It Hurts (1)

64 17 0
                                    

Sudah terhitung tiga bulan Dabin berada di Amerika dan tinggal bersama Kamden, dia merasa rencana awalnya berhasil karena Kamden semakin nyaman dan terbiasa tinggal bersamanya, mungkin itu membuat Kamden sendiri yakin kalau sudah siap berumah tangga bersama Dabin.

"Eh, apaan tuch?" Dabin mengambil kotak berukuran besar, disana tertulis kalau hadiah itu untuknya. Tanpa berpikir panjang lagi, Dabin membuka kotaknya, betapa terkejutnya Dabin melihat isinya itu gaun dan... surat lagi.

"Pulang Kerja langsung siap-siap pakai gaun ini, ya. Pokoknya waktu aku sudah sampai, kamu harus sudah siap."

Dabin tersenyum salting, bayangannya sudah kemana-mana, pasti Kamden mau melamarnya hari ini mankanya disuruh pakai gaun. KYAAAA, Dabin harus cepat-cepat mandi, makeup, dan styling rambut!

....

Kamden membuka pintu kamarnya, bibirnya tersenyum melihat Dabin sudah siap, tinggal menaikkan resleting sampai atas saja. Kamden membantunya, tak lama indra penciumannya menghirup wangi parfumnya Dabin yang manis, dan itu membuat Kamden reflek menurunkan resletingnya. Kamden tidak sadar akan hal itu sampai Dabin menyikut perutnya.

"Hahaha, maaf." Kamden menaikkan resletingnya lagi, lalu mengeluarkan penutup mata dari dalam saku jaketnya. "Pakai ini, ya."

"B-Boleehhh!" Dabin tersenyum salting part dua, kalau begini, Dabin semakin yakin kalau Kamden akan melamarnya.

🍴🍴🍴🍴

Sampai juga di tempat tujuan, Kamden membuka penutup matanya dan membiarkan Dabin membuka matanya untuk melihat kemana Dabin dibawa. Ekspresi wajahnya Dabin benar-benar tidak enak pada saat itu juga karena....

"Kamden, ini kan mekdi?"

Kamden mengangguk polos. "Iya, mekdi kan kesukaan kamu."

"Iihh, Kamden beliin gaun cantik gini cuma mau ngajak aku ke mekdi? Ke Restoran bintang lima, kek!" ketus Dabin.

"Yah, gimana, dong? Ini sudah dibayar semua...."

"Yaudah!" Dabin membuka cheeseburger, lalu memakannya dengan perasaan marah. Ekspetasinya sudah melebihi tingginya langit, ternyata realitanya setipis dan sependek kerak bumi!

"Dabin ngambek sama aku?" tanya Kamden sambil menoel pipinya Dabin.

"Engga, aku marah sama ekspetasi aku sendiri."

Kamden menghela nafasnya, hal seperti ini bisa dijadikan pelajaran baginya, lain kali dia harus mengajak Dabin ke restoran bintang lima sesuai request-nya Dabin tadi.

"Nanti habis makan, kita jalan-jalan keliling, jalan kaki aja."

"Harus!" Dabin menggigit cheeseburgernya lagi, sudah doyan, cuma masih ngambek saja sama Kamden gara-gara diajak ke mekdi. Nanti waktu jalan-jalan harus ada suprise pokoknya!

Dabin memakan burgernya dengan cepat, menghabiskan coke float dan mcflurry oreonya juga supaya tidak membuang-buang makanan, itu tidak baik.

Kamden melongo, ini baru tiga puluh menit berada di mekdi, tapi Dabin sudah menghabiskan semuanya, benar-benar ajaib. Karena takut pencernaannya Dabin terganggu, Kamden menyuruh Dabin duduk lebih lama supaya makanannya turun.

"Sudah turun nih makanannya, ayo jalan!" Dabin mengelus perutnya sebagai bukti kalau makanannya sudah turun.

Kamden mengulurkan tangannya, Dabin langsung menggandeng tangannya Kamden sambil malu-malu kucing. Langit gelap dan kota diterangi lampu di California membuat suasananya cocok, cocok untuk melamar Dabin. 🌚

"Eh, ada kembang api!" seru Dabin, membuat Kamden memutuskan untuk berhenti sejenak melihat indahnya kembang api di malam hari.

"Dabin," panggil Kamden ragu-ragu.

"Iyaaaa?" Dabin menoleh pada Kamden, pipinya semakin merah ketika Kamden memegangi kedua tangannya.

"Kamu mau ng-"

"YES, I WILL, KAAAMM!" Dabin sedikit melompat disaat jantungnya gugup karena menjawab pertanyaannya Kamden yang belum selesai.

"Dabin, aku belum siap, kamu mau nggak nungguin aku?" Kamden menggigit bibirnya, dia merasa tidak enak sudah membuat Dabin salah paham.

Dabin menepis tangannya Kamden. "Sampai kapan aku harus nungguin kamu?! Dari tahun-tahun kemarin selalu aja belum siap. Aku sudah ngeyakinin kamu, loh. Masa masih belum yakin?!" bentaknya.

Kamden terdiam, dia terkejut karena Dabin menyebutnya menggunakan kata 'kamu', tidak seperti biasanya yang memanggil namanya.

"Aku ngebiarin kamu ngelakuin itu sama aku karena aku yakin kamu bakalan siap dalam waktu dekat, ternyata enggak, selama ini cuma aku yang berimajinasi." Dabin mengusap air matanya, ini benar-benar menyakitkan.

"Dabin, a–"

"Jangan bicara sama aku, harga diri aku bener-bener sudah hilang di depan kamu." Dabin pergi meninggalkan Kamden sendirian, dia tidak peduli sekitar, yang penting hatinya tenang.

Dabin tidak tahu sedih karena dirinya yang terlalu berharap atau Kamden yang terus membuatnya menunggunya terus menerus, intinya malam benar-benar menyakitkan.

Calling Hanbin....

Dabin perlu bantuan untuk saat ini, dan itu hanya Hanbin yang masih mempunyai jadwal di Amerika. Tidak mungkin Dabin menelfon Jeonghyeon, bisa ada salah paham nantinya.

"Halo, Dabin. Ada apa?"

"Hanbin, l-lo dimana?. Gue butuh lo."

"Dabin, gue baru sampai Korea, Jeonghyeon yang masih ada jadwal disana."

"Huhuhu, bangsat, terus gue pulang ke manaaaa? Dompet gue ketinggalan di mo–"

"PARK DABIN!"

Dabin menoleh kearah suara itu, tidak disangka itu Jeonghyeon. Entah bagaimana Jeonghyeon bisa tahu kalau Dabin membutuhkan bantuannya. Tapi ... Dabin tidak bisa, walaupun ini bukan di Korea, pasti ada yang mengikuti Jeonghyeon.

[✔] Awkward 2 (Na Kamden) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang