37. Tersiksa

1.5K 176 17
                                    

"Huwaaaaaa, jangan pergi!! Bai!!! Jangan pergi!!!"

Biu tersentak ketika seseorang mengguncang tubuhnya. Mata Biu langsung terbelalak, netranya perlahan menangkap sosok Chay.

"Phi? Phi baik-baik saja?" tanya Chay, suaranya terdengar sangat cemas. Biu berusaha untuk duduk, dibantu oleh Chay tentu saja. Matanya memanas, mata indahnya sudah berkaca-kaca. 

"Phi mimpi paman ya?" tanya Chay lirih. Biu mengangguk sambil menangis. 

"Bagaimana ini? Phi harus bagaimana Chay? Phi benar-benar merindukannya," ucapnya di sela tangisannya. Biu membenamkan wajahnya di bahu lebar Chay. Tangisnya benar-benar pilu, membuat siapapun yang mendengarnya pun pasti ikut merasakan sakitnya. 

"Apa yang harus Chay lakukan naa? Bagaimana caranya Chay bisa membantu p'Biu?" 

Biu menggeleng frustasi, tidak ada yang bisa dia lakukan, tidak ada yang bisa membantunya. Biu benar-benar terjebak di dasar jurang keputusasaan. Bahkan mati pun tidak akan bisa menyembuhkan luka di hatinya. 

"Phi mau bertemu paman?" 

"Dia sudah bahagia, Chay. Jangan mengganggunya lagi." 

"Bagaimana phi tau kalau selama ini phi lebih memilih kabur dan menghindar darinya?" 

Biu langsung melepaskan pelukannya dari Chay. 

"Apa maksudmu Chay?" 

"Chay tau kalau selama ini phi hanya berpura-pura kuat, bahkan phi sering menangis sendirian setiap malam kan. Chay tidak masalah kalau phi mau menemuinya. Chay paham kalau memendam rasa rindu itu menyakitkan." 

Biu menatap Chay nanar. Dia langsung beranjak turun dari tempat tidur. 

"Phi pikir kamu yang paling mengerti phi. Kamu masih kecil, Chay! Tau apa kamu tentang masalah orang dewasa." 

Biu meraih cardigan biru yang tergantung di kursi lalu bergegas keluar dari kamar. Setelah mengambil dompet dan kunci mobil, pemuda itu memilih pergi ke kafe. Sekarang masih pukul tiga dini hari, masih ada waktu baginya untuk mendinginkan kepala.
Setelah memarkirkan mobil tepat di depan kafe miliknya, perhatian Biu langsung teralihkan pada lampu kafe yang menyala. Pemuda manis itu langsung mengambil pisau lipat dari dalam dashboard lalu bergegas turun dari mobil. Dengan hati-hati, dia berjalan pelan menaiki teras kayu. Netranya langsung menangkap sosok pemuda blasteran yang sedang sibuk di salah satu meja pengunjung. 

"Nara? Apa yang kau lakukan di sini?' 

Nara yang tidak menyadari kedatangan Biu benar-benar dibuat kaget karenanya. Wajah putihnya semakin pucat. 

"Biu? Kau mau membuatku mati muda ya?!" 

Biu tergelak melihat wajah menggemaskannya. Setelah menyimpan kembali pisau lipatnya di dalam kantong celana, Biu lalu menyusul duduk di kursi depan Nara. 

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Nara." 

"Aku baru selesai menyiapkan biji kopi yang mau dipakai hari ini. Kan Biu tau sendiri kalau aku baru bisa kemari sepulang kuliah. Agar tidak terlalu repot saat sendirian, jadi aku menyiapkannya duluan sebelum pagi."

Biu tertegun, dia baru sadar kalau selama ini setiap pagi dia datang, kafe sudah dalam kondisi siap. Semua bahan yang akan digunakan termasuk biji kopi sudah siap sedia. Biu pikir Nara menyiapkan semua itu saat malam sebelum kafe tutup. Dia tidak menyangka kalau anak itu sengaja mengurangi jam istirahatnya hanya untuk membantunya. 

"Jangan berpikiran berlebih," tegur Nara sambil menyentil pelan kening Biu. 

"Hey," pekik Biu tidak terima. Biar bagaimanapun Nara itu lebih muda darinya. 

Love in the Dark (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang