Aku paling suka ketika mata pelajaran olahraga.Bukan di pelajarannya, tapi waktu di lapangan. Kalau tidak ada pengambilan nilai, selepas pemanasan dan jogging keliling lapangan, guru olahraga sering memberi waktu bebas setelahnya. Aku tim yang menghabiskan waktu itu dengan cuma duduk di pinggir lapangan sambil menselonjorkan kaki.
Biasanya di saat begini Sonya akan menghabiskan waktu dengan bermain basket—Sonya suka basket omong-omong. Namun hari ini dia justru menemani selonjoran di sampingku. Entah mengapa.
Aku menopang badanku dengan kedua tanganku yang kugunakan sebagai tumpuan di belakang. Sementara pandanganku menatap ke atas, ke langit luas. Matahari sedikit lebih terik 8 pagi ini, tapi tak apa. Aku selalu suka.
"Gue pengen basketan deh..."
Rengekan Sonya mengalun rendah di telingaku. Tanpa membuka mata aku membalas. "Basketan tinggal basketan."
"Masalahnya basketnya di pake Hamdan! Dia nggak mau gantian, Na!"
Jadi itu alasan Sonya hanya duduk diam menemaniku di sini.
"Main bareng sana." Jawabku tak acuh.
"Dih, ogah. Dia tinggi banget kayak tiang bendera, yang ada gue nggak dikasih main."
"Bukan. Itu lo-nya aja yang—"
"APA?! MAU BILANG GUE PENDEK?!"
Tanpa melihat pun aku bisa membayangkan gertakan tidak terima Sonya. Aku menarik senyum tipis. "Bukan gue yang bilang."
"Buat golongan cewek Indo gue nggak pendek ya, tinggi gue masih 162!"
"Tetep tinggian gue."
"Beda 2 centi doang?!"
"Still. Masih tinggian gue."
"Bomat anjir—ANJIR?!"
"Lo bilang anjir dua kali—"
"Ini bahkan bukan anjir lagi. Ini masuk situasi wanjeeerrrr." Sonya mulai bicara ngawur. "Nami liat! Buka mata lo! Jangan merem terus dong!"
Sonya sekarang beralih mendorong-dorong bahuku ke satu arah. Aku berdecak. Mengakhiri sesi menikmati semilir angin dan membuka mata.
Netraku menyapu seluruh penjuru lapangan. Sonya benar, Hamdan main basket bersama temannya. Sedangkan anak lelaki lainnya bermain bola. Aku tidak melihat sesuatu yang aneh hingga Sonya heboh sendiri.
"Kenapa sih?" Tanyaku heran, menghadap Sonya sepenuhnya.
Alih-alih menjawab, Sonya merangkum kedua pipiku untuk ditarik ke satu arah.
"Kira-kira ini situasi anjir apa buset."
Dari situ aku baru sadar. Dari arah gedung barat, berbondong-bondong murid berjalan menuju lapangan. Mereka jelas bukan mau olahraga, karena pertama jadwal olahraga kelas 12 hari ini hanya kelasku, dan kedua mereka masih memakai seragam putih abu. Sedangkan beberapa dari mereka membawa kain berukuran 2×2 meter disertai pewarna.
Dari situ aku tau apa yang akan mereka lakukan.
"Yaelah, udah kelas 12 masih aja ngebatik." Sonya belum apa-apa langsung menebar komentar.
"Kita juga baru ngebatik minggu lalu."
"Oh iya juga ding."
Aku melirik Sonya yang menggaruk rambutnya asal, lalu geleng-geleng kepala. Kehadiran kelas sebelah itu jelas mengundang perhatian dari murid kelasku. Hampir semua kegiatan mereka berhenti guna menilik sejenak. Beberapa lelaki malah terang-terangan memandang. Jelas, karena di kelas tersebut ada—
KAMU SEDANG MEMBACA
the star, falling.
RomanceIni semua bermula dari kedatangan murid baru di kelasku. ©drelouvre 2023