two

75 12 0
                                    


Mataku berbinar senang waktu kulihat kantin masih sepi saat aku dan Sonya tiba. Hampir semua bangku belum terisi. Ini semua berkat perhitungan Sonya yang tepat. Dia buru-buru menarikku untuk ijin ke kamar mandi tiga menit sebelum bel istirahat pertama berbunyi. Padahal, ijin tersebut hanya alasan agar bisa ke kantin duluan. 

"Lo yang pesen minum apa makan?" Sonya bertanya.

"Minum aja deh."

"Oke. Geprek lo level 2 kan ya?"

"Iya." Aku membenarkan. Waktu di jalan menuju kantin, kita sudah berdiskusi untuk menu makan hari ini, dan kebetulan sama. "Buruan pesen sana. Gue mau ke Pak Toha."

"Pak Toha ha-ha-ha." Sonya tiba-tiba berujar dengan mulut menganga lebar hanya di bagian suku kata 'ha'.

Aku spontan meninju lengan Sonya. Nada suara Sonya terlalu datar untuk disebut orang melawak. Tapi tak ayal sudut bibirku berkedut menahan tawa.

"Apa sih?"

"Nggak papa. Lucu aja namanya. Toha."

"Nyebut."

Bersamaan dengan itu, bel istirahat berbunyi. Tanpa menunggu responnya, aku segera berbelok menuju stan minuman yang akan aku pesan. Aku terlalu haus untuk meladeni guyonan garing Sonya.

Tidak butuh waktu lama untuk pesananku selesai. Dengan membawa dua minuman di masing-masing tangan, aku berjalan dengan suasana kantin yang mulai dipadati siswa menuju bangku yang Sonya pilih.

Sonya selalu memilih bangku paling depan, baris pertama, yang paling dekat dengan stan. Alasannya simpel. Temannya itu sering kali merasa ingin membeli makanan atau minuman lagi, dan Sonya yang terlalu malas bergerak mengambil jalan pintas dengan memilih bangku paling dekat dengan tujuan dia tidak perlu bolak balik untuk memesan lagi.

Aku menyerupai es ku dengan tenang disaat Sonya belingsatan sendiri. Sonya kepedasan. Aku tau dari mulutnya yang tak henti huh hah huh hah.

"Lo pesen level berapa?"

"Lima."

"Gila."

"Gue beli minum lagi aja deh. Nggak kuat."

Sonya beranjak berdiri dan berjalan tidak sampai lima langkah untuk memesan minum lagi. Aku melanjutkan makanku yang tinggal sedikit lagi sambil sesekali melirik Sonya yang antri.

Aku masih diam waktu makanku habis. Mataku mengedar ke seluruh penjuru kantin yang ramai bagai pasar. Aku menyesap kembali minumanku penuh damai saat pesanan Sonya selesai. Aku hampir menyemburkan minumanku saat Sonya nyaris menabrak orang yang baru ikut mengantre di belakangnya karena buru-buru berbalik.

Dan aku membelakak kala tau orang yang hampir di tabrak Sonya adalah Radian. Sementara di sebelah Radian, steady, tidak terpengaruh sama sekali, sepupunya dengan wajah tanpa ekspresi menjulang berdiri.

"Maaf maaf!" Sonya merapalkan serentetan kata maaf setingkat kecepatan artis ngerapp. Aku menyaksikan dengan nanar bagaimana bulir-bulir es jeruk yang terciprat sedikit banyak berpindah ke seragam Radian. "Sumpah maaf banget seragam lo jadi kotor. Gue beliin tisu dulu deh."

"Lain kali kalo mau balik liat-liat." Erlangga menyahut.

"Makasih sarannya, gue terima dengan lapang dada." Sonya membalas sarkastik. "Tapi gue nggak ngomong sama lo. Nyamber aja. Kena juga enggak."

"Seharusnya lo—"

"Nggak papa. Lagian kena dikit doang kok." Radian buru-buru memotong, mungkin sadar bila tidak begitu, adegan tarik urat tidak akan terhindarkan. Radian menoleh ke Erlangga. "Temen lo?"

the star, falling.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang