarnya, atau bahkan menikahinya pun aku tidak akan peduli. Ya, meskipun buku itu untuk dibaca!

Di luar masih ramai dan berisik begitu aku keluar dari kelas, hendak membuang sampah ke tempatnya di halaman belakang. Kuangkat kotak sampah kelas F yang penuh dengan sekuat tenaga. Hari ini giliranku piket. Aku harus membantu membersihkan kelas sebelum bisa pulang ke rumah.

***

Bersambung ke Chapter 9

Sayonara, SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang