19

41 31 0
                                    

HAI, HAI, HAIII

APA KABAR?

SEMOGA BAIK DAN SEHAT SELALU ❤️

AMIN. SVAHA

JANGAN LUPA SEBELUM BACA, ALANGKAH BAIKNYA KALIAN PENCET ⭐ NYA TERLEBIH DAHULU.

KOMEN JUGA!!

ABSEN: HADIR

⚠️AYO KOMEN SAMA VOTE DULU. KALO GAK AKU MARAH😡😜⚠️

NGELUNJAK DIKIT GAK PAPA YEEEE😁😁

DAH MARI BACA

AWAS AJA KALO GAK ADA YANG KOMEN SAMA VOTE NANTI AKU SANTET🙄😤

Selamat membaca 📍 📍

~°¶un©ak°°~

Setelah mendengar semuanya dari Keila, kini mereka ber-empat, Keila, Jean, Juan, dan Delvino sedang mencari cara agar mereka bisa menemukan teman-temannya yang lainnya.

Sedari tadi Keila sangat cemas memikirkan pacarnya dan teman-temannya yang lain. Ia mondar-mandir sambil mengigit kuku jarinya.

"Arghhh, Jen, aku gak bisa diem aja disini. Aku harus nyari mereka. Aku mau ketemu sama mereka, Jen, Ju, Vin!" Ucap Keila sambil menatap mereka dengan tatapan mata sayunya.

"Kei? Gue tau kok lo cemas, tapi kita juga gak tau teman-teman lo ada dimana sekarang." Sahut Juan.

"Apa gak sebaiknya kita balik kevil––"

"Enggak! Aku gak mau balik kevila, sebelum aku nemuin mereka. Aku mau nyari mereka!" Keila melenggang dari sana meninggalkan mereka bertiga yang masih cengok.

"Ck! Ikuti Keila, kita gak bisa biarin Keila sendirian nyari mereka. Kita harus bantu." Jean bergegas menyusul Keila disusul Juan dan Delvino dibelakang.

~°¶un©ak°°~

"KEILA! Lo dimana?!"

"Keila! Lo denger kita gak!"

"KEILA! KAMU DIMANA. AKU DISINI, KEI!"

"KEILA! Lo jangan bikin gue cemas, Kei."

Mereka tidak henti-hentinya meneriaki nama Keila. Tidak ada sahutan. Suara mereka berpantulan dan terdengar sangat nyaring. Hari semakin sore, Keila belum ketemu. Sebentar lagi matahari akan tenggelam dan digantikan dengan cahaya bulan yang menghiasi langit malam yang indah.

"Sepertinya kita salah jalan! Kita malah ambil jalan masuk kehutan. Dan kita juga udah jauh banget dari Puncak." Fadlyy menelusuri sekitaran. Ia sudah menebak bahwa dirinya dan juga teman-teman salah ambil jalan.

"Yahhhh, terus gimana dong. Mana bentar lagi bakalan malam lagi. Gue juga lapar banget." Juni mengehela napas berat. Ia mengelus perutnya yang sudah keroncongan.

Diga yang berdiri disampingnya menepuk pelan pucuk kepala Juni, "Sabar yahh, bentar lagi kita bakalan nemuin Keila. Dan kita bakalan segera pergi dari sini." Tuturnya dengan senyuman tipis dibibirnya.

PUNCAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang