Hari sudah pagi, tapi Dabin belum menunjukkan tanda-tanda pulang. Kamden sampai tidak bisa tidur semalaman karena Dabin belum pulang, dia khawatir kalau Dabin akan sangat marah padanya. Dipikir-pikir, Kamden selama ini memang selalu memberi Dabin harapan, tapi harapannya Dabin langsung rusak karena kemarin. Kamden merasa jahat....
Tidak ada waktu untuk menyesal, Kamden mencoba menelfon Dabin lagi, berharap Dabin mengangkatnya saat itu juga. Namun, pada akhirnya telfonnya tak kunjung diangkat. Kamden membuka twitter, ada kemungkinan Dabin akan men-tweet sesuatu dan bisa digunakan sebagai petunjuk.
Ah, sial, Dabin tidak ada kabar dari twitter juga, yang ada malah kabarnya Jeonghyeon yang sedang trending. Karena perasaannya sudah tidak enak, Kamden membuka beritanya Jeonghyeon.
Kamden menyesal seketika, disana banyak sekali foto Jeonghyeon sedang berduaan bersama Dabin sepanjang malam sampai pagi, bahkan ada artikel yang menuliskan kalau pagi ini Dabin tidur di kamar hotel dimana Jeonghyeon menginap. Jadi, Dabin semalaman bersama Jeonghyeon, ya?
Ckleeekk....
Dabin datang dalam keadaan bibir pucat, bahkan mencari air mineral seperti orang yang tidak minum selama beberapa hari. Kamden yang sedang marah pada saat itu juga langsung menghampiri Dabin di dapur.
"Enak ya, lagi marah bukannya ngasih aku kesempatan buat bicara malah kabur sama cowo lain."
Dabin memegang tangannya Kamden. "Aku minta maaf sudah marah-marah sama kamu, kalau misalnya kamu sudah lihat artikelnya, itu semua bohong. Aku sama Jeonghyeon semalaman ngobrol biasa di cafe sampai pagi, aku nggak nginep di kamar hotelnya Jeonghyeon. Aku tau posisi, Jeonghyeon idol terkenal, sedangkan aku sudah punya kamu."
Kamden mencengkram dagunya Dabin. "Ngobrol? Yakin ngobrol biasa? Pasti kamu curhat sama Jeonghyeon tentang kejelekan aku!"
"N-Nggak, buat apa aku jel–"
"Don't gimme a fucking bullshit, Park Dabin! Kita putus, tinggalin rumah ini sekarang." Kamden melepaskan cengkramannya secara kasar sampai kukunya tidak sengaja menggores kulitnya Dabin.
"Kamden, aku minta maaf, aku nggak gitu...." Dabin memeluk Kamden yang hendak pergi. "Tolong jangan putus, aku cinta sama kamu, aku juga lagi h–"
BRUAAKKK!
Kamden mendorong Dabin sampai perutnya Dabin mentatap keras meja pantry. Dabin merintih kesakitan sambil mengelus perutnya, sedangkan Kamden hanya menatap tanpa ada niatan untuk membantu.
Sakit di perutnya Dabin tidak kunjung berhenti sampai pada akhirnya ada darah yang mengalir dari selangkangannya Dabin. Kamden terkejut bukan main, bagaimana bisa?
"Okay, kita putus. Kamu sudah bunuh anak kita, jadinya kamu nggak ada tanggung jawab lagi." Dabin pergi dalam keadaan darah yang masih keluar.
Kamden diam, tapi masih tetap berpegang teguh pada keputusannya, yaitu memutuskan hubungannya selama 12 tahun bersama Dabin. Cukup sampai disini saja, Kamden tidak akan menikah sampai kapanpun, pacaran saja sudah membuatnya frustasi akhir-akhir ini.
....
Dabin sudah selesai menelfon Nat Geo, syukurlah dia mendapatkan izin untuk menempati asrama dalam jangka waktu enam bulan, mungkin setelah itu Dabin bisa membeli Apartemen dengan cicilan.
Kenapa Dabin tidak kembali ke Korea saja? Tidak semudah itu, Dabin baru saja bekerja disini, apalagi ada kejadian tadi, tidak mungkin dia pulang dengan membawa berita buruk itu.
"Pasien Dasha Park?" seorang Dokter Kandungan menghampiri Dabin yang terbaring diatas kasur pasien di IGD. "Anda perlu dirawat selama beberapa hari disini untuk perawatan setelah keguguran. Dibalik ini ada berita bagus, rahim anda masih baik-baik saja setelah terbentur keras."
Dabin menghela nafas lega. "Karena saya tidak ada wali, saya akan mengurus semua yang dibutuhkan untuk rawat inap."
"Oh, tidak perlu, salah satu suster akan mengurusnya untuk anda." dr. Jane menyuruh Dabin supaya tetap berbaring karena Dabin tidak boleh banyak bergerak.
"Baiklah, terima kasih atas pelayanannya yang nyaman."
"Sudah menjadi kewajiban kami. Tetap kuat, ya." dr. Jane menepuk bahunya Dabin, lalu pergi mengutus salah satu suster untuk mengurus rawat inapnya Dabin.
10.00 AM
Akhirnya Dabin bisa beristirahat, walaupun memakai infus yang membuatnya tidak bisa bergerak dengan leluasa, dia lega bisa tiduran dengan tenang di tempat yang sepi ditambah sedang sendirian.
Suasana sepi itu ... membuat Dabin menangis. Dabin rindu Ayahnya, Ibunya, Hanbin, dan keluarganya Kade. Disaat menangis seperti ini juga... biasanya Kamden yang mendekapnya erat-erat.
Andaikan saja kemarin Dabin bersabar sedikit, ah, tidak bisa, keburu usia kandungannya tua. Disaat perutnya sudah mulai membuncit, pasti itu terlihat, dan itu membuat Kamden malu.
Dari awal memang salahnya Dabin yang tidak sabaran dan terlalu berharap. Dabin memang bodoh, rasanya percuma Chanyeol dan Seungwan membiayai pendidikannya sampai tahap akhir.
"Tolong jangan salahin diri lo sendiri, Dabin. Lo sudah berusaha sejauh ini, nggak ada salahnya juga lo nggak sabar."
"Nggak bisa, Jeonghyeon. Dari awal ini salah gue...." Dabin menutup mulutnya supaya isakannya tidak terdengar kencang. Walaupun ruangannya Paviliun, Dabin tetap saja tidak boleh berisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Awkward 2 (Na Kamden)
FanfikceKasih Kode ke Kamden itu susahnya minta ampun, yah, walaupun sebenarnya Kamden mengatakan hal yang membuat Dabin harus menunggunya dengan sabar.