"Namira," balasku. "Gue sebenarnya juga udah tau nama lo."Alisnya naik sebelah. "Tau darimana?"
"Kita sekelas."
"Gue juga tau kalau kita sekelas di bimbingan—"
"Bukan di kelas bimbingan. Tapi di kelas sebenarnya. Gue juga MIPA 2. Kita sekelas."
Aku sengaja menekan di beberapa kata tertentu. "Lo udah di sini hampir 3 bulan tapi lo nggak kenal teman kelas lo sendiri?"Ekspresi Erlangga perlahan berubah. Dahinya mengernyit, tampak berpikir keras. Mungkin dia sedang mengabsen satu persatu anak sekelas sejauh dan sebisa yang dia ingat, atau berpikir bahwa aku hanya membual. Kernyitannya tidak bertahan lama. Raut datar andalannya kembali mengambil alih.
"Gue tau kok," balasnya santai. "Gue ngajak kenalan karena kita belom pernah kenalan resmi, dan ini pertama kalinya gue ngomong sama lo."
Alasan. Ngeles aja terus kayak bajai. Aku membantin jengkel. Dia kira aku bakal percaya alasan ecek-eceknya?
Aku mendengus. Aku tau dia malu—atau setidaknya kagok karena sudah songong duluan dengan mengajakku berkenalan padahal aku sendiri teman kelasnya. Alih-alih mengakui, atas nama harga diri Erlangga lebih memilih ngeles dengan berbagai alasan.
"Ada yang mau di omongin lagi? Karena kalo nggak gue mau balik tidur."
Halah, bilang aja mau ngalihin topik karena masih malu.
"Nggak."
Tanpa merespon lagi, Erlangga kembali merebahkan kepala dan memulai sesi tidur sorenya.
Aku menghela napas kasar. Sementara Erlangga tertidur, aku melanjutkan membaca bukuku yang tadi sempat tertunda.
***
"Jadi bentuk umum turunan aljabar adalah f aksen x sama dengan limit h tak hingga 0..."
Aku dengan serius mendengarkan, beberapa kali diselingi mencatat. Suara Bu Mawar tergolong pelan, namun suasana kelas yang tenang membuat suara guru matematika tersebut terdengar jelas di kelas kami yang sunyi.
Sonya tidak salah waktu mengatakan kelas bimbingan kami bakal diisi anak-anak serius dan ambis. Karena nyatanya, walaupun banyak anak dengan tingkah random seperti contohnya dua orang yang berebut duduk dengan Selena tadi, sampai cewek-cewek ala selebgram yang mana adalah golongan Sonya pun bisa menyesuaikan diri. Katakan mereka sangat berisik di luar, tapi ketika pembelajaran dimulai, mata mereka fokus menatap papan dengan jari yang setia mencengkeram pena.
Aku tanpa sadar menoleh ke samping. Yah... pengecualian untuk cowok yang duduk di sebelahku ini.
Dari awal pembelajaran dan di tengah murid kelas yang berusaha keras memahami materi, di mejanya Erlangga justru tertidur pulas.
Aku tidak tau kenapa dia tidak ke-gep guru juga. Mungkin karena letak duduk Erlangga paling belakang dan di pojok menempel tembok menguntungkannya—
"Nomor 7 ada yang sudah selesai—itu siapa yang tidur di pojok?"
—atau tidak.
Sekelas mendadak menoleh ke arah mejaku.
"Itu siapa yang lagi tidur, ibu tanya?" Bu mawar mengulang lebih tegas dan saarat penekanan kala tanyanya dibiarkan tak terjawab.
Suara ragu-ragu terdengar dari baris depan. "Erlangga, bu."
Bu Mawar berdecak keras. Rahangnya mengetat. Aku mengenali ekspresinya sebagai tanda-tanda orang akan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
the star, falling.
RomanceIni semua bermula dari kedatangan murid baru di kelasku. ©drelouvre 2023