11 Setitik Rasa

2.5K 330 12
                                    

11 Setitik Rasa

"Kamu melakukannya?" Dipta bertanya dengan tegas, seraya memainkan piano dengan jari-jarinya yang lincah.

Lagu Für Elise dari Beethoven dimainkan dengan tempo yang cepat, untuk mengintrupsikan perasaan hatinya yang sedang gundah. Dipta memang seringkali bermain musik untuk meluapkan emosinya. Entah itu marah atau sedih, ia tuangkan dalam nada.

Sebenarnya sudah banyak lagu dan instrument yang Dipta buat. Jika orangtuanya masih hidup, mungkin ia telah mempublikasikan semua karyanya dan menjadi musisi hebat. Tapi sayang semenjak mereka meninggal, semua mimpinya terpaksa ia kubur.

Sebenarnya Dipta juga tidak begitu tertarik dengan bisnis. Dipta ingin merebut posisi itu karena Liam. Untuknya, dialah yang menyebabkan kematian orangtua mereka.

Dipta ingin membuatnya menderita. Setelah ia menjadi penguasa nantinya, Dipta akan membuat Liam hancur dan pergi tanpa memiliki apapun.

"Kamu melakukannya?" Dipta bertanya sekali lagi saat Freya hanya diam.

"Dia menghinaku!"

"Kamu boleh saja melakukan itu, tapi jangan terlihat oleh orang. Dengan melakukannya di hadapan cctv, kamu sama saja menghantarkan kekalahan kita!"

"Maaf." Freya akhirnya mengakui kesalahannya. Ia langsung duduk dipangkuan suaminya, dan memeluknya dengan erat.

Mau bagaimana lagi? Jika Dipta itu Liam, dia akan bersikap seenaknya dan tak mau mengalah. Tapi karena dia Dipta, tidak ada pilihan selain menurut. Freya sangat mencintainya. Ia bahkan rela pacaran dengan Liam selama bertahun-tahun demi mencari tahu tentang Dipta dan mendekatinya.

"Maaf, aku kehilangan kontrol. Ucapannya terlalu menyebalkan."

"Kontrol dirimu lain kali. Kita harus bermain dengan rapi dan tidak gegabah."

"Okey." Jawab Freya manja. "Jangan marah!"

Dipta mencium bibirnya, lalu membalas pelukan wanita itu dengan erat. Dipta mengangkatnya ke arah sofa yang ada di ruangan, lalu membuat posisi mereka menjadi bertumpuk.

Jujur, Dipta belum mencintainya walau mereka sudah menikah. Tujuannya menanggapi Freya hanya untuk membuat Liam hancur dan patah hati. Juga warisan nenek yang mengharuskannya sudah menikah tentunya.

Tapi Dipta tidak menyangka jika Liam justru memiliki kekasih lain. Kiara, wanita sok pintar itu! Lihat saja, Dipta tidak akan membiarkan mereka bahagia.

Mereka boleh bersama dan menikah. Tapi akan Dipta pastikan, jika mereka akan segera tersingkir dan menjadi gembel tanpa mendapat sedikit pun harta peninggalan orangtuanya. Dua pecundang itu memang cocok bersama.

Untuk masalah Freya biarlah! Dia cantik dan selalu menuruti apa perkataannya. Itu cukup bukan? Dipta tidak peduli tentang cinta.

Dan satu lagi yang paling penting, Freya bisa ia manfaatkan. Wanita bodoh!

*****

Liam menatap pacar bayarannya yang terus mengoceh disepanjang hari. Setelah kondisi tubuh wanita itu membaik, dia kembali aktif dan cerewet. Nyawanya seperti pulang dari bertapa. Liam pusing sekali dengan ocehannya.

Tapi Liam lebih suka melihatnya demikian, daripada melihat Kiara down dan banyak menangis seperti kemarin. Selama tiga harian Liam dibuat sibuk dengan ocehan dan tangisannya. Ya Liam bisa mengerti kenapa Kiara seperti itu. Terkadang di saat suasana hati buruk dan banyak tekanan, hanya tangisan yang dapat melegakannya.

Kenapa Liam jadi seperti pacar yang perhatian? Cih! Wanita itu memang merepotkan. Kiara adalah bawahan yang bekerja padanya. Tapi tiga hari terakhir, Liam seperti pembantu dan perawat yang siap sedia selama dua puluh empat jam penuh.

Marriage DealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang