Hai kidz! 💋
This is me praying that ~- Selamat reading! ✨ -
"Mama ...." tangan kecil Rai meraih jemari orang yang lebih tua. Anak yang tahun depan sudah masuk Sekolah Dasar itu duduk disamping sang Mama.
"Iya, sayang?"
"Mama ... Kenapa Papa sering pergi?"
Tidak heran anak umur enam tahun itu bertanya demikian. Papanya barusaja pergi setelah menginap semalam, seperti minggu minggu sebelumnya. Wanita paruhbaya itu sudah tau suatu saat akan dihadapkan pertanyaan seperti ini. Untuk itu, Mama Rai tersenyum, "Papa kerja, Rai."
Raut cemberut belum hilang diwajah Rai kecil, "Kerja seperti mama?"
"Iya, Rai."
"Apa Papa tidur di sekolah?"
Tawa pelan mengalun dari Mama Rai. Dielusnya surai sang putra semata wayang, "Papa bukan guru, Rai. Papa tidak kerja di sekolah."
"Terus apa, Mama?"
"Papa kerja di kantor. Papa kamu itu orang hebat, Rai."
"Seperti Daddy-nya Javi, ya, Mama?"
"Iya. Seperti Daddy-nya Javi."
"Tapi, Mama ...." Rai mendongak. Matanya berkaca, sontak membuat sang Mama panik.
"Kenapa, sayang? Kenapa nangis?"
"Daddy-nya Javi pulang setiap hari. Kenapa Papa pulangnya jarang jarang? Rai mau main bola sama Papa, seperti Javi." Rai mengusap matanya yang basah.
Mama Rai meraih punggung kecil itu, ia merengkuhnya dengan hangat, memberj anak itu pengertian, "Sayang ... Papa sibuk. Tapi, Papa selalu datangkan? Papa selalu meluangkan waktunya untuk Rai."
"Tidak, Mama. Rai tidak mau yang seperti itu. Papa datangnya selalu malam, terus besok paginya sudah pergi lagi. Kenapa begitu, Mama? Papa tidak sayang Rai, ya?"
Dielusnya punggung Rai yang bergetar, Mama Rai berdehem, berharap suara yang ia keluarkan selanjutnya tidak retak, "Tidak begitu, Rai. Papa sayang sama Rai. Rai kan anak kebanggaan Papa. Kenapa Rai bilang begitu?"
"Papa tidak mau bermain dengan Rai. Kenapa Papa jahat sekali, Mama? Kenapa Papa tidak seperti Daddy-nya Javi?"
"Tidak, Rai. Papa bukan tidak mau. Papa tidak sempat. Papa kan capek habis pulang kerja."
"Apa daddy-nya Javi tidak pernah capek, Mama? Daddy-nya Javi selalu main bersama Javi setiap hari. Javi selalu main bersama banyak orang, sama Kak Mark, Jayden sama daddy-nya, mommy-nya juga sering ikut main. Rai capek main sendiri, Mama."
Air mata wanita paruhbaya tersebut jatuh. Ia adalah seorang guru. Setiap mengajar ia tidak pernah lupa membawa anaknya kesekolah. Sebagai single parent, ia harus bisa menjadi ibu sekaligus ayah, meski ayah sang anak masih bertanggung jawab dalam hal finansial.
Anaknya yang selalu ia tinggalkan di ruang guru, kini menangis sesenggukan karena kesepian.
"Rai lagi kangen ayah, ya?"
Rai mengangguk. Lalu menggeleng, "tidak, Mama."
"Kenapa? Kalau kangen, Mama bisa panggil Papa buat datang kesini."
"Tidak usah, Mama. Papa pasti sibuk. Nanti tolong kasih tau papa, ya Mama. Kalau Rai marah sekali karena Papa tidak pernah main bola sama Rai."
"Iya, sayang. Akan Mama kasih tau."
"Terima kasih, Mama."
Wanita itu tersenyum, ia mengurai pelukan. Ditatapnya anak semata wayang, yang ia besarkan sendiri. Anak pintar yang selalu paham situasi. Madava Raiden, harta paling berharga yang ia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nala's Crush
De Todo"Confes? Apa itu? Martabak varian baru kah?" Nala ingin move on, setelah bertahun tahun menyukai Rai, tapi tidak pernah ter-notice. Terlebih ditahun ajaran baru nanti, Nala yakin 100% tidak akan satu sekolah lagi dengan Rai. Tapi keyakinan Nala run...