Aquarium of the Pacific
Kamden menatap cincin lamarannya yang terdapat ukiran nama di bagian dalamnya, sangat cantik sampai tidak bisa berhenti memandanginya. Kamden juga tidak sabar bertemu Dabin, semoga saja Dabin sudah tidak marah lagi padanya dan mau menerima lamarannya.
"Eh, itu Caca sama Dabin." Jay langsung mengirim chat ke Erica supaya membuat Dabin menunggu di tempat yang sangat cocok untuk Kamden melamar Dabin.
Melihat Erica sudah berjalan menghampiri mereka, Kamden langsung bergerak menuju dimana Dabin berdiri. Tanpa rasa takut, Kamden memeluk Dabin dari belakang. Kamden bisa merasakan kalau Dabin terkejut, namun karena aroma parfumnya, Dabin memilih tidak panik.
"Aku kangen sama kamu, Dabin," bisik Kamden.
Tidak ada balasan dari Dabin, Kamden memanfaatkan tingginya untuk melihat kenapa Dabin diam saja, ternyata menangis.
"Sini hadap aku." Kamden menuntun Dabin supaya menghadap kearahnya, lalu menangkup wajahnya.
"Kemana aja?" tanya Dabin ketus.
"Dabin, aku minta maaf, aku menyesal banget sudah ninggalin kamu, aku ngerasa kehilangan banget selama satu bulan ini. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu...."
Dabin mengusap air matanya. "Terus? Memangnya semua itu urusan aku?!"
Kamden terkekeh, ternyata suara dan nada bicaranya tidak berubah, yang berarti Dabin saat ini hanya ngambek. "Dabin, ayo kita menikah. Ayo kita jalani hidup ini berdua... sama anak-anak kita nanti."
Dabin menatap Kamden seperti orang yang tidak mempercayainya. Ah, sepertinya Kamden terlalu memberi banyak pada Dabin harapan selama tiga bulan bersama.
"Ini beneran, Dabin. Mau, ya?" Kamden sangat memohon sampai mencium kedua punggung tangannya Dabin. Kamden akan putus asa kalau Dabin menolaknya.
"Kamden ngelamarnya awkward!" protes Dabin.
Kamden tertawa dan memeluk Dabin lagi, ini yang Kamden kangen dari Dabin, kalau jujur selalu saja lucu.
"Iya, Dabin mau menikah sama Kamden."
"Okaaaaaaayyyyyyy!" Kamden melepas pelukannya sambil mengeluarkan kotak cincinnya, lalu memasangkan cincinnya di jari manis kanannya Dabin. "Terima kasih sudah mau nungguin aku."
Dabin tersenyum, "Terima kasih sudah berani ngelamar akuu."
Tidak bisaaa, ini terlalu manis bagi Kamden yang diam-diam gampang mleyot. Sebagai perayaan keberhasilan lamarannya, Kamden mencium bibirnya Dabin ditengah banyaknya pengunjung. Kamden yakin orang disekitarnya tidak akan peduli.
Krrrrkkkkk....
Kamden melepaskan ciumannya mendengar suara perutnya Dabin. Astaga, Kamden lupa kalau waktunya makan malam. Untung saja Kamden sudah memesan ruang private di restoran bintang lima yang diinginkan Dabin.
🍴🍴🍴🍴
Dabin memakan makanan yang dipesankan Kamden, rasanya numero uno semua sampai cemot-cemot. Kamden yang pada dasarnya bucin langsung mengelap mulutnya Dabin menggunakan napkin.
"Pipi kamu kok tirusan?" tanya Kamden sambil mencubit pelan pipinya Dabin.
"Nggak doyan makanan kantin, mau masak sendiri susah, mau beli sayang uang, waktu itu kan aku mau nyicil apartemen disini, hehehe." Dabin lanjut makan lagi, perutnya kelaparan sekali, sudah dua hari Dabin tidak makan, gaes. :")
"Dabinie ada rencana kah kalau kita sudah menikah?" tanya Kamden lagi supaya suasananya tidak awkward seperti dirinya dulu.
"Euumm, kalau kita sudah punya momongan, aku mau berhenti kerja, aku beralih nulis buku geologi sama geografi aja buat anak-anak kecil sama pelajar SMP–SMA dan seterusnya!" balas Dabin dengan semangat, jarinya sudah siap mengetik dan merevisi!
"Pantesan waktu kita baru pacaran kamu marah-marah terus kalau aku ngetik nggak ada tanda baca atau penempatannya salah."
Dabin nyengir lucu. "Kalau nggak ada tanda bacanya, aku bacanya jadi gini, 'Dabinkamulagiapasudahmakanapabelum'."
Kamden tertawa ala bapack-bapack hanya karena Dabin mempraktikkan bagaimana membaca typing kalau tidak ada tanda bacanya. Kalau dipikir-pikir, benar juga, ya.
"Kamden ketawanya kok kayak bapack-bapack, sih?" Dabin mengerutkan dahinya tidak suka, Kamden ini masih kepala tiga, tidak mungkin sudah menjelma jadi bapack-bapack umur kepala empat.
"Iya, ayah dari anak-anak kita," gombal Kamden.
Dabin be-rolling eyes, orang Dabin tanyanya bapack-bapack, bukan ayah-ayah, tidak nyambung sama sekali!
"Oh iya, masalahnya Jeong–"
"Sudaaaah, aku sudah minta maaf berkali-kali sama Jeonghyeon, untung aja ada salah satu fans Amerika yang ngasih bukti kalau waktu itu aku sama Jeonghyeon beneran semalaman di Cafe yang buka 24 jam," potong Dabin, dia mengatakannya karena tidak ingin Kamden khawatir lagi.
....
Jay menatap layar ponselnya, tidak disangka dia dibayar Kamden sebanyak ini hanya karena membantu hal kecil. Ternyata Miliyuner ini seram ya kalau lagi seneng, tapi ada untungnya juga buat Jay, hehehe.
"Caca, mau beli baju buat baby?" tanya Jay kegirangan.
"Gila ya kamu, jenis kelaminnya aja belum tau!" bentak Erica bisik-bisik.
Jay nyengir lucu, "Kita kan pengennya cowo, Ca. Yaudah beli biru aja, barangkali terkabul," bisiknya.
Erica tidak tahan! Erica menekan kedua pipinya Jay menggunakan satu tangan supaya diam, dia ingin berbelanja skincare dan makeup dengan nikmat tanpa ada hambatan.
"Jay, mending beli warna base atau ombrenya?" tanya Erica sambil menunjukkan dua warna lipcream.
"Ambil semua, kita habis dapet bonus dari Kamden!" seru Jay, yah, walaupun mereka sebenarnya juga kaya raya, kalau dibandingkan sama Kamden ya tetep jauh.
Mereka tidak se-kaya dulu ketika Erica masih menjadi atlet penembak, tapi mereka tetap happy, bahkan nantinya akan tetap membelikan semua yang terbaik untuk anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Awkward 2 (Na Kamden)
FanfictionKasih Kode ke Kamden itu susahnya minta ampun, yah, walaupun sebenarnya Kamden mengatakan hal yang membuat Dabin harus menunggunya dengan sabar.