Mata menatap kontak sang Ibu, jari telunjuk yang ragu untuk menekan icon video call, dan hati yang ingin menekan itu. Dabin benar-benar tidak tahu harus video call Seungwan atau tidak, namun disisi lain Dabin sudah mempersiapkan sebaik mungkin supaya tidak terlihat kalau dirinya sedang berada di Rumah Sakit.
Kalau dipikir-pikir, tidak ada salahnya sesekali menangis sedih di depan orang tuanya, itu bukan hal yang memalukan karena menangis itu manusiawi.
Calling Video Call 'Eomma'....
"Halo, Dabiiin. Gimana kabarnya?"
"Dabin demam habis bertengkar sama Kamden, hehehe. Eomma lagi sama Appa?"
"Iya, ini Appa lagi main domino sama Hanbin."
"Dabiiiinn? Aku mau ngomong sama Dabin!" - Chanyeol.
Setelah Chanyeol mengatakan itu, layar ponselnya langsung menunjukkan wajahnya Chanyeol, Seungwan, dan Hanbin yang tersenyum.
"Dabin demam." -Seungwan.
"Loh, Dabin kok demam? Sudah makan? Minum obat?" -Chanyeol.
"Sudah, Kamden pulang buat nganterin makanan sama obat, barusan berangkat kerja lagi."
"Aduh, Kamden ini secara nggak langsung sudah siap, tapi nggak ada kabar buat ngelamar Dabin." -Seungwan.
Dabin tertawa dan menangis, akhirnya air mata yang tertahan keluar juga. Tentu saja hal itu membuat Chanyeol, Seungwan, dan Hanbin khawatir, apalagi kakak sepupunya Dabin yang mengetahui masalah pertengkarannya. Tapi, Dabin tetap mengatakan kalau dirinya hanya rindu, tidak menceritakan masalah yang menimpa dirinya.
....
Jeonghyeon berlarian tanpa henti di rumah sakit, hatinya tidak tenang sampai matanya sendiri melihat kalau Dabin baik-baik saja. Jeonghyeon sudah tidak peduli akan skandalnya, yang penting dia sudah menyiapkan rencana kalau misalnya karir idolnya yang tersisa dua tahun ini hancur.
Sreeeekkkk....
Pintu ruang inapnya Dabin terbuka, tatapan Jeonghyeon bertemu dengan tatapannya Dabin yang sudah terkejut diatas kasur pasien. Bagaimana Dabin tidak kaget kalau dia tidak menceritakan ini pada siapapun.
"Dabin...." Jeonghyeon menghampiri Dabin. "Lo nggak papa? Gue kaget banget waktu Hanbin bilang lo ada di RS."
Dabin membulatkan matanya. "Gue nggak bilang apa-apa sama Hanbin, loh."
"Lo memang nggak bilang, tapi Hanbin itu orang yang paling peka."
Dabin mendecak sebal, Hanbin ini memang gila, sudah tahu Jeonghyeon ada skandal, masih saja memberitahu kalau dirinya sedang berada di rumah sakit.
"Gue tadi tanya ke resepsionis, katanya lo keguguran. Dabin, lo sebelumnya hamil anaknya Kamden?" tanya Jeonghyeon serius.
Jantung Dabin berdetak kencang, nyawanya bagaikan diujung tanduk mendengar pertanyaan dari Jeonghyeon. Dabin memilih menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut tanpa menjawab pertanyaan itu.
"Dabin, lo boleh nyeritain masalah lo sama gue."
"Gue sudah dewasa, gue harus bisa selesaiin masalah sendirian," balas Dabin dari dalam selimut.
Jeonghyeon menghela nafasnya, ternyata dia memang bukan siapa-siapa dimatanya Dabin, hanya sekedar tetangga dekat saja.
"Gue tau lo sudah dewasa, tapi lihat lo sekarang, Dabin. Lo sendirian disi— ah, lo punya Kamden, gue lupa."
"Gue putus sama Kamden, dia marah besar gara-gara semalaman sama lo. Tapi ini bukan salah lo, semua kejadian ini dan skandal lo, itu salah gue. Maafin gue." Dabin keluar menyingkap selimutnya. "Tolong tinggalin gue sebelum semuanya semakin rumit, Jeonghyeon."
"Gue bisa beresin itu, Dabin. Dan gue kesini karena khawatir sama lo yang suka nyalahin diri sendiri." Jeonghyeon memegang kedua bahunya Dabin. "Gue bakal jagain lo s–"
"Jeonghyeon, gue bisa sendiri, tolong tinggalin gue sebelum semuanya semakin rumit!" bentak Dabin.
Jeonghyeon memilih diam, dengan begitu Dabin tidak akan mengusirnya terus. Jeonghyeon tidak akan pergi sampai Dabin baik-baik saja dan mengerti kemana Dabin akan pergi setelah ini.
....
Kamden sedang tidak mood bekerja, otaknya hanya memikirkan keadaannya Dabin saat ini, dan itu membuatnya frustrasi. Kamden terus mengusak rambutnya, yang awalnya rambut itu sudah berantakan, sekarang semakin berantakan. Kamden tidak tahu harus berbuat apa sampai pada akhirnya memutuskan pergi ke ruang rekaman.
Di ruang rekaman, Kamden langsung disambut ekspresinya Jay yang terkejut karena penampilannya. Kamden tidak peduli, untuk saat ini penampilannya tidak penting, yang paling penting saat ini adalah hati dan pikirannya.
"Lo kenapa, Kam? Bertengkar?" tanya Jay panik.
Kamden menggeleng. "Lebih parah, gue putus sama Dabin."
Jay menepuk bahunya Kamden. "Ya ampun, kok bisa? Kekanak-kanakan banget dah putus," ejeknya.
"Biarin." Kamden membaringkan badannya di sofa, dia ingin tidur siang dengan tenang tanpa beban pikiran apapun.
Jay hanya geleng-geleng kepala melihatnya, dia tidak bisa membela pihak manapun karena tidak mengerti ceritanya secara lengkap. Tapi, Jay merasa kalau Dabin lah yang sedang dalam masa yang berat. Jay akan mencoba mencarinya.
____________________________
Ericaca <3
Caca, Kamden putus sama Dabin. •
Aku urus Kamden, kamu urus Dabin, ya? •
Nanti kita cari Dabin bareng-bareng. •• Kamden ini perlu di Exorcist emang.
• Okay, laahh.
• Aku bakalan cari mulai sekarang, kamu
lanjut kerja aja ya, sayang. 😗Okay, jangan paksain diri kamu, ya. •
Ingat, kamu bawa dua nyawa. •• Siyaapppp!
Semangat bener, gara-gara sepupunya •
Dabin itu mantan kamu, kah?• Jay anjing banget. ☺️🔪
____________________________
Jay terkekeh, lucu sekali Erica itu. Semoga Dabin cepat ketemu, yaahh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Awkward 2 (Na Kamden)
Hayran KurguKasih Kode ke Kamden itu susahnya minta ampun, yah, walaupun sebenarnya Kamden mengatakan hal yang membuat Dabin harus menunggunya dengan sabar.