one

113 16 3
                                    

Pagi itu, aku datang terlalu pagi ke sekolah seperti biasa.

Jam 06.05 aku sampai di kelas, baru ada dua anak yang datang. Jam 06.10 aku sedang membalas pesan dari Sonya kala pasangan legendaris di kelas kami—Vero dan Gia—datang bersama. Jam 06.20, kelas sudah dipadati siswa. Kelasku yang tadinya sunyi berubah jadi bising. Dan aku sadar bahwa kelasku hari ini lebih bising dari hari-hari sebelumnya.

Salah satu penyebabnya adalah dari gerombolan anak cowok yang berbincang di meja tengah paling pojok. Baris ke empat dari pintu masuk.

Saking kerasnya mereka berbicara, seisi kelas tau apa yang mereka bicarakan. Dari obrolan mereka, aku jadi tau bahwa kelasku akan kedatangan murid baru.

Suara mereka sangat lantang. Mereka membicarakan hal semacam, 'bakal ada anak baru', 'dikasih tau Radian', 'baek baek lo pada', 'kata Radian sih bakal ditaruh di sini, belom tau beneran apa enggak', 'liat nanti aja' dan masih banyak spekulasi lainnya. Hal tersebut awalnya hanya dibicarakan di golongan mereka saja. Tapi suara mereka yang menggelegar memicu rasa penasaran dari murid lain, yang akhirnya menyebar ke satu kelas.

Bahkan Sonya yang barusan datang bisa langsung tau. Matanya memicing ke arah gerombolan lelaki sumber berita pagi ini.

Sambil menaruh tasnya, Sonya melempar tanya. "Itu beneran nggak sih?"

"Nggak tau," balasku. "Katanya Radian sendiri yang ngasih tau Gilang."

"Berarti bener."

Bisa jadi, aku mengiyakan dalam hati. Gilang satu golongan dengan Radian, jadi kemungkinan besar berita yang disampaikannya pagi ini memang benar.

Aku menghadap Sonya yang telah duduk di sebelahku. "Tapi emangnya beneran bakal ditaruh di kelas kita?"

"Nggak tau juga." Sonya mengedikkan bahu. "Menurut lo, dia cewek apa cowok?"

Aku berpikir sebentar. Dilihat dari Radian yang memberi tahu Gilang, besar kemungkinan agar anak bau itu itu bisa langsung punya teman dan cepat akrab dengan Gilang—yang notabenenya teman Radian juga. Jadi jawabanku, "Cowok."

"Gue juga mikir gitu." Sonya menjentikkan jari. "Menurut lo lagi, kalo beneran cowok, dia ganteng apa jelek?"

Aku melongo sejenak, tidak habis pikir. Sonya serius bertanya begitu?

Aku tidak tau harus menjawab apa, jadi aku putarbalikkan saja pertanyaan Sonya.

"Menurut lo sendiri?"

"Nggak tau. Orang gue belom liat mukanya."

Aku mendesis sebal, Sonya ini benar-benar menguji kesabaranku. Aku meneriakkan namanya penuh jengkel sambil menendang kursinya, dan Sonya tertawa puas.

***

Aku dan Sonya—sebenarnya anak satu kelas juga—akhirnya tau bahwa informasi yang di bawa Gilang tadi pagi benar sewaktu bel jam pembelajaran pertama berbunyi dan Bu Indah masuk diikuti seorang lelaki berpostur tinggi.

Sonya menyikut lenganku, berbisik lirih. "Ganteng ternyata."

Aku diam mengamati. Sedikit banyak setuju dengan apa yang dikatakan Sonya. Tapi fokusku bukan tertuju pada hal itu. Aku lebih tertarik pada suasana kelasku yang mendadak sesunyi kuburan. Tidak ada yang bersuara kecuali Bu Indah yang turut mengenalkan anak baru tersebut pada kami semua.

Usai dipersilahkan, anak baru tersebut memperkenalkan diri secara lugas dan singkat. Seisi kelas di dominasi dengan 'oohhh' dan 'aaah' nyaris serentak setelah lelaki jangkung tersebut menyebutkan namanya.

Erlangga Adhyaksa.

"Namanya secakep orangnya ya." Sonya lagi-lagi berkomentar. Suaranya terdengar tengil.

the star, falling.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang