Satu tahun kemudian....
Dabin memasangkan dasinya Kamden, tidak lupa juga menyisir rambutnya juga supaya terlihat lebih rapi. Tidak hanya sampai situ saja, Dabin juga memasangkan jas dan mengancingnya juga. Sudah menjadi kebiasaannya setelah menikah bersama Kamden, Dabin jadi berasa punya bayi raksasa. :")
Selesai dengan itu semua, Kamden menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Baru saja satu semprotan, perutnya Kamden mual. Kamden langsung pergi ke kamar mandinya dengan langkah yang terburu-buru diikuti Dabin yang khawatir.
Dabin membantu Kamden dengan memijat tengkuknya. Dirasa sudah selesai, Dabin mengambilkan gelas berisi air untuk berkumur. Dabin mengelus kepalanya Kamden supaya tenang dan tidak diambil pusing karena sudah mengalaminya selama seminggu ini, anehnya lagi, Kamden selalu meminta hal aneh.
"Dabin, aku mau janjian sama dokter. Siang ini kamu minta istirahat ekstra, ya. Aku nanti jemput kamu, terus nganterin kamu periksa."
Dabin mengerutkan keningnya. "Lah, bukannya Kamden yang harus periksa?" tanyanya kebingungan.
"Kayaknya kamu hamil, tapi morning sickness sama ngidamnya lari ke aku." Kamden mengusap mulutnya menggunakan napkin, ini benar-benar menyiksa.
"O-Okay, aneh sih, tapi masuk akal, hahaha. Ayo sarapan dulu," ajak Dabin.
Kamden mengangguk, semoga saja setelah sarapan tidak mual lagi, yang benar saja Kamden bekerja dengan perut kosong, bisa tepar ditengah kerja.
13.15 PM
Kamden dan Dabin menatap layar USG secara bersamaan, dokter kandungannya mengatakan kalau di dalam perutnya Dabin sudah ada janin yang berusia 3 minggu. Kamden yang daritadi memegang tangannya Dabin tidak bisa menahan perasaan senangnya, punggung tangannya Dabin langsung ditepuk-tepuk pada saat itu juga.
Selesai di USG, dr. Andrea pergi mencetak hasilnya, sedangkan Kamden membantu Dabin membersihkan gel di perutnya Dabin. Ternyata dugaannya Kamden selama ini benar kalau Dabin sedang mengandung.
Gel yang berada di perutnya Dabin sudah bersih, Kamden membantu Dabin turun, lalu menuju tempat duduk yang berada di depan meja dr. Andrea. Mereka menunggu hasilnya, semoga baik-baik saja.
"Kondisi janinnya lemah karena Nyonya Winston terlalu banyak aktivitas. Saya sarankan kurangi pekerjaan anda sebisa mungkin demi janinnya," ucap dr. Andrea, setelah itu menuliskan beberapa obat yang harus diambil di Apotek. "Ini obat yang sudah saya resepkan, bisa diambil satu jam lagi, dan ini catatan janinnya, silahkan datang lagi di bulan depan."
"Baik, terima kasih." Kamden menerima kertas dari dr. Andrea, lalu mengajak Dabin keluar karena masih banyak yang mengantre.
Mereka berdua menunggu di kursi yang terletak di dekat tempat mereka mengambil obat. Kamden memegang kedua tangannya Dabin. Ekspresi wajahnya Dabin berubah drastis semenjak setelah mendengar anjurannya dr. Andrea.
"Dabin kenapa?" tanya Kamden secara hati-hati. "Masalah pekerjaan, ya? Aku nggak maksa kamu buat berhenti, kok. Setelah cuti lahiran nanti, kamu kalau mau kerja juga boleh."
Dabin menggeleng kencang. "Kamden, aku anak wanita karir, aku tau rasanya nggak enak banget, aku nggak mau anak kita ngerasain itu. Aku juga sudah bilang kan kalau aku bakalan nulis buku? Menyebarkan ilmu itu juga salah satu impian aku, jadi kamu jangan khawatir," ucapnya menenangkan hatinya Kamden.
"Dabin...." Kamden sangat terharu mendengarnya, Dabin yang sekarang benar-benar berbeda dengan Dabin ketika masih SMA dan Kuliah. "Aku bangga banget sama kamu tau nggak."
"Aku juga bangga sama kamu." Dabin mengacungkan jari kelingkingnya. "Ayo kita janji, mulai hari ini sampai seterusnya, kita harus saling intropeksi diri dan saling koreksi kalau memang salah. Kamu tau kan... jadi orang tua itu nggak mudah, jadi harus saling mengingatkan."
Kamden menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingnya Dabin. "Aku janji," ucapnya, lalu memeluk Dabin.
••••
Beberapa hari yang lalu Kamden merasakan morning sickness selama satu minggu, sekarang itu sudah berpindah ke tubuh yang sebenarnya. Dabin mengalami mual, muntah, dan pusing setiap pagi, bahkan tubuhnya mudah kelelahan sampai kemarin memutuskan untuk berhenti bekerja.
"Dabin, kamu pucet banget." Kamden kebingungan sendiri, dia dulu tidak begitu, hanya mual saja, itupun hilang dalam waktu satu jam saja.
"Aku mual, pusing, capek," keluh Dabin.
Mendengar keluhannya Dabin, Kamden langsung menggendong Dabin ala bridal ke kamar dan membaringkannya diatas kasur, tidak lupa menyelimutinya.
"Hari ini aku bisa berangkat siang. Tunggu sebentar, ya, aku masak sarapan dulu." Kamden mencium keningnya Dabin, lalu pergi ke dapur untuk memasak sesuatu.
Kamden bisa masak? Bisa, lah! Memasak itu salah satu hobinya Kamden.
Dabin tersenyum sendiri di dalam kamarnya, rasanya... yang dia tunggu-tunggu sejak dulu tidak sia-sia. Dabin memang menunggu Kamden dalam waktu yang sangat lama, tapi... lihat sekarang, Kamden benar-benar berperan sebagai seorang suami, bahkan sebentar lagi sebagai seorang Ayah. Ciyeeehhhhh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Awkward 2 (Na Kamden)
FanfictionKasih Kode ke Kamden itu susahnya minta ampun, yah, walaupun sebenarnya Kamden mengatakan hal yang membuat Dabin harus menunggunya dengan sabar.