1 - Indo?

405 35 6
                                    

Pada akhir pekan yang cerah, Brunei yang sedang gabut pergi sendirian ke perpustakaan kota dan meminjam buku. Kenapa sendiri? Semua saudaranya sibuk. Kenapa tak membaca di perpustakaan mansion ASEAN? Brunei sudah membaca semua buku di sana.

Setelah meminjam buku, Brunei pun pergi ke taman dan membaca buku sendiri di sudut yang sepi. Kalau anak-anak ASEAN lain tahu, mereka pasti takkan membiarkan Brunei karena khawatir kejadian tahun lalu terulang. Tapi Brunei lelah dengan tingkah overprotective mereka.

Penyerangan terhadap anggota ASEAN berhenti setelah Indo menghilang dan dinyatakan tiada. Tapi Brunei percaya kalau bukan Indo pelakunya karena saat penyerangan pertama, Brunei terus bersama Indo.

Brunei membaca untuk mengalihkan pikirannya. Namun terkadang, ia menjadi termenung dan teringat masa lalu saat hilang fokus.

Setahun telah berlalu dan sekarang semuanya berjalan seolah Indo tak pernah ada.

"Yang Indo alami itu bukan menyerang tubuhnya, tapi jiwanya. Jiwanya yang sakit mempengaruhi tubuhnya jadi diobati seperti apapun ia takkan sembuh. Indo tahu itu. Makanya ia ingin ini dirahasiakan dan ia bilang ia akan mengatakannya sendiri. Tapi aku tak menyangka malah jadi begini..." ujar WHO.

Mengingat perkataan WHO, Brunei hanya bisa menghela napas. WHO menjelaskan kondisi Indo tepat setelah UN menyatakan kalau Indo telah tiada. Ia menyesal karena tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Indo.

Brunei bersyukur negara Indonesia masih berdiri meski kondisinya tak terlalu bagus setelah dikeluarkan dari ASEAN. Tapi setidaknya apa yang Indo lindungi masih ada.

Karena merasa lapar, Brunei pun bangkit dari bangku taman tempat ia membaca dan berjalan pergi. Ia ingin beli sesuatu untuk makan siang. Namun dijalan...

Bruk

Brunei tak sengaja menabrak seorang gadis.

"Maaf, kamu tak apa?" tanya Brunei sambil membantu membereskan belanjaan gadis itu yang terjatuh.

Gadis itu mengenakan masker jadi Brunei tak bisa melihat wajahnya. Tapi entah kenapa Brunei merasa familiar dengannya.

Saat gadis itu mencoba bangun, ia kembali jatuh.

"Sakit..." gumamnya sambil memegang pergelangan kakinya.

Brunei pun berinisiatif mengantar gadis itu pulang ke kedai yang cukup sepi dan membantu membawakan belanjaannya. Tak ada satupun pelanggan disana.

"Kedai Candela... kenapa sepi sekali ya?" gumam Brunei dalam hati.

"Tara? Kamu kenapa?" tanya pria paruh baya bertampang menyeramkan yang merupakan pemilik kedai itu.

"Namanya Tara? Jadi teringat kak Nesia... Lalu paman ini... seram sekali..." gumam Brunei dalam hati.

Setelah menaruh belanjaannya, Tara pun membuka maskernya dan membuat Brunei terkejut.

"Tara jatuh dan keseleo..." ujar Tara. "Maaf Paman Carlos, mungkin bahan makanannya ada yang rusak..." lanjutnya.

"Tak apa, Tara istirahatkan kaki Tara saja dulu. Paman akan bawakan es untuk mengompres," ujar Carlos lembut. "Lalu, apa anda mau minum sesuatu?" tanya Carlos pada Brunei.

"Ti-tidak perlu. Saya akan segera pergi," ujar Brunei yang sedikit takut karena wajah Carlos seram.

"Jangan begitu. Minumlah sesuatu sebelum pergi," ujar Tara.

Akhirnya Carlos pergi sebentar dan kembali dengan kompres es dan dua gelas minuman juga churros untuk Tara dan Brunei.

Tara terus diam memandangi Brunei dan membuat Brunei tidak nyaman.

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang